08. Kerja Kelompok

15K 496 6
                                    

"Baik teman-teman sekalian. Saya akhiri mata kuliah ekonomi perpajakan sore hari ini, dan jangan lupa untuk kalian membentuk kelompok, yang mana masing-masing perkelompok terdiri dari dua pasangan, tugas kelompok yang saya berikan hari ini harus selesai dan siap di presentasikan selasa depan. Berikut saya akhiri, terima kasih." ucap sang dosen mengakhiri jam perkuliahan.

"Ka, gue sekelompok sama elo ya!"

Arka yang sedang sibuk berkemas menoleh saat mendengar penuturan Diandra yang tau-tau sudah berada di samping bangkunya dengan senyuman manis yang mampu membuat banyak cowok pasti akan langsung terpikat.

"Sorry banget Di, gue udah sama Lira. Tapi nih si Zacky belum dapet kelompok juga, Lo bisa sama dia." tawar Arka.

Mendengarnya, Zacky yang notabennya juga salah satu teman Arka kontan langsung tersenyum lebar. Siapa juga yang mau menolak rezeki seindah ini, kecuali Arka yang selalu saja lebih memilih bersama Lira daripada bidadari cantik di depannya yang setiap kali mengunggah foto di sosial media selalu mendapat like lebih dari lima puluh ribu ini.

"Boleh tuh, boleh banget! Hayuk neng Di, lo sekelompok sama gue, ya!" putus Zacky bersemangat.

Diandra mendengus. Ia tak menjawab ucapan Zacky dan memberengut.

"Oke, kalo gitu gue cabut dulu ya. Ra, tungguin!" Arka segera bangkit dan menyusul Lira yang sudah terlebih dulu keluar dari kelas.

Melihatnya Diandra dongkol di tempat. Rupanya Arka masih lengket dengan gadis itu. Diandra pikir, Arka memiliki rasa ketertarikan dengannya karena pada saat kejadian taruhan itu Arka lebih memilih kencan dengannya daripada dengan Lira.

"Ntar malem nyicil yuk." tawar Arka di tengah-tengah langkah mereka menyusuri lorong koridor.

"Boleh deh, biar bisa ngerjain tugas lain juga. Dimana enaknya?" tanya Lira.

"Gimana kalo di perpustakaan pribadi gue aja?"

"Di rumah Lo?"

Arka mengangguk mantap.

Lira tampak berpikir sesaat. "Tapi kalo malem-malem gitu di rumah Lo masih ada ART-nya 'kan?"

"Lo nggak usah khawatir, di rumah gue dua ART sama satu tukang kebun stay di rumah, mereka kerjanya nginep. Jadi aman. Lagian gue nggak bakal ngapa-ngapain Lo, takut banget sih kayak sama siapa aja."

"Meskipun Lo sahabat gue. Tapi Lo tetep cowok, dan gue juga harus tetep waspada lah."

Arka membuang napas. "Iya deh iyaa ... Lo tenang aja, semuanya bakal aman sentosa. Kalo Lo gue apa-apain Lo bisa keluarin jurus yang biasanya Lo pakek saat kesel sama gue."

"Maksud Lo ... gini?"

Bugh! Bugh! Bugh!

"Aw aw aduh aduh. Ya gak sekarang juga Ra ... Ntar aja misalnya kalo Lo gue apa-apain." ringis Arka berusaha menghindar dari pukulan bertubi-tubi Lira di lengan dan punggungnya.

"Jadi ntar Lo bener ada niatan mau ngapa-ngapain gue?!" sungut Lira.

Arka tertawa. "Hahaha enggaklah bercanda doang kali." lalu berusaha meraih bahu Lira dan merangkulnya meski si empu yang tengah di rangkul berontak sambil keduanya tetap melangkah berjalan menuju ke arah parkiran.

***

Bara turun dari alat treadmill, tubuhnya yang atletis dan berkeringat tampak dibalut dengan kaos polo abu-abu serta celana training hitam.

Pria tampan berkulit tan itu lalu mengambil ponsel serta botol minuman dan beralih untuk duduk di Chest press machine yang berada di ruangan gym pribadinya.

Dengan santai Bara menenggak minumannya sambil bermain ponsel untuk melihat beberapa pesan yang masuk dari para karyawan. Setelah membalas satu persatu pesan, Bara tak juga selesai dengan aktifitasnya, pria itu masih terus menggulir room chat untuk melihat pesan yang kali saja belum sempat ia balas. Namun sepertinya sudah tidak ada lagi. Lalu Bara kontan sengaja menghentikan gulirannya pada salah satu baris chat yang kontaknya ia beri nama Arkano Elliard Benedict. Putranya itu terlihat memasang foto profil yang menampilkan dirinya tengah berdiri di depan salah satu gedung fakultas di universitasnya dengan memakai jas almamater.

Bara tersenyum tipis, tidak menyangka ia sudah membesarkan seorang anak yang dulunya masih sangat kecil di gendongannya yang bahkan hanya masih bisa merengek dan menangis jika lapar, buang air atau sakit sampai dewasa dan tampan seperti sekarang ini.

Ingin melihat foto Arka lebih jelas, Bara pun memencet bagian foto profil kontak milik putranya. Namun bukannya foto Arka yang terpampang melainkan malah sebuah vidio yang memperlihatkan seorang gadis tengah mengunyah kentang goreng sambil fokus menghadap laptop di dalam sebuah ruang perpustakaan yang terlihat tidak asing. Ya, itu adalah perpustakaan pribadi milik Bara dulu, namun setelah Arka menginjak usia sekolah, perpustakaan itu Bara bagi sebagai penyimpanan buku-buku koleksi milik Arka juga, dan semenjak Bara memilih untuk memiliki kediaman sendiri lagi, perpustakaan itu sepenuhnya Arka kuasai.

Tapi tentu fokus Bara yang sebenarnya bukan disitu. Melainkan pada seorang gadis di dalam Vidio.

"Lily ..."

Bara menggumam lirih, sudah hampir satu bulan sejak terakhir kali bertemu di pesta ulang tahun Ibunya, Bara tidak bertemu lagi dengan Lily. Ya, Lily, Bara lebih suka memanggil Lira dengan sebutan Lily. Entah kenapa, hanya saja menurut Bara nama Lily lebih cocok karena mengingatkannya pada seorang gadis yang polos dalam dua arti, polos tingkah lakunya dan polos tanpa busana pada malam itu. Seketika pikiran Bara kembali melayang.

"What the fuck!"

Bara mengusap wajahnya kasar. Melihat pada pukul berapa Arka meng-aploud Vidio itu, Bara kontan bangkit berdiri.

"Pria muda itu malam-malam begini sedang berduaan di dalam rumah bersama seorang gadis. Son, Papa-mu ini tidak akan pernah membiarkanmu menjadi seorang bajingan." tukas Bara yang langsung melenggang untuk mengambil jaket serta kunci mobilnya.

Slept With A Friend's DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang