Asa menatap heran Dista yang melahap kentang McD pesanan mereka tadi "Ya nggak gitu juga kali Dis, masa udah lama berlalu belom ada dambaan hati yang mengisi kekosongan jiwamu itu.."
Dista menggeleng, dia memanyunkan bibirnya dengan rasa bingung "Ya setelah ama Sean, belom ada Sa, ya ditunggu aja, nanti kalo jodoh pasti ketemu kan?" ujar Dista dengan melirik Naya dan juga Bima yang lahap memakan ayam krispi bersama nasi.
"Ya itu udah empat tahun lalu bodol, lama amat deh...." Asa geregetan sendiri dengan sahabatnya satu ini. Cerita tentang Asa dan Dista, mereka bertemu saat kelas sepuluh sekolah menengah atas, awal mula Dista yang berkacamata dan juga sedikit gemuk itu tak mempunyai teman duduk disampingnya saat hari pertama setelah MPLS selesai. Dan kebetulan juga, Asa yang dulunya pendiam memilih duduk disampingnya, dan syukurlah pertemanan mereka sudah berjalan hingga saat ini. Semua baik busuknya dari Asa maupun Dista, mereka sudah tahu masing-masing "Ya minggu depan gua udah tunangan ama Rafa, masa lu jomblo terus Dis.."
"Udahlah, nggak usah dipikir terlalu banget, ya nanti kalo nggak ketemu-ketemu Ibuk sama Mas Chandra bisa nyariin jodoh buat gua Dodol.."
Asa menyipit curiga menatap ke arah Dista "Apa jangan-jangan, lu masih ngarep sama suaminya Mbak Amara?" tanya Asa yang langsung membuat Dista melotot bukan main. Dia dengan cepat menyumpal roti biskuit yang dibelinya tadi ke mulut lamis Asa.
"Kenapa gitu sih, hustt mulutmu itu, ada anaknya disini..." ujar Dista dengan melirik Bima, bocah itu masih dengan asyik mengobrol bersama Naya. Membicarakan vidio domba yang dihitung saat mereka akan tidur.
Asa tentu mengunyah roti tersebut dahulu dengan ekspresi kaget bukan main. Dia tak menyangka, Dista yang terlihat seperti anak baik ini memiliki niat terselubung di antara rumah tangga Ayah dan Mama nya Bima "Jadi bener ya Dis?"
"Enggak! Yakali!! gila gua, Emak sama Mas nanti nge-reog sekomplek pada nyawer Asabilla sayang, dahlah. Urusan jodoh sama maut cuma Tuhan yang tau Asa cantik.." jelas Dista dengan meredam emosi didepan dua anak kecil karena pertanyaan Asabilla. Jika tidak, tentu dia sudah menggaruk serta mencakar rambut panjang hitam milik wanita di sampingnya ini.
Asa mengangguk membenarkan kalimat Dista "Ya bener, nggak boleh suka sama suami orang Dis, pamali tau.. Btw lu ada rekomendasi buat foto prewedding gitu nggak?"
Mendengar pertanyaan dari Asa barusan, Dista mengangguk cepat. Dia segera membuka layar ponselnya dan memperlihatkan beberapa foto yang terpampang jelas di sosial media Instagram miliknya "Di Bromo bagus Sa, lu mau gaya ngakang, jungkir balik juga bagus disana. Tapi ya harganya agak mahal sih, kesana aja sama Rafa..."
"Ya sama Rafa lah, masa sama Mas Chandra, nanti digebukin Mbak Mawar gua... nanti usul deh sama Rafa, lu cepet nyusul prewedd ya Dis, semoga sahabat terbaik ku satu ini segera dipertemukan dengan jodohnya Ya Tuhan. Aamiin..." kata Asa dengan menengadahkan tangan seperti orang berdoa lalu mengamini nya sendiri.
"Iya Aamiin.. Ya udah kita pulang aja selesai ini, nanti Mbak Thallia sama Mas Zidan nyari Bima kalo kelamaan keluar.." Asa hanya mengangguk. Mereka pun dengan cepat menghabiskan makanan yang dipesan tadi dan segera berlalu pulang karena hari sudah sore.
*****
Dista menyirami halaman depan rumah, bunga mawar merah serta bunga lainnya yang ditanam bersama Bu Sari waktu itu mekar sempurna dan cantik rupa. Dista beberapa kali mengamati rumah depannya yang bercat putih itu, menatap pintu yang tertutup rapat tanpa cela. Biasanya jam segini, Zidan sudah terlihat pulang dari kantor bersama Chandra, tapi kali ini Mas Chandra sudah pulang, sedangkan Zidan, Dista belum melihat motor beat merah milik pria itu. Dista ingin mengantarkan makanan untuk Zidan, mengingat pria itu yang sudah tinggal sendirian setelah kepergian 40 hari mendiang sang Ibu.
"Buk, ibuk.." panggil Dista setelah menggulung selang berwarna hijau itu dipinggir pagar.
"Ada apa?" suara Bu Sari terdengar dari dalam rumah. Dista mengamati lagi sosok pria yang sudah memarkirkan motor di rumah depan, Dista tak salah lihat bahwa Zidan pulang membawa seorang perempuan.
"Mas Zidan pulang kok bawa perempuan to buk? Nanti kalo tetangga lain yang lihat jadi timbul fitnah?"
Sari hanya berdehem pelan "Ya biarin toh Dis, itu urusan Zidan nanti. Denger-denger dia calon istrinya kata Bu Sarah.." Dista yang sedang memegang pot bunga tanpa sadar menjatuhkannya, membuat pot dari tanah liat itu hancur berantakan diatas lantai teras.
"Kamu kenapa?" tanya Bu Sari yang dengan cepat keluar ke arah teras karena mendengar suara benda jatuh. Dia dapat melihat putrinya yang terduduk lemas, kakinya sedikit mengeluarkan darah akibat kejatuhan pot tadi "Dista! Kamu kenapa Dis?" tanya sekali lagi Bu Sari dengan menggoyang bahu Dista. Gadis yang tengah melamun itu dengan segera menggelengkan kepala.
"Buk, kok Dista tiba-tiba pusing, Maafin Dista ya buk karena mecahin pot ini. Dista rasanya ingin istirahat dulu.." ujarnya berlalu meninggalkan sang Ibu yang masih terduduk dengan rasa heran.
Dengan berjalan ke arah pintu kamar mandi yang dekat dengan dapur, Dista tanpa sadar menitikan air matanya. Rasa sakit di kakinya tak sebanding dengan sakit hati yang tengah dia rasakan. Memendam rasa suka dan kagum pada Zidan sejak masuk SMA hingga Dista sudah lulus dan bekerja, membuatnya seperti tertusuk belati pada hati. Ya salah Dista sendiri juga sih, sudah memendam rasa ini sendirian. Baru disaat Zidan sudah mendapatkan kekasih yang akan menjalani hidup dan mati bersama pria itu, rasa sakit dicubit dan panas menggerogoti hatinya.
Dista menyalakan keran kamar mandi, membasuh kakinya yang berdarah dan bekas tanah. Dia menangis, mengingat kenangan-kenangan kecil yang berarti bagi Dista tapi tidak bagi Zidan. Kenangan seperti Dista yang selalu mengantarkan makanan sore untuk pria itu, menemani Zidan yang terpuruk dalam kesedihan setelah ketiadaan sang Ibu, dan hal-hal seperti pelajaran yang tak bisa Dista kerjakan, dia selalu meminta bantuan dari Zidan.
Peristiwa singkat namun berarti itu menimbulkan rasa suka di hati Dista untuk Zidan. Ingin menyatakan perasaan? Tentu Dista masih waras untuk kelangsungan hidupnya.
Oh, astaga! Tanpa dirasa, punggung kaki Dista terkelupas, memperlihatkan daging keputihan itu hanya gara-gara kejatuhan pot tadi. Dengan segera, Dista pergi dari kamar mandi untuk menuju kamar tidurnya. Dia ingin tidur, mendengarkan musik sembari menggalau, meratapi nasib bahwa Zidan akan menikah dengan sang pujaan hati.
Jika dia bercerita pada Asa sekarang? Gadis itu akan mengejek Dista habis-habisan tanpa henti. Lebih baik begini saja, menggalau dengan menghilangkan kenangan ataupun peristiwa yang telah Dista lewati bersama Zidan, dan juga mengubur dalam rasa yang seharusnya tak usah timbul dalam hati.
Ya! Dista akan berusaha move on dan segera menemukan pacar, mungkin, hanya itu cara melupakan Zidan dari ingatannya.
TBC
Jangan lupa vote komen🤍🤍
Makin rame makin aku semangat dan cepet update. Ini alurnya masih maju mundur ya, tapi setelah Bab 3 udah nggak, alurnya mungkin bakal maju terus.Ayo suaranya pendukung Dista Zidan🤣
Ehmm apa ya😌 aku mau cerita apa sama kalian bingung, eh aku up lagi gara-gara kesenengan hari ini kerja biasa pulang jam 10 jadi pulang jam 8😭😭 boss nya baik banget, karena disini ujan nggak berenti dari siang sampek malem akhirnya pulang awal eaaa💀🔥 alhamdulillah deh
Apalagi ya🦋 udah deh itu aja dulu
See you ya🤍🤍 vote komen jangan lupa🦋Sean
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Bride
FanfictionPradista yang sudah menganggap Athallia beserta sang suami sebagai keluarga, harus rela menjadi pengantin kedua sekaligus Ibu dari Bima Wahyu Pratama, putra tunggal dari keduanya. 11022023 - - Hellothere, 2023.