Bab 10

208 61 64
                                    

Salma tengah menyuapi Bima bubur ayam yang dibeli tadi pagi. Keponakannya sedang sakit demam sekarang, Salma kasihan bukan main melihat wajah pasi dan bibir pucat anak kecil ini "Bima mau buah apel? Setelah ini Tante Salma kupasin.."

Bima hanya menggeleng, anak itu mulai menarik lengan Salma untuk tetap berada disampingnya "Bima mau apa?"

Tatapan tanpa semangat itu dapat Salma lihat dari netra sang keponakan "Mama kapan pulang Tante? Bima kangen banget..." kata Bima dengan menatap sayu ke arah Salma. Wanita itu sedikit tersentak, dan juga sakit mendengar pertanyaan seperti ini. Salma mengulurkan tangan dan mulai mengelus rambut hitam lembut itu dengan pelan.

"Mama nggak bisa pulang Bima.. Kan Mama udah disurga, sekarang Bima sama Ayah sama Tante Salma ya disini.. Jangan sedih-sedih, nanti kalo Bima sedih Mama juga sedih lho di surga..." Salma berkaca-kaca tanpa sebab. Kejadian yang menimpa Mbak Thallia dua tahun lalu kembali teringat di benaknya.

Bima hanya diam, dia memandangi Salma dengan iras ingin menangis "Tante Salma dirumah aja kalo gitu, nggak usah sekolah jauh.. Bima nggak ada temennya kalo Ayah kerja.. Bima nggak ada yang nyeritain dongeng pas mau tidur, dulu kalo Mama masih ada, tiap malem Bima suka denger cerita Mama.. Bima kangen Mama.." anak itu berucap tanpa sadar dengan air mata yang sudah jatuh dari netranya.

Salma yang gampang terenyuh itu mau tak mau juga ikut menangis dalam diamnya "Bima sering di ejek Radit sama Adisti kalo nggak punya Ibu.. Salah Bima apa Tante?" tanya nya dengan lugu, hal itu membuat Salma mendekat dan mengelus pipi Bima yang sudah basah dengan air mata "Bima sakit gini, kalo nggak ada Tante Salma siapa yang ngurusin? Ayah terus kerja nggak pulang-pulang.."

"Hussss... Nggak boleh Bima gitu, Ayah kerja juga buat jajan Bima ya.. ya udah, sekarang Tante Salma jadi Mamanya Bima juga deh.. Sekarang panggil Tante Salma Ma Salma ya?" rayu Salma untuk menghilangkan kegelisahan hati Bima. Dia tak tahu, jika selama ini Bima menjadi korban buli teman-temannya, ya meski buli anak TK hanya saling olok-olok an atau hal kecil lainnya, tapi itu juga berdampak pada pengaruh psikis Bima sendiri.

"Bima pengen punya Mama kaya Tante Dista, Bima sayang banget sama Tante Dista, Bima keinget pas hujan-hujan dulu Tante Dista jemput Bima pakek mantel sama naik sepeda karena motor Tante Dista mogok, Ma Salma kan sekolah? Bisa nggak buat Tante Dista tinggal disini sama Bima?" Salma hanya memperhatikan dan menyimak cerita Bima dulu hingga selesai "Bima juga udah bilang sama Tante Dista buat tidur sekamar sama Bima, tapi Tante Dista nolak.." tuturnya dengan wajah lesu, Salma tersenyum sebentar.

"Ya nanti Ma Salma bilang sama Ayah deh ya.."

"Beneran Ma?" tanya Bima dengan gurat binar berharap lebih bahwa Salma menyetujui usulannya.

"Iya dong, masa Ma Salma boong? Udah sekarang mam buburnya selesai, Bima minum obat terus bobo lagi ya.. Jangan sedih-sedih lagi ya.." bujuk Salma dengan mulai menuang sirup berperisa jeruk itu kedalam sendok takar. Salma membuka mulutnya untuk mencontohkan kepada Bima dan anak itu menurut untuk meminum obatnya "Nah pinter.." ujar Salma dengan mempuk-puk pipi Bima pelan.

"Bima juga sayang banget sama Ma Salma.. Makasih ya Ma.."

Salma tersenyum lebar dengan jempol diangkat disamping pipi "Sip.."



****



Salma mengaduk sebentar kolak nangka pisang yang sudah matang, menuang nya ke dalam mangkuk bulat untuk dirinya dan Zidan. Pria itu sudah bersih dan segar setelah pulang kerja, jadi Salma berinisiatif memberikan kolak ini dan membicarakan hal penting kepada kakaknya "Mas nggak laper? Salma ambilin makan.. Tadi Bu Ami bikin tempe oseng pete sama goreng lele, gimana?" tanya Salma dari ambang pintu dapur.

Second BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang