Bab 05

228 70 24
                                    

Dista tengah menggulung adonan risol setelah dirinya isi. Dia tak sendiri, ada Bima yang duduk disampingnya dengan menatap lekat. Dista sesekali mengajak nya bicara dan juga tersenyum. Ngomong soal Bu Sari, beliau sedang istirahat karena kurang enak badan sejak dua hari yang lalu "Bima seneng nggak punya temen Tante Dista?" tanya Dista dengan memberi tepung panir pada adonan risol nya.

Bima mengangguk, terhitung sudah empat bulan sejak kepergian Mbak Thallia, Bima selalu dekat dengannya. Dista tak apa, dia sudah menganggap Bima sebagai adik nya sendiri meski anak ini sudah pantas menjadi putranya "Seneng banget Tante, tiap hari kalo Ayah sibuk Tante Dista selalu nyempetin jemput Bima sekolah, padahal Tante Dista kan kerja juga.. Tante baik banget sama aku, Bima jadi makin sayang sama Tante Dista..."

Dista tersenyum "Ya syukurlah kalo Bima sayang sama Tante Dista. Tante juga sayang sama kamu.."

Bima berdehem, anak itu mengubah posisi duduknya. Tangannya yang kecil meraih risol goreng yang sudah Dista siapkan untuknya "Naya nggak main kesini ya Tante?" tanya Bima dengan menatap lekat Dista lama. Dista hanya menggeleng dengan menaikkan bahunya tinggi. Bima sedikit teringat tentang Mama Thallia yang berpenampilan seperti Dista sekarang "Bima jadi inget Mama, dulu Mama juga buatin nuget buat Bima penampilannya persis kaya Tante, pakek sarung tangan terus itu tu.." tunjuk Bima pada apron yang dipakai Dista sekarang.

Dista terdiam, kepalanya mendongak menatap Bima yang berhenti bicara "Mama nggak pulang-pulang ya Tan? Bima sedih cuma tidur berdua sama Ayah, nggak ada yang ceritain buku buat Bima lagi.." nada sedih dan ekspresi Bima yang sendu itu sedikit membuat hati Dista tercubit "Tapi biasanya Bima bisa tidur dirumah ini, sama Tante Dista, Tante juga ceritain kisah kancil sama Bima, Bima jadi seneng..." senyumnya kembali terbit meski sekilas.

Dista tersenyum juga "Jangan sedih gitu, kan ada Tante Dista sekarang... Kalo Bima mau bobok sini ya gapapa, Tante mau kok kelonin Bima tiap malem.." cengir Dista sebentar. Bima bergerak semakin maju, mencium pipi Dista sebentar. Dista yang diberikan perlakuan demikian tersenyum lebar kearah Bima.

"Tante Dista..?"

"Iya? Ada apa? Kamu ada PR, nanti Tante Dista bantu kerjain.." ucap Dista lembut, dia tak menatap Bima karena harus segera menyelesaikan pekerjaan saat ini. Mengingat jam yang terus berputar dan acara Asa yang juga akan segera dimulai nanti jam tiga sore. Ya! Hari ini Asabilla Putri Pramesti telah dengan hormat melepaskan masa gadisnya, sahabat Dista itu menikah hari ini, akad akan dilakukan jam tiga sore nanti. Setelah itu, acara resepsi berlangsung hingga menjelang malam, mungkin. Jika kalian tanya mengapa Dista tidak pergi ke rumah Asa untuk bantu-bantu bagian dapur atau lainnya, jawabannya salah. Acara pernikahan Asa dan Rafa digelar di gedung Balrina nantinya. Bahkan Dista merasa sedikit iri, meski dia belum menemukan dambaan hati.

"Tante?"

"Eh iya ada apa? Tante sampek lupa kamu ajak bicara Bim.."

Anak itu sedikit melihatkan muka sebalnya "Nggak jadi aja.." Dista melotot sekilas, seperti tak terima karena Bima terlihat ngambek. Bima yang mengerti pun akhirnya meraih tangan Dista yang kotor akibat adonan tepung cair. Dista ingin melepas genggaman itu, tapi Bima tak ingin pegangan itu terlepas.

"Tante mau nggak jadi Mamanya Bima aja? Biar Bima nggak kesepian kalo Ayah lagi kerja?" tawar Bima pada Dista seperti merayu untuk membeli permen.

Deg

Ucapan yang terlihat sepele itu mampu membuat Dista sedikit menahan napas. Pasalnya, sejak dia mengembalikan cincin milik mendiang Mbak Thallia, Zidan sudah menganggap semua hal itu tak pernah terjadi. Bahkan Dista tak pernah terfikir untuk menjadi Mama dari Bima, meski rasa suka itu masih terselip di hatinya untuk Mas Zidan hingga sekarang.

Second BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang