Bab 06

261 67 17
                                    

Sean terus mengintil Dista dibelakang tubuh. Resepsi Asa sudah selesai sejak setengah jam yang lalu, tapi Dista belum menemukan tanda-tanda Mas Chandra dan Mbak Mawar yang keluar dari gedung. Zidan juga, Dista pusing diikuti dua pria yang seperti kehilangan Ibunya.

"Pulang ama gua aja Dis, nanti sekalian ketemu Bu Sari..." tawar Sean dengan mencoba menggandeng Dista, tapi wanita itu menepis sebentar perlakuan Sean padanya. Zidan yang melihat hal itu hanya diam memperhatikan gerik kedua anak mudi ini "Ya nggak bisa! Masih nunggu Mas Chandra sama Mbak Mawar kok, lu kalo duluan ya pulang aja nggak usah nunggu gua.." masa bodoh Dista tak memakai aku-kamu didepan Zidan. Biarlah, biarlah Ayah dari Bima ini tahu sifat aslinya bagaimana.

"Kok gitu elu ama gua?"

Dista tak merespon. Dia segera mengeluarkan ponsel dan menelepon nomor Chandra "Mas dimana toh? Dista udah nunggu setengah jam lho, lama amat keluarnya?" marah Dista dengan sedikit menghentak kakinya yang terbalut heels putih itu. Dia bahkan tak memperdulikan kedua pria yang masih setia menungguinya dari tadi.

"Loh? Mas kok tega!" suara Dista tak terima. Bibir gadis itu sudah maju lima senti karena ulah Chandra. Dia menoleh menatap Sean dan Zidan secara bergantian. Zidan yang sedari tadi memperhatikan tingkah Dista hanya bisa tersenyum. Dista yang sudah berumur dua puluh empat tahun ini ternyata juga masih bisa bersifat seperti Bima.

"Ya Mas juga nungguin kamu dari tadi Dis! Mbak perutnya sakit tiba-tiba, udahlah pulang sana cari tebengan siapa gitu. Mas juga ketemu Zidan tadi, pulang bareng Ayahnya Bima aja. Salahmu sendiri!" ketus Mas Chandra lalu mematikan panggilan itu sepihak. Pikiran Dista sudah meledak-ledak, tapi ternyata Mbak Mawar yang lagi sakit.

"Gimana?" tanya Sean. Dista menatap julid pria itu, lalu beralih menatap Ayah Bima "Bareng gua naik mobil ya?" Sean tetap semangat empat lima merayu Dista yang bahkan sudah tak tertarik untuk berhubungan dengan masa lalu menyakitkan ini.

Dista menatap Zidan sebentar "Mas naik apa kesini?" tanya Dista pelan.

"Saya cuma naik motor Dis, kamu pulang bareng temen kamu itu aja naik mobil..." tutur Zidan lembut sembari menunjuk Sean yang sudah mengeluarkan kunci mobil dari kantong celananya. Lihat! Bahkan kesombongan Sean masih saja sama dengan empat tahun yang lalu.

Dista sedikit melangkahkan kakinya menjauh dari Sean "Lu pulang, gua mau bareng Mas Zidan... Udah gitu aja ya, semoga kita nggak ketemu lagi.. daripada lu abis gua cincang.." Dista melangkah pergi menuju montor vario hitam di samping pohon mangga itu. Dista hapal sekali dengan motor Zidan, jadi tanpa bertanya, Dista juga sudah tau mana milik Zidan.

Zidan yang tak mengerti masalah dari keduanya hanya mampu tersenyum kikuk ke arah Sean saat berpamitan, pria itu sudah mengumpat dari tadi. Dengan langkah lebar, Zidan segera menyusul Dista yang sudah melepas heels putih di tengah jalan "Kamu bareng saya Dis?"

"Nggak boleh Mas?" entah mengapa, hati Dista tersulut-sulut emosi karena bertemu Sean hari ini. Zidan menggeleng "Ya boleh saja, tapi saya mau mampir beli ayam bakar buat Bima sama Bu Ami.."

Dista hanya mengangguk "Nggak papa, yang penting Dista pulangnya ama Mas Zidan, nitip ini di jok motor Mas.." kata Dista dengan menyerahkan heels putihnya kepada Zidan. Dista memilih pergi tanpa alas kaki alias nyeker, tumitnya sudah memerah sedari tadi. Daripada membuat masalah pada kakinya, ya lebih baik Dista nyeker.

Zidan membuka jok motor kemudian menutupnya setelah heels dan juga tas hitam kecilnya masuk ke dalam sana. Tanpa bicara, pria itu menyerahkan satu helm yang menggantung di spion motor "Buat Dista?" tanya Dista polos dan Zidan mengangguk saja.

"Enggak Mas, buat Mas aja. Dista nggak usah pake helm. Yuk Mas keburu malem.." ajak Dista cepat. Pria itu menaiki motornya dan disusul Dista di belakang. Hati Dista sedikit berdebar tapi juga panas gara-gara si Sean tadi. Ah, bukan waktunya Dista untuk berbunga-bunga sekarang. Dia hanya perlu meredam emosi akibat bertemu pria bajingan tadi.




Second BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang