Zidan menatap Dista dengan pandangan tak terbaca "Saya nggak keburu Dista, kita bisa kenalan lebih jauh ya umumnya sepasang kekasih, kamu juga bisa mempertimbangkan dulu, saya ini Duda anak satu dan juga--"
"Mas Zidan.. Dista nggak keberatan sama sekali, Bima udah kaya anak Dista sendiri. Jadi Dista terima lamaran Mas buat jadi istri nya Mas Zidan.." pria itu tersenyum sekilas atas ucapan Dista.
"Maaf, ini mungkin terlalu terburu-buru buat kamu.."
Dista menggeleng tanpa suara, dia bahkan menunggu momen penting ini selama dua puluh lima tahun dirinya bernafas "Nanti saya sama Salma mau bertamu lagi ke rumah kamu.. Tolong kabari Bu Sari ya.. sama Chandra, nanti kalo udah siap, kamu bisa hubungi saya Dis.."
Dista bahagia bukan main. Lidahnya bahkan kelu untuk berucap menjawab kalimat Zidan.
Dia hanya memperhatikan gerak pria yang akan menjadi suaminya ini. Zidan terlihat melepas cincin silver bulat sederhana dengan tiga permata yang tertanam di dalam cincin, mengambilnya dan menyodorkannya ke depan Dista "Jari kamu mana? Ya ini, buat tanda dulu aja ya Dis.. Nanti saya belikan lagi kalau sudah dekat dengan hari pernikahan.. " kata Zidan. Sebenarnya, hati pria itu remuk bukan main, dia tak rela menduakan Thallia, tapi keadaan memaksa untuk bertindak demikian. Terpaksa? Zidan mengiyakan jika ada bertanya kepadanya.
Dista senyum-senyum, keraguan dan kegelisahan itu hilang entah kemana, dia belum berpikir panjang apakah ini akan menjadi pernikahan yang bahagia seutuhnya atau hanya terpaksa dari sang pria "Agak kebesaran ya Mas.." ucapnya dengan memandang jari manisnya itu.
"Saya beli nya cuma ngira-ngira, ternyata kebesaran ya.. Maaf ya Dis.." Zidan memulai topeng kehidupannya sekarang. Dia akan bersifat baik dan mulai menyanyangi Dista karena pilihannya, mungkin sebagai kata imbal balik untuk dirinya dan juga Dista nantinya didalam hubungan pernikahan.
Jika ditanya apakah Zidan nelangsa? Tentu. Dia tak sampai hati melakukan ini semua, ingin mengadu kepada sang Pencipta untuk mengembalikan Thallia ke pangkuannya juga tak bisa, semua sudah terjadi karena garis Tuhan.
Ngomong-ngomong soal cincin, bukan Zidan yang membelinya, melainkan adik perempuannya, Salma. Salma yang tak tahu ukuran jari Dista, waktu itu bertanya kepadanya, dan Zidan memberikan cincin nikah milik Thallia untuk Salma bawa ke toko perhiasan sebagai contoh. Zidan mengira jari Dista seukuran dengan jari Thallia, ternyata tidak.
"Nggak papa Mas, nanti Dista tambahin benang dibawahnya.." tutur Dista dengan memandang lama wajah Zidan yang sendu dan mendamaikan hati.
Dista memang tak salah pilih cinta, pembawaan Zidan yang dewasa, bijaksana, dan juga wibawa yang dimilikinya ini membuat Dista tak bisa menghentikan cinta dihati. Jatuh berkali-kali untuk cintanya, dan dia tak akan pernah merasa bosan.
"Kamu ada acara nggak kapan gitu? Kalau enggak, nanti kita keluar cari makan sama Bima sambil ngobrol yang lainnya, gimana Dis? Kalau bisa nanti kamu hubungi saya ya.. senggangnya kapan..." ujar Zidan.
Dista menganggukkan kepala. Dia terdiam sebentar, menatap kotak tadi yang masih terdapat satu cincin disana. Dista meraihnya, dan melepaskan cincin silver didalam kotak, yang model ini hanya biasa saja, bulat tanpa ada hiasan apapun "Mas.." panggil Dista dengan memegang cincin tersebut.
"Eh iya.." Zidan tersadar, lalu segera menyodorkan jari manisnya. Dista tersenyum sebentar sebelum menyematkan cincin itu di jari sang pria. Dengan rapi, benda bulat itu sudah menghias di jari manis Zidan, dan gemuruh hebat itu menggelegar dalam hati, mulai saat ini dirinya adalah milik Dista meski belum secara resmi, tapi Zidan yakini, hatinya akan sepenuhnya milik Thallia hingga kapanpun.
"Terimakasih ya Mas.."
"Sama-sama, saya juga terimakasih Dis.."
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Bride
FanfictionPradista yang sudah menganggap Athallia beserta sang suami sebagai keluarga, harus rela menjadi pengantin kedua sekaligus Ibu dari Bima Wahyu Pratama, putra tunggal dari keduanya. 11022023 - - Hellothere, 2023.