Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Seperti sebuah tarian.... Yang tak kunjung selesai...."
Ibu kota lagi lagi diguyur hujan pada sore ini, kota Bandung seolah olah tak bosan untuk terus menciptakan hawa dingin. Sekolah telah bubar beberapa waktu lalu, dan para siswa berbondong bondong untuk cepat pulang ke rumah karena takut kehujanan selama di perjalanan.
Terkecuali Ali, pemuda yang masih memakai celana berwarna biru tua beserta bet nama sekolah menengah pertama di lengan kanan itu masih asik berdiam diri di halte bus seberang sekolah.
Kedua telinganya disumpal oleh earphone, musik yang ia pilih sengaja diputar dengan volume keras buat menutupi suara berisik dari derasnya hujan. Ujung sepatu berwarna hitam Ali terkena cipratan air, namun kelihatannya Ali tidak peduli sama sekali dengan itu.
Ali hanya diam di sana, menatap satu persatu siswa lain pergi setelah dijemput oleh masing masing orang tua. Sampai ketika matahari hampir terbenam sepenuhnya, dia masih di sana entah untuk apa.
Andai, andai dia sendiri juga tau untuk apa dirinya disini.
Namun, sepertinya bumi memberi suatu kesempatan. Suatu hal yang membuat kedua mata Ali tertuju pada segerombolan siswa lain yang seragam sekolahnya sama persis seperti yang di kenakan Ali.
Tengah menggeret satu pemuda lain di sana.
Ah, kejadian klasik yang udah menjadi hal normal di sekolah.
Ali ngedengus sebel, kesal pada diri sendiri karena punya jiwa kepedulian tinggi terhadap orang lain disaat orang lain tak peduli dengan dirinya. Jadilah Ali bangkit dari tempat duduk halte, berlari kecil dibawah gerimis untuk mengikuti kemana tujuan mereka membawa satu anak itu.
Gani, pentolan sekolah itu membawanya ke dalam gedung belakang sekolah yang sedang di renovasi. Dengan seenak jidat Gani dengan antek anteknya menerobos garis polisi dan menendang kayu pembatas.
Ali tetap mengikuti, hatinya tak di selimuti rasa takut tetapi penasaran akan apa yang dilakukan sama Gani.
"Sampah sekolah kaya lo harus dikasih pelajaran gak sih?"
Teman teman Gani tertawa setelah melempar tubuh siswa laki laki berkacamata itu pada si ketua, membuat telapak tangannya luka karena tergesek oleh kasarnya permukaan bangunan.
Ali mendesis, melihatnya saja dia bisa membayangkan bagaimana perihnya luka itu. Ali bersembunyi pada tembok pembatas tangga, berjarak sekitar dua meter dari para bajingan sok berkuasa.
Gani mengangkat dagu si korban, menatap rendah seolah harga dirinya telah diinjak injak. Ia merogoh saku celananya, mengeluarkan sekotak rokok berwarna ungu dan mengeluarkan satu batang.
Si ketua merokok dengan santai, masih dengan kaki yang menahan dagu siswa itu untuk tetap melihatnya dari bawah. Posisinya sangat tidak menguntungkan, Ali bisa melihat siswa itu menahan tangis sebab rasa ketakutan yang luar biasa.