Bagian 11; Seperti Takdir Yang Kita Tulis

203 31 7
                                    

Di kehidupan selanjutnya, tetap menjadi kita yang seperti ini ya?

Di kehidupan selanjutnya, tetap menjadi kita yang seperti ini ya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TW! mentioning of death, suicide, etc



Kalau ada yang bertanya, apa ada hal yang disukai pemuda Haliandra, maka hujan jawabannya.

Bukan, bukan rintik hujan kecil yang hanya datang di waktu singkat, tetapi hujan deras yang sampai membawa badai.

Kenapa?

Karena dengan itu, Ali bisa menyembunyikan tetesan air mata, dan menyatu bersama tetesan hujan yang ada di udara.

Makanya dulu Ali tidak pernah absen dimarahi Bunda karena selalu pulang dalam keadaan basah kuyup. Berbeda dengan sang Mama yang hanya akan tertawa dan sesekali ikut bermain hujan dengannya.

Rasanya bahagia, sangat bahagia sampai sampai Ali lupa, bahwa di setiap kisah tiap tiap anak manusia tidak akan luput dari yang namanya titik dan koma. Ali juga lupa, bahwa di setiap kebahagiaan pasti ada pula kesedihan yang menyempurnakan.

Maka dari situ, Ali kecil tak lagi percaya, bahwa bahagia itu akan selalu berjalan beriringan sampai akhir jalan langkahnya terhenti, sekalipun sampai ia mati.

Ali rasa, beberapa dari kalian tahu, bagaimana rasanya melihat sosok Ayah yang kalian hormati sedang beradu mesra dengan seseorang yang bahkan tidak kalian tahu siapa itu.

Mungkin beberapa dari kalian juga tahu, bagaimana sesak dada kalian ketika mendengar tangis pilu sang ibu. Dan juga mungkin beberapa dari kalian tahu, suara bising dari serapahan, pecahan barang, suara lantang dari kedua manusia yang begitu kalian sayang.

Ali merasakan itu, jiwanya terlalu cepat untuk dipaksa mengerti keadaan.

Maka dari itu, lima tahun setelah kehilangan Mama, orang orang tak lagi mendapat senyuman seorang Haliandra. Kebiasaannya pun masih sama, bermain hujan ketika pulang sampai harus dihukum karena tak memakai seragam sesuai harinya akibat belum kering di atas jemuran.

Tak apa kalau kata Ali. Setidaknya, hujan tak menyuarakan protes seperti manusia lain.

Jadi disinilah Ali, di tahun kedua sekolah menengahnya, Ali lagi lagi berjalan santai dibawah guyuran hujan. Lirikan aneh tertuju pada pemuda manis itu, tetapi Ali tetaplah Ali, dia tidak peduli. Matanya menatap lurus pada jalanan aspal yang basah, bahkan ketika sesekali ada kendaraan yang melintas matanya tetap tak lepas.

Tapi tak lama setelahnya, hujan yang awalnya terasa menerpa kepala kini tak lagi ia rasakan ditambah dengan siluet orang lain disebelahnya. Berdecak, Ali mengangkat kepala untuk melihat siapa yang berani mengganggu waktu damai nya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bandung; HoonsukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang