8

140 26 2
                                    

Meskipun cerita ini sudah ketebak....


HAPPY READING


Sasuke sudah menjelaskan semuanya, bahwa percakapan waktu itu belum selesai dan kedua orang ini sudah terlanjur putus.

Satu minggu cukup baginya menilai Rakuzan. Apalagi selama dua tahun ini, Sarada sering menceritakan kegiatan dia dan Rakuzan di sekolah. Namun kali ini, Sasuke juga ingin jawaban pasti. Seperti halnya Rakuzan yang mengambil keputusan cepat saat itu.

"Aku tidak ingin putriku mengganggu karirmu, jadi jangan terpengaruh!"

"Saya sudah katakan Sarada bukan pengganggu," bantah Rakuzan cepat.

"Kalu begitu pergi saja ke universitas yang kamu mau tanpa memikirkan Sarada!" Perintah Sasuke acuh. Rakuzan bukan anaknya, seharusnya tidak perlu perduli.

"Mana bisa begitu, Universitas senju itu banyak..."

"Tidak. Aku tidak setuju jika begitu." Pendirian Sasuke cukup tegas. Dia sudah terlanjur basah melihat tekad Rakuzan yang ingin pergi ke luar negeri.

"Saya juga tidak mau jika harus berjauhan lama dengan Sarada." Rakuzan ikut keras kepala. Meskipun dia sudah memasukan segala macam data ke pihak beasiswa Jerman. Masih ada sisa waktu untuk reupload.

Sarada diam saja melihat perdebatan keduanya. Tidak mengerti kenapa ayahnya bisa keras kepala seperti Rakuzan. "Aku jadi pusing mendengar kalian."

"Ini gara-gara kamu yang tiba-tiba muncul sambil menangis," tuding Rakuzan kesal.

Sasuke juga mengangguk setuju. Kemudian Sasuke melihat Rakuzan yang lahap memakan pizza. Hah. "Terserah! Pokoknya aku tidak akan merestui kalian jika Rakuzan masih kuliah di dalam negeri."

"Kenapa begitu? Saya daftar ke sana belum berarti lolos." Rakuzan memicingkan mata. Ya, dia bisa melakukan trik agar bisa satu universitas dengan kekasihnya.

"Nah, makanya. Pasti peringkat kamu di sekolah didapat setelah melakukan kecurangan," tuding Sasuke tidak sekenanya.

"Fitnah macam apa ini?" Rakuzan menoleh pada Sasuke dengan tatapan lekat. Menit berikutnya raut wajahnya berubah lembut. "Saya akan datang pada Anda empat tahun lagi." Keyakinan Rakuzan itu tinggi dan dia selalu mencapai apa yang dia usahakan.

"Tentu saja. Aku tidak akan diam jika kamu berani macam-macam!" Sasuke melirik Sarada dibalik kaca. "Tapi ngomong-ngomong kau bisa yakin akan lulus dalam empat tahun? Aku rasa pasti butuh lebih." Sasuke melirik Rakuzan dari ekor matanya. Dia mendengus karena mata pemuda itu masih menyorotkan keyakinan.

"Hah? Kita buktikan nanti." Rakuzan menyeringai senang.

"Jadi perang debat tadi dimenangkan oleh Papa? Ih, gak asyik. Masa kita LDR." Sarada menyembulkan kepala ke depan. Menoleh tepat ke arah Rakuzan.

"Mau dapat restu atau tidak?" tanya Rakuzan sarkas.

Lagi pula, Rakuzan menangkap baik maksud Sasuke. Dia bisa cepat menyadarinya tadi. Pria itu ingin mereka sebagai anak muda tidak terhalang apa pun dibalik komitmen yang sedang mereka genggam. Mimpi adalah utama, masa muda adalah awal mula dari masa depan. Sasuke akan menjaga Sarada adalah kewajiban, tapi bukan itu. Yang penting tujuan akhir mereka jelas. Dia dan Sarada bisa berhubungan dengan restu orang tua mereka itu lebih menyenangkan.

"Pertunangan kalian di Restoran Akimichi saja. Apa aku perlu menemui orang tua kamu dulu?" tanya Sasuke serius.

Rakuzan menggeleng. "Tidak perlu. Lagi pula nanti juga bisa melakukan perkenalan keluarga." Sebenarnya, Rakuzan tidak mau ribet di saat acaranya hanya menghitung hari.

TWIN? NO! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang