17

156 31 5
                                    


HAPPY READING


Ruang BK bubar dalam satu kali serang. Sakura menatap Rakuzan dengan tatapan marah, tapi dia memang tidak pernah meledakkan kemarahannya lewat kata-kata.

"Ma! Jangan menatap marah begitu! Aku bisa bonyok jika hanya menunggu bantuan datang." Rakuzan menggenggam jari jemari ibunya. Dari kecil hingga kini, hanya dengan mata melotot ibunya dia paham jika dia sedang dimarahi.

Sakura tidak menyahut. Dia tidak tahu harus menunggu Sasuke berbasa-basi atau pulang duluan. Rasanya yang tidak beretika adalah dirinya jika dia ikut bubar begitu saja.

"Sekalian saja data Rakuzan dirubah."

Mata Rakuzan terbelalak. Menatap tajam punggung pria itu dari belakang. Telinganya tidak salah dengar, kan? "Ma! Tidak bisa begitu." Rakuzan menggeleng keras, meminta tolong pada ibunya.

Sakura juga agak sensitif mendengar kalimat Sasuke. "Bukankah ini terlalu melebihi batas?" Biar bagaimana pun Rakuzan dan Sarada dikenal sebagai sepasang kekasih. Akan lebih baik mereka tetap layaknya orang tua yang sudah bercerai.

Sasuke berdiri dan memegang pundak Sakura. "Tidak ada yang melebihi batas. Rakuzan harus punya data yang jelas, Sakura." Sasuke sudah memikirkannya, nama Rakuzan akan masuk dalam daftar pewaris perusahaan miliknya. Sama seperti Sarada.

Kening Rakuzan mengkerut, gigi saling menekan kuat, dan marah. "Aku tidak mau!" protes Rakuzan keras.

Sasuke hanya mengacak rambut putranya. "Masuk kelas!"

Rakuzan terdiam sesaat. Lalu mengabaikan dan menatap ibunya penuh harap. "Ma! Aku tidak mau ganti identitas!" Rakuzan tidak terima. Apa kata mereka? Dia anak angkat pacarnya sendiri? Hell, no!

"Mama yang urus, Rakuzan." Sakura khawatir dengan emosi putranya. Ini masih di sekolah. Di hadapan para guru.

Rakuzan tidak percaya. Ibunya kurang bisa diandalkan dalam pertarungan adu mulut, dia tahu itu.

Rakuzan menatap Sasuke tajam. "Anda itu hanya orang luar. Kami hanya perlu berterima kasih karena hari ini sudah membantu. Tidak lebih dari itu." Rakuzan tidak rela. Reputasi dan harga dirinya bisa tercoreng.

Beberapa guru di belakang Sasuke saling pandang karena tidak mengerti.

"Aku akan kembali ke kelas setelah pria itu pergi dan tidak mengatur kita." Rakuzan menunduk menatap ibunya yang mengkerutkan dahi.

Sama seperti Rakuzan yang keras kepala, Sasuke juga begitu. Semua orang akan lebih mendengarkannya dari pada Rakuzan, itu fakta.

"Sebenarnya Rakuzan putra kandung saya. Kembaran Sarada. Saya ingin keduanya menyandang nama Uchiha. Bisa?"

"Oh..." Guru kesiswaan hanya bisa kicep. "Bagaimana, Pak?"

"Tidak, Pak Guru. Jangan dengarkan dia!" Rakuzan agak maju agar bisa sedikit sejajar dengan Sasuke.

Semuanya tidak mendengarkan Rakuzan. "Oh, begini Pak... Merubah data siswa bukan bagian kami. Namun jika memang banyak dirubah, siapkan data-datanya dulu! Nanti pihak kami akan menghubungi Bapak."

Sasuke mengangguk setuju. "Baik. Nanti sekretaris saya yang akan datang mengurus."

"Begitu, ya, jadi Rakuzan putra kandung Bapak?" Anko berucap canggung. "Selamat, ya, Nak, sudah bertemu Papa!"

Rakuzan menggeleng keras. "Tidak. Itu bohong!"

Sakura hanya bisa memendam kesal. Sambil menahan tubuh Rakuzan agar tidak memukul Sasuke. Dia sakit hati saat putranya dibuat marah-marah begini.

TWIN? NO! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang