9

158 31 7
                                    

Ini yang kalian tunggu tunggu, Guys.... Semoga suka ya....

Semoga kali ini me bisa tertawa dengan aneka feedback dari kalian 😭



HAPPY READING



Sasuke duduk di ruang tengah keluarga besarnya. Hanya ada ibu dan ayahnya. Berarti keluarga Itachi tidak pulang setelah dia mengabari Sarada akan bertunangan.

"Kau gila, ya, Sasuke. Kenapa selera kalian selalu rendah." Mikoto memijit keningnya berulang kali kala mendengar cucu pertamanya akan bertunangan dengan orang berbeda status sosial.

"Aku hanya memberitahu kabar pada Ibu dan Ayah. Aku tidak memaksa kalian untuk datang." Seperti yang Sasuke kira, reaksi orang tuanya akan sama saja.

"Mana sudi aku menemui orang miskin lagi. Dan... Bagaimana kalian akan melangsungkan pertunangan tanpa keluarga lengkap? Tanpa restu seluruh keluarga, pertunangan tidaklah sah," bentak Mikoto kasar.

Sasuke mendengus pelan. "Orang tua Sarada hanya aku. Dia hanya perlu restu dariku. Kalian tidak lebih dari sebuah pemanis jika datang."

Sasuke berdiri angkuh, dia masih menyalahkan orang tuanya atas kepergian istrinya. Terlepas dari apapun kebenciannya. "Aku permisi!"
.
.
.
.
.
Sakura memakai gaun putih gading, dengan rambut disanggul rapi. Sebuah jepit berwarna senada dengan ditaburi mutiara emerald bertengger manis di rambut merah mudanya.

Bahkan Rakuzan menatap ibunya takjub. Dia hanya meminjam beberapa alat make up pada teman-temannya dan tara... Sekelas ibu negara bisa muncul di rumahnya. Siapa yang mengira, seorang ibu yang setiap hari hanya memakai pakaian sederhana dan bedak seadanya bisa dandan serapi ini.

Sakura mendengus berkali-kali, sejak di rumah sampai mereka mencapai restoran tujuan, Rakuzan tidak berhenti menggombal receh. Pantas saja, Sarada bisa kepincut sang putra jika pujiannya terus melambungkan asa.

Rakuzan juga sangat tampan dengan balutan jas rapi dan pas di tubuh. Rambut pantat ayam merah mudanya sulit dirapikan, dan akan terus seperti itu. Ya, sudah. Memang tirisan anak ayam, ya, seperti itu. Sakura menyerah. Setidaknya, putranya lebih berkelas dari tampilan sehari-hari yang memang selalu tebar karisma.

"Atas nama Sarada?" Rakuzan bertanya pada seorang pelayan restoran.

Kemudian mereka digiring ke ruangan yang telah dipesan Sarada.

"Rakuzan, Mama lupa tidak menanyakan siapa nama keluarganya." Sakura mungkin pernah bersinggungan dengan beberapa orang penting di masa lalu.

"Mama akan tahu setelah ini, yang jelas sekolah itu isinya orang-orang berduit semua." Rakuzan dan Sakura menduduki kursi membelakangi pintu.

Terdapat dekorasi ruangan yang bertugas 'Happy Engagement Sarada & Rakuzan'.

"Kau tidak merasa minder, kan?" tanya Sakura khawatir. Tentu saja ini pertanyaan lama yang sering dia lontarkan.

"Sudah aku bilang, Ma. Hal seperti itu tidak ada dalam kamus-ku." Rakuzan melirik jam tangan baru yang dibeli kemarin sebagai aksesoris pemanis. "Sarada agak terlambat." Sejatinya, Rakuzan agak tidak sabar.

"Nah, nah, bunyi jantung siapa ini? Dug... Dug... Dug..." Sakura menggoda Rakuzan dengan senyum nakal.

Rakuzan salah tingkah sendiri. "Mama!" protes-nya malu.

Sakura terkekeh riang. "Sarada pasti akan cantik malam ini," tebak Sakura. Karena pada dasarnya, Sarada memang cantik.

Senyum Rakuzan terkulum malu, lalu membayangkan Sarada. "He~emp..."
.
.
.
.
.
Sasuke dan Sarada tiba. Sarada tidak kecewa meskipun berangkat berdua dengan sang papa. Urusan neneknya, nanti saja. Sarada benar-benar tidak punya waktu atas protes mereka.

TWIN? NO! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang