27

161 31 12
                                    

HAPPY READING

Rakuzan merasa lega saat mendapatkan pesan singkat dari Sarada yang mengatakan ayahnya sudah sadarkan diri. Ini hari keempat setelah kecelakaan. Selama itu, Sarada hanya akan makan jika hanya dirinya yang membawakan makanan dari rumah. Jadilah dia yang berencana menjenguk satu kali, malah setiap hari datang.

Bagaimana dengan keluarga Uchiha? Rakuzan sudah biasa didiamkan. Entah apa yang membuat mereka lebih memilih diam dari pada memakinya. Yang jelas, dia tidak memusingkannya meskipun dalam satu malam Uchiha Fugaku juga sempat menginap di rumah sakit.

Rakuzan menatap langit yang tampak mendung. Tidak ada alasan lagi bagi Sarada merajuk, dan memaksanya untuk datang bagai orang bodoh. Datang malam, dan pulang di pagi buta. Tentu saja, dia harus sekolah dan mengantar ibunya ke kedai.

Kini Rakuzan bisa kembali fokus pada aktivitasnya seperti biasa. Dia yakin Sasuke bisa melewati semua prediksi dokter dengan baik. Rakuzan malu bertanya lagi, tentang kondisi pria itu setelah sadarkan diri.

Rakuzan kembali membuka aplikasi hijau, tidak lupa mengabari ibunya. Sekalian memberitahu hari ini dia tidak akan pergi ke rumah sakit, agar ibunya tidak membuatkan makan malam lebih.
.
.
.
.
.
Sedangkan di lain sisi, Sarada menunggu Rakuzan datang. Memang benar ayahnya tidak bangun tiba-tiba hanya karena pemuda itu menginap satu malam. Hanya saja di kesempatan kali ini, mungkin bisa dijadikan awal dari segalanya.

Awal dari mereka berempat tidak lost contact lagi. Meskipun sebagai status berbeda. Sarada bisa datang pada ibunya ketika rindu, begitu juga Rakuzan. Pemuda itu tidak perlu ragu meminta apa pun pada ayah mereka. Meskipun pada akhirnya mereka tidak bisa bersatu dalam kondisi apapun.

"Menunggu siapa?" Sasuke bertanya lemah. Dia merasakan kegelisahan putrinya.

Sarada menggeleng kaku. Sedangkan semua orang di sana sudah tahu, Rakuzan yang Sarada tunggu. Bahkan Itachi sampai menghentikan ketikan pada keyboard-nya.

"Papa tidak bisa dibohongi, Sarada." Sasuke ingin setidaknya bisa bergurau, tapi itu bukan sifatnya. Sejak dia bangun, suasana sudah diisi dengan tatapan kekhawatiran, kesedihan, dan kasihan. Sedikitnya itu cukup membebaninya.

Sasuke berusaha menerima semuanya dengan lapang. Satu kakinya lumpuh sementara. Katanya ini lebih baik karena sebelumnya diagnosa mengatakan kemungkinan besar kedua kakinya akan lumpuh. Dia belum bisa bangun karena bagian dadanya nyeri, bekas jahitan operasi masih sangat baru. Tangan kanan yang belum berfungsi sebagai mestinya karena ada bengkak. Juga beberapa lebam yang lain. Ah sudahlah... Yang terpenting sekarang adalah bagaimana putri cantiknya tidak terus bersedih.

"Sarada kangen Papa." Sarada menempelkan keningnya di bahu sang Papa.

"Papa disini, Sayang." Yang walaupun dia tidak akan bebas bergerak, Sasuke tidak akan menyerah. Ini hanya sementara tubuhnya tidak berdaya.

Sasuke menyaksikan tayangan televisi yang sedang ditonton ibunya dengan volume rendah. "Kenapa media masih membicarakan kecelakaan itu, Yah?"

Fugaku yang sedang fokus pada materi perusahaan di tabletnya mengalihkan perhatian. "Pelakunya belum ketemu."

Sasuke menghela napas kasar. "Aku kecelakaan tunggal. Tidak perlu mencari seseorang yang tidak bersalah."

Kecelakaan itu bisa saja terjadi pada siapa saja. Mungkin memang saat itu Sasuke sedang teledor. Ditambah cuaca buruk dan medan jalan yang tidak mendukung. Dia menyetir sendiri dari luar kota malam-malam. Memang sudah biasa, tapi kemungkinan buruk bisa saja terjadi.

"Biarkan netizen yang berbicara!" Fugaku tidak mau mengambil pusing. Beberapa awak media terus saja merasa haus berita yang isinya itu-itu saja. Bahkan keluarganya kerepotan setiap kali keluar masuk rumah sakit dikarenakan banyak peliput media yang menyamar.

TWIN? NO! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang