22

137 28 4
                                    




HAPPY READING




Malam minggu, pada umumnya menjadi malam romantis bagi para pasangan, bagi keluarga atau bagi mereka yang sedang dimabuk asmara. Diliputi suka cita dan tawa canda yang merdu didengar serta menenangkan jiwa dan raga.

Berbeda dengan keluarga kecil Sasuke yang telah terjalin selama sembilan belas tahun, tapi hanya kurang dari dua tahun hubungan sesungguhnya. Tujuh belas tahun jelas terlewati tanpa tahu apa itu rumah tangga? Bagaimana cara membina keluarga?

Saat pada akhirnya bertemu kembali, sama seperti sepucuk surat yang pernah ditinggalkan. Untuk membahas perceraian.

Disaksikan Kakashi, Neji, Naruto dan Akashi--pengacara yang dipilihkan Naruto. Tidak lupa kedua anak mereka yang ingin menyaksikan langsung. Tidak peduli akan terluka atau tidak, mereka tetap keras kepala. Padahal hari senin, Sarada harus ujian universitas.

Rumah Sakura menjadi tempat paling ramai sepanjang dia kembali ke ibukota. Sasuke memang sudah mengabari sebelumnya, sehingga dia setidaknya mempersiapkan banyak kudapan. Beli. Tentu saja. Karena orang-orang ini, bukan orang sembarangan yang bisa dia sajikan makanan dagangannya.

"Jadi keputusan kamu masih sama?" tanya Sasuke datar.

Sarada bahkan menghela napas kasar, karena itu pertanyaan berulang dari para orang dewasa dengan jawaban yang sama.

"Ya."

Sasuke menoleh pada Neji dan mengangguk. Sesuai saran Naruto yang beberapa malam ini selalu menemaninya di bar. Tidak peduli siapa yang sebenarnya berbohong di masa lalu. Kebenarannya seperti apa. Itu memang tiada artinya ternyata.

"Karena jalur diskusi sebenarnya sudah lewat. Masa berpikir pun sudah menemui titik akhir. Jika memang kedua belah pihak telah setuju dengan keputusan, maka perceraian bisa dilakukan."

Sakura menghela napas lega. Begitu juga dengan Rakuzan yang langsung bersender di kepala kursi. Kedatangan Fugaku beberapa hari lalu cukup membuat luka Rakuzan terbuka lebar. Dia tidak bisa mengambil resiko berbahaya bagi ibunya.

"Namun ada beberapa hal yang harus disimak baik-baik!" Neji menatap Sakura dengan seksama, juga pengacaranya. "Meskipun hak asuh Rakuzan masih dalam asuhan Sakura, Sasuke masih akan bertanggung jawab atas segala keperluan Rakuzan hingga dewasa."

"Demi Tuhan, aku bukan bayi lagi," protes Rakuzan kesal. Dia tidak bergerak sedikit pun dari posisinya.

"Rakuzan!" Sakura meminta putranya untuk tenang dulu.

Sedangkan, di tempat duduk yang lain, Sarada hampir meledakkan tawa karena ekspresi Rakuzan baginya saat ini sangat lucu.

Sasuke menjewer pelan telinga Sarada. "Berisik!" ujarnya berupa bisikan.

"Ada satu unit apartemen, dua restoran cabang, satu pabrik tekstil, sejumlah uang, dua mobil serta dua motor untuk kalian gunakan. Biaya pendidikan, uang saku, biaya kesehatan atau biaya pernikahan Rakuzan di masa depan akan ditanggung terpisah. Jika Rakuzan berkenan bekerja di perusahaan utama, akan ada tempat khusus untuk mengisi posisi kosong. Jika kalian sudah paham, kedua bersangkutan silahkan tanda tangan!" Karena soal ini, Neji tidak perlu persetujuan Sakura.

Sakura menatap kertas yang disodorkan Neji tanpa arti, lalu menghela napas panjang. "Terima kasih sebelumnya, tapi untuk hal-hal yang sebutkan tersebut. Tolong, pihak Sasuke sendiri yang mengelola untuk Rakuzan! Aku tidak akan melarang karena itu hak putraku."

Rakuzan kembali akan protes tapi Sakura melarang. Sekali lagi, itu hak Rakuzan.

"Ma, kita tidak butuh semua harta mereka!" Akhirnya hanya berupa bisikan yang keluar dari mulut Rakuzan. Tetap saja, itu terdengar jelas di telinga para tamu.

TWIN? NO! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang