3 - Abnormal Trick

5 2 0
                                    

Meski tidak ingin memikirkannya, wajah Oliver muncul terus-menerus di dalam kepala Violetta. Cukup mengejutkan setelah mengetahui bahwa Oliver berasal dari Kerajaan Zashos. Violetta curiga jika Oliver tidak punya kutukan, apakah dia keturunan asli dari keluarga kerajaan?

Lamunan Violetta terbuyar saat Beryl memanggilnya berkali-kali. "Ada apa, Beryl?" tanya Violetta langsung begitu tersadar mereka sudah tiba di lantai dua setelah menikmati bersantai-santai di kolam renang.

"Lihatlah." Jari telunjuk Beryl menunjuk segerombolan yang terdiri dua laki-laki dan tiga perempuan sedang berusaha mengendap-endap pergi ke lantai atas, yaitu lantai yang dilarang untuk diinjak oleh para tamu yang diundang. "Apa mereka tidak takut, ya? Meski ini program liburan, kita juga harus mematuhi peraturan yang ada. Bagaimana kalau ada makhluk lain di lantai atas?"

"Maksudmu?" Violetta masih tidak begitu paham dengan 'makhluk lain'.

"Tentu saja, hantu. Coba pikirkan, pulau mana pun pasti ada hantunya." Entah kenapa, Beryl malah merinding sendiri. "Kuharap mereka tidak macam-macam atau program liburan ini akan hancur dalam sekejap."

Violetta terkikik pelan, melihat betapa takutnya Beryl jika program liburan ditiadakan dibandingkan hantu bermunculan. Mereka berdua berpisah di depan kamar Violetta. Tak lupa Beryl mengingatkannya acara wajib di malam hari yang mengumpulkan semua peserta di satu tempat, yaitu ruang makan besar di lantai satu.

Karena kelelahan setelah bermain di kolam renang, Violetta langsung merebahkan diri di atas kasur. Pandangannya tertuju ke langit-langit. Menurutnya, hari ini benar-benar melelahkan karena perjalanan yang panjang. Seperti ada sesuatu yang berat di matanya, perlahan-lahan mata Violetta terpejam hingga ia tertidur pulas.

Tak tahu Violetta sudah tidur berapa lama, Violetta terpaksa terbangun saat mendengar ketukan pintu dari luar. Awalnya Violetta mengira bahwa yang datang adalah Beryl untuk menjemputnya, ternyata bukan. Sosok pemuda dengan memakai pakaian pelayan dan rambutnya yang berwarna putih serta mata berwarna merah muncul di depan pintu. Violetta sedikit terkejut dengan warna matanya yang menakutkan.

“Semua tamu sudah ke ruang makan besar. Hanya Anda satu-satunya yang belum datang. Maka itu, saya datang menjemput Anda.” Pemuda itu sedikit membungkukkan badan tanpa membuat ekspresi.

Violetta segera mencari ponsel di dalam ruangan untuk melihat jam. Waktu sudah menunjukkan jam tujuh malam dan sudah waktunya berkumpul di ruang makan besar untuk memulai jamuan makan malam. Dalam hati Violetta berkali-kali mengucapkan mustahil. Padahal dia merasa baru saja tertidur pulas selama beberapa menit.

Pemuda pelayan itu masih menunggu sehingga Violetta mempercepat persiapannya. Setelah selesai bersiap-siap, pemuda pelayan itu masih tidak bersuara selama berjalan menuju ruang makan besar.

Merasa sedikit canggung, Violetta memulai percakapan dengan sebuah pertanyaan yang membuat dia penasaran sejak awal melihatnya. “Umm… kalau kau tidak keberatan, apa aku boleh menanyakan sesuatu?”

“Silakan, katakan saja.” Ketenangannya belum tergoyahkan. Setelah pertanyaan Violetta dilontarkan, apa dia masih berekspresi yang sama?

“Sepertinya tadi ada penduduk asli juga sedang menginap di sini. Apa memang penduduk di sini semuanya punya mata merah? Oh, bukan berarti aku mengejekmu. Temanku juga punya mata merah, tenang saja.” Violetta sangat berhati-hati dalam pemilihan kata, takut menyinggung perasaan si pemuda.

Pemuda itu terdiam sejenak, lalu berkata dengan pelan, “Cepat atau lambat, Anda akan mengetahuinya.”

Suasana di antara mereka berdua kembali canggung. Violetta setengah paham dan setengah tidak dengan jawaban singkatnya. Dia menduga mungkin nanti para peserta akan dikenalkan sejarah Pulau Dartden.

Bloody BanquetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang