5 - Vampire

6 2 0
                                    

Oliver tidak bisa membiarkan Violetta sendirian sejak mengetahui si perempuan bermata merah mengawasinya dan masih belum diketahui alasannya. Bahkan, meski ada Beryl yang selalu menempel padanya. Saat ini, Oliver sedang menunggu di depan pintu kamar Violetta yang sedang memilih-milih gaun bersama Beryl untuk pesta dansa nanti malam. Meski pertunjukan sulap mengejutkan banyak orang, mereka cepat melupakannya dan masih bisa bersenang-senang di mansion yang penuh misteri ini.

Satu jam berlalu dan mereka berdua belum kunjung keluar dari kamar. Karena kesabarannya habis dipakai untuk menunggu, Oliver mengetuk pintu dan bertanya, “Apa kalian masih lama?”

“Masih lama! Kalau kau sudah bosan, pergi sana!” balas Beryl dari dalam sambil berteriak. Namun, terdengar Violetta yang sedang menegur Beryl karena ketus pada Oliver.

“Oliver, sepertinya masih lama. Apa kau bisa menunggu di kafe bawah?” pinta Violetta dari balik pintu.

Oliver hanya bisa menghela napas dan membalas, “Baiklah, kutunggu di sana.”

Saat hendak meninggalkan tempat, Oliver melihat sesuatu yang menarik dan mencurigakan. Si perempuan bermata merah datang lagi dan menatap pintu kamar Violetta dari jauh. Namun, kali ini berbeda. Si perempuan bermata merah itu menyadari keberadaan Oliver yang sedang menatap curiga ke arahnya.

“Halo. Kita bertemu lagi.” Si perempuan bermata merah melambaikan tangan ke Oliver.

Namun, Oliver membalasnya dengan sorotan tajam. “Apa yang kau lakukan di sini? Kemarin aku melihatmu di sini juga. Lagi pula, aku bertemu denganmu kemarin bukan kebetulan, kan?”

Si perempuan bermata merah menatap Oliver cukup lama dan diakhiri dengan menghela napas serta mengangkat bahu. “Yah, aku tidak bermaksud ingin berbohong. Seperti yang kau duga, kurang lebih benar. Aku sedang mengawasinya dan aku mencegatmu masuk lantai bawah tanah bukan kebetulan. Apa kau puas?”

“Mengawasi Violetta? Kenapa?” tanya Oliver lagi seolah sedang menginterogasinya.

Si perempuan bermata merah terbungkam. Oliver tidak bisa menebaknya bahwa si perempuan bermata merah itu akan melakukan sesuatu buruk pada Violetta atau tidak. Dia memang hanya mengawasinya, tetapi tidak bertindak terang-terangan seolah sedang bersembunyi dari sesuatu yang bisa mengancam hidupnya.

“Kalau begitu, kuganti pertanyaanku. Kenapa semua penduduk asli di sini bermata merah? Apa itu keturunan genetik atau ada yang sedang mengutuk semua penduduk?” Oliver memang bertanya asal-asalan, tetapi dia sangat penasaran dengan hal itu.

Anehnya, si perempuan bermata merah hanya terkikik pelan dan mata merahnya yang berkilau membuat Oliver terpukau. “Cepat atau lambat, kau akan mengetahuinya. Tapi, ada satu hal yang harus kuberi tahu padamu.” Ia sedikit mencondongkan badan ke Oliver dan bibirnya hampir menempel ke daun telinga Oliver. “Kami beda ras denganmu,” bisiknya. Lalu, dia menyunggingkan senyuman seolah tidak ada sesuatu yang terjadi semalaman.

*****

Acara malam kedua adalah pesta dansa. Oliver sudah berpakaian rapi dengan setelan tuksedo dan dasi pita di bagian kerahnya. Dia masih tidak bisa membiarkan Violetta pergi sendirian sehingga dia kembali lagi ke depan kamar Violetta untuk menunggunya. Selama menunggu, Oliver membayangkan Violetta saat memakai gaun tanpa disadari. Begitu sadar, dia langsung menggeleng-geleng dengan pipi bersemu merah.

Saat terdengar pintu berderit terbuka, Oliver terkejut karena bayangannya melampaui ekspektasi, bahkan mulutnya menganga. Di matanya, Violetta terlihat sangat cantik dengan A-line dress warna putih. Bahu atas terbuka dan hanya ditutupi dengan brokat memperlihatkan warna kulit yang menyamakan dengan warna gaun. Pipi Oliver yang dari awal memerah semakin berwarna merah padam sehingga ia segera mengalihkan pandangan ke arah lain.

Bloody BanquetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang