7 - The Vampire Prince

3 2 0
                                    

Bau darah yang menyengat, suara jeritan yang menyakitkan. Violetta terbangun dengan kepala masih terasa pusing dan napas yang terasa sesak. Ingatan yang tampak nyata. Dalam hati Violetta bertanya-tanya, apa itu semua hanya mimpi?

Violetta mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, hanya terlihat kegelapan tanpa ujung. Saat hendak bergerak, rupanya kedua tangannya diikat di sandaran kursi dan lakban menempel di mulut. Violetta pun percaya bahwa semua yang telah terjadi bukanlah mimpi. Vicente Alderas telah menipunya. Tidak, penduduk asli juga.

Mata merah, gigi taring. Seingat Violetta, seharusnya vampir sudah punah sebelum terjadi perang di Kerajaan Zashos. Bahkan, jejak ras vampir tidak pernah ditemukan lagi di buku sejarah. Violetta teringat kembali yang dilihatnya di pelabuhan. Para penduduk asli memakai jubah untuk melindungi diri sendiri dari matahari. Sepertinya seluruh pulau dihuni ras vampir seolah mereka sedang diisolasi di sebuah pulau asing.

“Sudah bangun?” Tiba-tiba tirai di belakang punggung Violetta tersingkap dan cahaya rembulan menembus jendela. Violetta bisa melihat jelas di depannya. Meja makan yang penuh dengan hidangan bermacam-macam dan di tengah-tengah meja makan terdapat vas bunga berisi bunga lycoris. Dan juga bayangan Vicente Alderas di meja makan.

Tentu saja, Violetta tidak bisa menjawabnya. Dia berusaha memberontak dengan mengeluarkan suara geraman serta menggerakkan tangannya yang saling terikat. Namun, Violetta mendadak mematung saat Vicente mencondongkan wajah terlalu dekat, bahkan bisa diperkirakan jaraknya hanya beberapa senti. Violetta tidak tahu bahwa jika melihat mata merah tersebut dari dekat terlihat sangat menakutkan sehingga ia melemaskan tubuhnya.

Awalnya, Vicente membelai serta menyisir rambut kuncir kuda Violetta secara lembut, tetapi bersamaan ekspresi wajahnya yang berubah menjadi seolah penuh kebencian, tangan besarnya menyelimuti leher Violetta dan perlahan-lahan mencekiknya. Violetta bisa tahu dari kutukannya bahwa aura kegelapan yang sekarang menyelimuti Vicente adalah bentuk kebencian yang telah dipendam sejak lama sekali dan kebencian tertuju kepadanya.

Kemudian, Vicente melonggarkan cengkeramannya di leher Violetta dan menyeringai lebar. “Hei. Apa yang harus kulakukan padamu? Aku benar-benar tidak sabar melihatmu terjatuh ke neraka terdalam.” Dia mengangkat dagu Violetta dan melepaskan lakban di mulutnya.

Violetta mengernyit, apa yang dikatakannya? Bahkan sebelum Violetta bisa bersuara, Vicente menjambak rambutnya hingga kuncir kuda tidak lagi berbentuk sempurna. Violetta memekik pelan, tetapi dia masih bisa menyorot tajam ke Vicente sehingga membuatnya semakin sebal dan menjambak rambut semakin keras.

“Keberadaanmu memang mengancam kehidupanku, tapi kau belum boleh mati.” Vicente mundur ke balik punggung Violetta, melepas ikatan tangannya. “Nah, sekarang makanlah semua yang ada di meja makan.”

Violetta memandang hidangan makanan yang berada di depannya. Entah kenapa, makanan tersebut mengundang firasat buruk. “Daging apa ini?”

Vicente duduk di sebelah Violetta. Karena Vicente mengawasinya sambil bertopang dagu, Violetta terpaksa melakukan perintahnya dengan meraih garpu serta pisau dengan ragu. Aroma daging panggang tersebut tercium lezat seolah dimasak oleh koki profesional. Violetta memotong daging dengan ukuran kecil dan mengunyahnya hingga tertelan. Rasanya jauh dari dugaan, sangat lezat sehingga tanpa disadari Violetta sudah melahap setengah daging tersebut.

Suara tawa Vicente yang mendadak meledak memenuhi seisi ruangan dan Violetta segera berpaling padanya. Ada sesuatu yang salah yang sudah direncanakan, pikir Violetta.

“Apa seenak itu, daging sesamamu?” Violetta bereaksi sesuai yang diinginkannya. Ia terbelalak dan segera menutup mulut seolah ingin muntah. Vicente melanjutkan, “Masih banyak yang belum kau makan. Ayo lanjutkan.”

Bloody BanquetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang