"Loh, Mama sama Papa mau kemana? Kok bawa koper?" Nadine bertanya saat ia keluar dari kamar.
Ia melihat orang tuanya membawa koper berukuran besar di bawa keluar oleh seorang supir. Nadine tidak berpikir apapun soal mereka yang akan kembali bepergian, padahal kemarin orang tuanya mengatakan akan tetap di sini menemaninya.
"Maaf, Sayang. Ini dadakkan, Papa sama Mama harus ke Tokyo untuk beberapa bulan, perusahan Papa sedang bermasalah di sana." Marsya menjelaskan sembari memasukkan satu per satu keperluannya ke dalam tas.
Nadine sedikit merajuk dan duduk di sofa. "Kenapa harus dadakkan sih, Ma? Nadine kesepian."
Marsya melirik Lukman, memintanya untuk menjelaskan tujuannya.
"Papa sama Mama cuma sebentar, Sayang. Tidak lama. Kamu tetap jaga kesehatan yah, jaga pola makannya dan sekolah yang bener." Lukman memberi pesan.
Ada sedikit ketidakrelaan dalam diri Nadine. Tentu saja, siapa yang tahan apabila jauh dari orang tua dengan waktu yang cukup lama. Tidak ada orang yang ingin jauh dengan orang tuanya apalagi Nadine sendiri masih sekolah. Masih membutuhkan sosok mereka untuk menemaninya, bertanya ada cerita apa hari ini dan bagaimana kesehariannya dalam sekolah. Kebiasaan-kebiasaan itu akan menghilang beberapa waktu sampai orang tuanya kembali ke Indonesia.
"Oh, ya Sayang. Mama dengar Varrel ada di Indonesia, dia sekolah di tempat kamu?" tanya Marsya seraya duduk di samping putri kesayangannya itu.
"Ia, dia ada di sini. Tapi dia pindah agama, Nadine harus berjuang untuk hubungan ini," jelas Nadine.
Marsya menatap suaminya yang sudah rapi dengan jas mewah berwarna abu. Suaminya sangat fokus dengan penampilan dan semua hal yang akan di bawa ke Tokyo sana.
"Kita bicara nanti, ya, Mama sama Papa harus berangkat. Satu jam lagi pesawat akan berangkat." Marsya bangkit dari duduknya dan bergegas keluar.
"Papa pergi dulu ya, Sayang." Lukman mencium kening putrinya. Lalu menyusul Marsya.
Nadine hanya menatap sendu kedua orang tuanya yang di sibukkan dengan pekerjaan. Bukan hanya di dalam, tapi juga di luar negeri. Selama ini mereka fokua untuk mengembangkan perusahaan yang di Indonesia. Sedangkan di Tokyo, ia alihkan ke tangan kanan yang sudah dipercayainya.
Ini sangat berat buat Nadine. Di tinggal seminggu saja rasanya sudah kangen berat. Apalagi ini, ditinggal beberapa bulan dan sendiri dalam sepi.
"Hati-hati, Ma, Pa!" seru Nadine saat melihat orang tuanya keluar dari halaman rumahnya.
Pagi yang cerah tapi tidak dengan suasana hatinya. Rumahnya kembali senyap tanpa ada siapapun. Hanya pembantu rumah tangganya saja di sini, juga beberapa penjaga rumah yang di sewa Lukman untuk menjaga rumahnya dengan ketat. Bahkan tidak hanya satu, melainkan sepuluh penjaga sekaligus ia bawa untuk memantau sekeliling rumah khususnya menjaga Nadine dari bahaya. Orang yang di sewa pun tidak sembarangan.
Nadine masuk ke rumah dan bersiap untuk berangkat ke sekolah. Sebelum pergi, Lukman memberinya mobil mewah keluaran terbaru dan Nadine ingin mencoba membawanya. Meskipun terlihat polos, bisa dibilang Nadine ahli dalam mengemudi. Dinda pun tidak tahu soal ini.
***
"Nadine!" seseorang memanggilnya dengan nada tak enak di dengar. Nadine hafal betul siapa perempuan yang memanggilnya. Hal ini membuatnya sangat jengkel dan tidak tahan. Kakak kelas yang tidak tahu sopan santun.
"Ada apa?" Nadine berhenti tanpa menoleh ke asal suara. Ia berdiri tenang dan menunggu jawaban.
"Ada hubungan apa antara lo sama Varrel?"
Deg! Nadine diam sejenak. Dari mana Gladis tahu akan hal ini? Bukankah tidak ada yang tahu tentang kedekatan ini?
"Kenapa lo diem? Ada hubungan apa antara lo sama Varrel?" tanya Gladis sekali lagi.
"Maksudnya apa sih, Kak. Aku aja gak kenal sama Varrel," jawab Nadine sekenanya. Karena dia tidak ingin satu sekolah tahu hubungannya dengan pria tampan itu.
"Jangan bohong! Semalem gue liat lo berduan sama Varrel di taman kota."
Flashback
Malam hari adalah suasana yang cukup menyenangkan bagi pasangan kekasih untuk menikmati bintang di langit. Menikmati setiap keindahan yang Tuhan ciptakan.Gladis dengan laki-laki tengah asyik berjalan bersama menuju taman Kota. Keduanya terlihat bahagia seolah tak ada beban sedikitpun yang mereka rasakan. Menikmati dua cup es krim favorite mereka.
Namun, seketika langkah Gladis terhenti saat matanya tertuju pada dua orang yang tengah berpelukkan. Gladis hafal siapa laki-laki yang memeluk perempuan itu.
"Ada apa, Sayang?" tanya kekasihnya. Dia bernama Raffa.
"Kayaknya aku kenal deh, sama orang itu, ceweknya juga," kata Gladis sembari memperhatikan pasangan di depan mereka.
"Udah, gak usah di pikirin. Biarin aja mereka pelukkan, kamu mau pelukkan juga?" Raffa menatap Gladis nakal.
Gladis tidak memedulikan ocehan Raffa dan mencoba menebak-nebak siapa perempuan yang bersama laki-laki itu. Gladis tahu bahwa laki-laki itu adalah Varrel, murid baru di sekolahnya.
"Kamu kenapa, sih? Mau liatin mereka terus? Kita lagi jalan berdua loh ini!" Raffa sedikit kesal.
Gladis pun tersadar dan kembali fokus pada kekasihnya. Mereka berbalik arah dan mencari tempat lain untuk duduk mereka
Off Flashback
"Semalem aku mempersiapkan keperluan orang tuaku berangkat ke Tokyo, aku tidak keluar sama sekali, Kak." Nadine berbohong.
Gladis menatap Nadine sedikit menyelidik. Dia yakin bahwa perempuan itu adalah Nadine, postur tubuhnya, semuanya hampir mirip. Hanya saja, Gladis tidak dapat melihat wajah itu karena tertutup oleh rambut Nadine yang terurai.
"Awas aja kalau lo ada hubungan sama Varrel!" gertaknya seraya pergi begitu saja.
Nadine hanya bernapas lega dan berusaha untuk bisa menjaga hubungannya dengan Varrel. Apalagi mereka baru bertemu dan tidak tahu kisah sebenarnya.
***
Selamat membaca ^^
Ig: hanindithara

KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Love
RomancePerbedaan agama membuat kedua insan ini harus saling berjuang mempertahankan hubungan mereka. Nadine yang tidak menyangka kekasihnya berpindah keyakinan, membuatnya harus bersabar dan berusaha meyakinkan diri bahwa dirinya dapat bersatu dengan kekas...