Chapter 2

10 2 0
                                    

Hai haiii..
The Last Love update lagi nih
Selamat membaca

______

"Huffft!" Nadine membanting tubuhnya sendiri ke sofa. Bermain ponsel hingga dirinya bosan dan melupakan bahwa hari ini ada PR.

Sudah biasa kesepian seperti ini. Dari pada menghamburkan uang keluar rumah. Lebih baik Nadine berdiam diri di rumah, menghilangkan rasa lelah setelah hampir seharian belajar di sekolah. Memikirkan apa yang di katakan Gladis. Nadine tersenyum miring dan menunduk.

"Andai saja kamu tahu kehidupanku seperti apa, mungkin kamu tidak akan menghinaku, Gladis." Gumamnya

Karena jenuh, akhirnya Nadine memutuskan untuk menghubungi Dinda, memintanya untuk menginap di rumahnya dengan alasan yang sama, yaitu takut sendirian. Meski begitu, Nadine pernah mengalami trauma saat ditinggal bekerja oleh ayah dan ibunya.

"Oke, ditunggu, ya!" Seru Nadine antusias. Dinda menyetujui permintaannya untuk menginap di rumahnya.

Setelahnya, Nadine pergi ke kamar dan mulai mengerjakan pekerjaan rumah. Pembelajaran yang selalu mendapatkan tugas dari gurunya. Bahkan sejak masuk kelas XI, guru yang satu ini tidak pernah absen memberikan tugas. Seolah ini adalah hal wajib yang harus dipenuhi siswa di sana. Galak, gendut, perut buncit seperti orang hamil. Ingin sekali Nadine julid. Tapi sadar, dia khawatir jika melakukan itu, ilmu yang di dapat tidak bermanfaat. Maka lebih baik diam saja. Toh, dia juga manusia, punya hati juga perasaan. Masa manusia hina manusia juga?

Lembar demi lembar Nadine buka buku itu. Mengerjakan dengan serius. Kacamata kembali terpasang di wajahnya. Memang, Nadine memiliki penglihatan yang kurang jelas, maka dari itu kedua orang tuanya menganjurkan Nadine untuk memakai kacamata. Tentu, dengan harga yang tidak murah. Orang tuanya akan melakukan apa pun, asal Nadine merasa nyaman. Ya, semua kemauannya di turuti, meskipun ayahnya tidak menyukai itu. Selalu menganggap Nadine manja, padahal sebenarnya tidak.

"Akhirnya selesai juga!" Nadine merapikan buku-buku di meja. Waktu sudah menunjukkan pukul 05:00 sore, itu artinya, sudah dua jam Nadine berkutat dengan buku. Memang cocok jika Nadine di beri gelar kutu buku.

Sudah cantik, sederhana, baik, pintar, nyaris sempurna. Apa semua teman sekolahnya tidak iri, ya?

"Nadiiiiiine!" Teriak seseorang di ruang tamu. Sudah Nadine tebak, pasti Dinda yang datang. Suara cemprengnya sangat jelas di dengar.

"Astaga, Dinda! Berisik amat, sih," kata Nadine setelah dirinya tiba di ruang tamu.

"Hehe, sorry, habisnya gue seneng banget mau nginep di rumah lo lagi," jelasnya sembari tertawa geli.

"Kenapa emangnya?" Nadine penasaran.

"Nyaman, senyap, adem, gak kayak di rumah gue, huh, capek banget denger orang tua gue berantem mulu, hampir pecah kepala gue," curhat Dinda. Kemudian, merebahkan tubuhnya di sofa. Bukti bahwa dia sangat lelah.

"Masih labil aja kamu, Din. Udah biasa kali, orang tua berantem," kata Nadine yang ikut duduk di sofa.

"Iya sih, tapi, ya udahlah, gue mau have fun di sini," katanya seraya memeluk Nadine gemas. Nadine merasa geli di buatnya. Iw!

Keduanya memutuskan untuk pergi mandi, karena sudah sore. Tak lupa, mereka jalan keliling kompleks sekadar melihat anak-anak yang sedang bermain. Ini sudah menjadi kebiasaan Nadine apabila Dinda menginap di rumahnya. Tidak lupa pula, Nadine membawa sedikit uang untuk berbagi pada anak-anak. Meskipun hanya sepuluh ribu, tapi itu cukup membuat Nadine bahagia. Begitu pula dengan Dinda.
Keduanya memiliki karakter yang mirip, tapi beda kehidupan.

"Udah mau malam nih, Nad. Pulang, yuk," ajak Dinda ketika melihat hari sudah mulai gelap.

Nadine mengangguk, "Yuk."

The Last Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang