Happy reading^^
______________________
Nadine beranjak dari tempat tidur dan bergegas keluar saat mendengar suara klakson mobil terdengar di depan rumah. Nadine dapat menebak bahwa itu adalah orang tuanya. Sudah seminggu lebih Nadine tidak bertemu dengan mereka, rasa rindu sudah pasti tak dapat ditahan lagi.
"Mamaaaa ..." suara Nadine terdengar menggemaskan.
"Hallo, Sayang. Gimana kabar kamu? Sehat 'kan?" tanya Marsya seraya memeluk putri kesayangannya itu.
"Sehat dong, Ma. Papa mana?"
"Ada dong ..." balas Lukman seraya membentangkan tangan meminta dipeluk juga.
Ketiganya saling melepas rindu masing-masing. Meskipun sibuk bekerja, Lukman dan Marsya selalu memberikan kasih sayang penuh pada Nadine. Karena mereka pun menyadari, uang yang mereka cari tidak ada artinya bila kasih sayang terhadap anak terlantarkan.
Nadine asyik bercerita tentang segala hal, Lukman dan Marsya mendengarkan dengan seksama. Menatap putrinya penuh kasih sayang. Hal ini sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu, karena bagaimanapun, orang tua akan menjadi pendengar yang baik untuk anaknya.
Nadine bercerita tentang Gladis yang selalu menghinanya. Bahkan mengolok-olok dirinya di depan orang banyak. Nadine selalu diam dan tak membalas apa pun pada gadis itu. Lukman dan Marsya merasa geram dengan ulah kakak kelasnya itu. Bagaimana bisa dia menyakiti Nadine?
"Sayang, apa dia tahu kamu anak dari Papamu?" tanya Marsya, wajahnya tampak khawatir setelah mendengar cerita putrinya.
"Enggak, Ma. Nadine sengaja melakukan itu. Nadine mau liat reaksi dia jika sudah waktunya," jelas Nadine. Lukman sedikit tidak paham.
"Maksud kamu gimana?"
"Papa sama Mama tahu penampilan aku gimana saat sekolah, karena penampilan itulah, Gladis selalu menghina Nadine!" ungkapnya dengan tenang.
Marsya dan Lukman saling bertatapan sebelum akhirnya ketawa. Mereka tidak menyangka jika putrinya bisa memanipulasi orang-orang di sekolahnya. Anak pintar!
"Kok ketawa?" Nadine merengut.
"Kamu pintar sekali, Sayang. Papa tidak menyangka kamu bisa secerdik itu, biarkan saja dia menghina kamu, kapan kamu akan memberitahu mereka?"
"Entah, mungkin sampai Nadine jengkel," katanya seraya memeluk papanya.
Marsya hanya tersenyum tipis melihat tingkah suami dan putrinya. Mereka memiliki karakter yang hampir mirip. Hidungnya, matanya, bibirnya, nyaris sama. Sedangkan Marsya yang melahirkan putrinya, tidak ada kemiripan sama sekali dengan Nadine.
Setelah berbincang-bincang santai. Keduanya memutuskan untuk istirahat. Sebab waktu menunjukkan pukul 10 malam. Artinya mereka harus istirahat dan memulai aktivitas mereka kembali. Marsya dan Lukman kembali ke kamarnya, begitu pula Nadine. Malam ini tidak ada Dinda di rumahnya, karena dia tahu bahwa orang tuanya akan pulang malam ini.
Semua hal yang diceritakan Nadine cukup membuatnya lega. Meskipun orang tuanya sering bekerja keluar kota, Nadine tidak kekurangan kasih sayang. Sangat beruntung bukan? Meski awalnya Nadine pikir mereka akan mengabaikannya seperti kebanyakan kisah orang yang ada di novel dan film. Nadine sangat tak mau hal itu terjadi.
Marsya masih sangat muda, usianya masih 32 tahun. Sedangkan Lukman, dia berusia 39 tahun. Badannya masih terlihat fresh dan sehat. Kedua orang tua Nadine menikah muda. Maka dari itu mereka masih terlihat sangat muda
***
"Pagi, Ma, Pa," sapa Nadine saat tiba di ruang makan untuk sarapan. Ia mencium satu per satu orang tuanya.
"Pagi, Sayang." Jawab Marsya dan Lukman bersamaan.
"Pa, hari ini antar aku ke sekolah, ya?" pinta Nadine.
"Boleh dong, mau pakai mobil yang mana?"
"Terserah Papa," balas Nadine sembari memasukkan sandwich ke dalam mulutnya.
Mereka pun melanjutkan sarapan. Setelahnya lanjut melaksanakan kegiatan masing-masing. Marsya pergi ke kantor dengan mobil pribadi miliknya. Di sana, Marsya sebagai Direktur Utama. Sikapnya yang ramah banyak di sukai semua kalangan karyawan. Sementara Lukman, dia pergi ke perusahaan kontruksi yang saat ini tengah membangun sebuah hotel bintang lima.
Decitan suara rem mengejutkan para pejalan kaki menuju sekolah. Sama halnya Nadine yang juga terkejut akan hal itu. "Ya ampun, Pa, kok berisik suara remnya?"
"Sepertinya Papa lupa mengurus mobil yang ini, nanti Papa perbaiki, ya, kamu semangat sekolahnya." Lukman mengelus kepala putrinya itu.
Setelahnya, Nadine turun dari mobil. Banyak pasang mata yang memperhatikannya. Tentu dengan penampilan sederhana yang tak pernah ia lupakan. Rambut kuncir kuda, poni melengkung menutupi jidatnya, serta polesan make up yang sangat tipis.
Selepas berpamitan, Nadine melangkah menuju kelasnya. Dari jauh, Nadine melihat Gladis dan antek-anteknya berjalan ke arahnya. Ingin tidak peduli, tapi keburu di hadang.
"Naik mobil siapa, tuh? Om-om ya?" cerca Gladis dengan kekehan kecil.
"Ya, palingan cewek kayak dia, jual diri! Hahaha!" Kata Mila menimpali.
"Lagian, mana mungkin sih, cewek kayak lo bisa naik mobil mewah?" Audrey bertanya-tanya.
Nadine merasa geram, "Bukan urusan kamu!"
"Ow, berani lo sama gue?" Gladis menarik kerah baju Nadine, "jaga ya mulut lo itu!"
"Lo yang harus jaga mulut dan sikap!"
Suara itu berhasil mengalihkan Gladis dan Nadine. Terlihat Varrel dan Bian ada di tengah-tengah mereka.
"Eh, Varrel, sorry, gue emosi sama ni anak," kata Gladis seraya melepaskan tangannya dari Nadine. "Mau ke kelas, bareng yuk!" ajaknya. Namun Varrel menolak.
"Gue gak mau jalan sama orang jelek kayak lo!" ejek Varrel dengan nada dingin. Lalu pergi begitu saja.
Bian yang mendengar itu tertawa puas, "Makanya jangan macam-macam sama cowok yang baru lo kenal!"
Nadine pun hanya tersenyuk tipis dan pergi untuk masuk kelas. Dia tahu pasti Dinda menunggunya.
****
Jangan lupa voting ya!!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Love
RomancePerbedaan agama membuat kedua insan ini harus saling berjuang mempertahankan hubungan mereka. Nadine yang tidak menyangka kekasihnya berpindah keyakinan, membuatnya harus bersabar dan berusaha meyakinkan diri bahwa dirinya dapat bersatu dengan kekas...