Diantara Hari-Hari Buruk Itu

6 1 0
                                    

Ini adalah cerita setelah kepergian cinta pertamaku, satu semester aku menangisinya sambil sakit-sakitan. Ya memang benar kata orang-orang jika pikiran kita tidak baik, kondisi tubuh juga tidak akan baik.

Tuhan baik, di antara hari-hari yang penuh awan mendung itu aku mulai menulis untuk menghalau perasaan tidak nyaman yang menghinggapiku sepanjang hari. Aku mulai menulis apa pun. Perasaanku, cerpen, puisi, drama singkat bahkan cerita-cerita yang tak pernah usai pun aku tulis.

Jika kalian menyangka bahasa cintaku adalah word of affirmation maka kalian salah karena bahasa cintaku adalah act of service. Aku suka menulis karena kegemaranku membaca buku. Kegemaran yang aku dapat dari Ayah.

Aku ingat betul saat itu aku mempunyai satu buku berisi kumpulan puisi-puisi yang selama ini telah aku tulis. Tidak ada yang ingin membaca atau mendengarkannya, kecuali satu orang yang tidak pernah ada dalam daftar aapun dalam hidupku.

Dia berhasil membuatku merasa aman dan nyaman saat didekatnya. Kedekatan itu membuat kami berteman, teman yang suka sekali memperdebatkan hal apapun. Tiada hari tanpa debatan kami. Meskipun begitu, kami jadi teman yang saling mengerti tanpa banyak berucap.

Aku membuatkannya puisi, dan beberapa hari kemudian dia membuatkan diriku puisi balasan. Dia bilang aku seperti burung gereja. Puisi yang tulisannya telah pudar tapi isi dan memorinya masih melekat bahkan setelah bertahun-tahun.

Seperti halnya perdebatan itu. Perdebatan yang ternyata menjadi cara kami melindungi perasaan masing-masing. Aku melindungi perasaanku sebab dia temanku yang paling berharga, aku tidak mau kehilangannya tidak lagi, trauma itu masih menyertaiku. Sedangkan dia membuat perdebatan itu menjadi caranya mengukapkan bahwa dia peduli padaku. Laki-laki yang tidak pernah berada dalam satu hubungan itu sebelumnya mengungkapkan perasaannya dengan cara dia sendiri dan aku baru mengetahuinya setelah semester 2 aku berkuliah di ibu kota. Setelah semua perasaan itu berubah bentuk. Setelah kami sudah sama-sama jauh. Sampai saat ini dia masih menjadi teman yang berharga bagiku, teman yang aku butuhkan.

Maksudku dari pengalaman ini aku belajar, diantara hari-hari buruk itu ada beberapa hal baik yang ikut merangkai alurnya sendiri. Jadi, janganlah kita terlalu atas segala hal dihidup yang sifatnya sementara ini. Harus selalu ada ruang kosong yang tersisa untuk setiap hal yang ingin menghampiri semesta kita.

@Ay

B(utuh)~TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang