[ F O R E L S K E T ]
SEKARANG sudah pukul delapan malam, tapi sedari pulang dari kampus, Taki belum sempat makan. Dan sekarang perutnya sudah berbunyi minta segera diisi, sangat kelaparan. Jadilah dengan langkah ogah-ogahan, Taki meraih jaket untuk melapisi baju tidur yang ia kenakan, lalu mengambil masker—guna menutupi bibirnya yang kering; kan nggak etis kalau dilihat. Masa cakep-cakep, bibirnya kering dan pecah-pecah?
Taki keluar dari kamar, menguncinya, dan segera beranjak keluar kos untuk membeli makanan. Sebenarnya bisa saja dia delivery, tapi karena sedang suntuk juga sekalian saja Taki keluar, ingin mencari udara segar ceritanya.
"Mau kemana?"
Di teras kosan, langkah Taki diinterupsi oleh Fuma. Sontak membuat anak-anak lain yang sedang bermain monopoli dengan Fuma, ikut menoleh pada Taki.
"Ke depan. Cari makan."
"Ikut dong!"
Maki beranjak berdiri, membuat Jungwon mendengkus kesal, "apa-apaan?! Enak aja lo main kabur! Lunasin dulu utang lo." cecar Jungwon. Enak saja Maki main kabur saja setelah dia menginap di hotel milik Jungwon—tapi karena uangnya tak cukup, Maki dengan wajah melas minta belas kasihan Jungwon untuknya berhutang dulu. "Kalo nggak, gue patahin tulang rusuk lo." ancam Jungwon.
Semua pemuda yang berada di teras itu kontan meringis ngeri. Meskipun gender sekunder Jungwon adalah omega, tenaga Jungwon itu tak ubahnya banteng yang ingin ditaklukkan para matador. Sungguh kuat dan tangguh. Seakan tubuhnya memang disetel untuk menyeruduk siapapun yang membuat ia naik pitam. Singkatnya, siap-siap bonyok di tangan Jungwon kalau kalian cari perkara.
Mana Jungwon habis galau. Dan sekarang Maki seenaknya pergi karena sedari tadi kalah melulu, membuat suasana hati Jungwon semakin kacau. Rasanya mau makan orang dan mencabik-cabik wajahnya sampai puas dengan kuku-kukunya yang belum dipotong. Masih panjang dan tajam, cocok untuk meninggalkan bekas cakaran memanjang yang akan terasa pedih bila terkena air.
"Lebay amat sih, cuma permainan elah." balas Maki memutar mata malas.
"Wah, ngajak berantem lo."
Taki meneguk ludah. Buru-buru pergi tanpa mengindahkan orang-orang di sana. Ia sedang tak ada hasrat untuk menonton pertengkaran, sebab urusan perut lebih penting sekarang. Untuk itu, Taki berjalan cepat meninggalkan wilayah kosan, berjalan menuju jalan besar di mana banyak jajanan kaki lima berjejer. Niatnya mau membeli nasi goreng di abang-abang langganan, sekaligus membeli gorengan yang sepertinya enak untuk dijadikan cemilan sembari menunggu si abang nasi goreng selesai memasak. Tapi, langkah penuh semangatnya harus terhenti tatkala tenda biasa tempat si abang nasi goreng langganan, terlihat kosong. Sepertinya sudah tutup? Atau memang sedang tak berjualan?
Mimik wajah Taki bertukar sedih. Padahal dia sedang ngidam sekali nasi goreng itu. Jikalau beli di tempat lain juga, Taki sangsi rasanya akan seenak abang langganan yang menawarkan harga murah meriah. Apalagi yang bisa Taki dustakan dari makanan murah, porsi kuli, dan rasa seenak masakan hotel? Tapi sayangnya, untuk malam ini dia sedang tidak beruntung. Pada akhirnya, Taki berjalan ke arah gerobak angkringan di sampingnya, ikut memilih sate-satean dan tiga porsi nasi kucing. Lalu lesehan dengan muda-mudi lain yang berpasangan—uh, Taki baru ingat jika sekarang malam minggu.
Pantas saja sejak tadi, sejauh mata memandang, Taki banyak melihat pasangan bermesraan. Dari yang pelukan erat di atas motor, suap-suapan cilor, sampai ketawa-ketiwi sambil lempar gombalan—yang maaf saja, semuanya ialah gombalan template hasil menyontek dari google.
Taki mendengus. Jiwa-jiwa haus belaiannya mendadak berkobar penuh iri. Dia juga mau uwu-uwuan, tapi sayang, progres hubungannya dengan Riki masih stuck di, ‘aku mau PDKT-an, tapi doi sok jual mahal melulu’.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forelsket | NikiTaki
Fiksi Penggemar[ Romance, Comedy, Modern ABO ] Katanya, bayangan Taki terhadap calon mate tidaklah muluk-muluk; cukup tinggi fisiknya, cukup tampan rupanya, cukup banyak isi dompetnya, dan yang terpenting, cukup juga stok sabarnya! • • • warn! bxb content alpha! n...