01. Anindira

201 157 102
                                    

Waktu berlalu begitu cepat, hari demi hari berlalu begitu saja, banyak perubahan terjadi pada segalanya. Rumah, gedung, taman, bahkan orang-orang di sekitar kita. Begitu pula dengan gadis yang tertidur lelap di ranjang kesayangannya.

Tak sedikit pun ia membuka matanya saat mendengar dering keras jam weker, hingga bunyinya terdengar ke setiap sudut ruangan. Dia terlalu asyik dengan dunia mimpinya sehingga dia lupa bagaimana cara untuk bangun. Tampaknya dia butuh sesuatu yang lain selain bunyi dari jam weker untuk membangunkannya. Mungkin air dingin yang disiramkan ke tubuhnya bisa menjadi solusi yang lebih efektif. Setidaknya dia tidak perlu mandi lagi, kan?

"Ra..."

Teriakan maut kini bergema. Habis sudah gadis itu jika dia tidak segera bangun. Namun, dia masih asyik dengan dunia mimpinya.

Terdengar suara gagang pintu yang diputar dengan.

"Ra..!! Jam berapa sekarang..?!"

Sekali lagi terdengar teriakan maut, diiringi suara pintu terbuka di sebuah ruangan. Hati-hatilah saat ras terkuat di muka bumi marah, karena dapat menyebabkan sapu, botol, toples, panci, wajan, gayung, sendok, TV, kemoceng, bahkan kocheng ikut melayang.

Saat mendengar teriakan ibunya, Zahra segera bangkit dan berpura-pura seolah sudah bangun. Meski matanya yang mengantuk menunjukkan betapa mengantuknya ia, namun ini demi keselamatan nyawa dan raga.

"iyaaahaaa....," jawabnya sambil mengeluarkan uap dari mulutnya, dengan kata lain menguap.

"Sudah jam berapa ini?! nggak sekolah?!" tanya sang ibu dengan marah kepada putrinya yang masih mengucek matanya karena mengantuk. Bagaimana mungkin dia tidak marah padahal waktu sudah menunjukkan pukul 06.48 dan putrinya belum beranjak sedikit pun dari tempat tidurnya?

"Hari ini libur, Bu..." jawabnya malas, sambil berusaha untuk mengumpulkan sisa nyawanya yang belum sepenuhnya terkumpul. Dia duduk sambil memegang bantal di pangkuannya, berharap ibunya tidak curiga bahwa dia belum benar-benar bangun. Dengan setengah sadar, dia menjawab pertanyaan ibunya dengan asal. Namun, sebenarnya i
Juga tidak tahu apakah hari ini sekolah libur atau masuk?

"Oh..." jawab sang ibu tak bernada, sambil berjalan meninggalkan kamar dengan ekspresi yang sedikit mencurigakan.

Sementara itu, Zahra berusaha mengumpulkan sisa nyawanya yang masih tercecer. Ketika nyawanya hampir terkumpul sepenuhnya, dia mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Dia mengangkat teleponnya dan melihat waktu menunjukkan 07:12. Beberapa notifikasi muncul dari grup kelasnya. Saat dia membuka obrolan grup kelasnya, dia panik dan terkejut.

Group Kelas B

Bu Anik
Hari ini kalian masuk. Sesinya dibagi 2.
Sesi 1, absen 1-15 (07:05 - 09:00)
Dan sesi 2, absen 16-31 (09:05 - 11:00)
Memakai baju muslim, bersepatu.
Harap datang tepat waktu!

Arka
Iya Bu...

Dito
Siap Bu..

Azka
Nggeh bu

Uttari
Iya bu..

.

'Nggeh' dalam bahasa Jawa artinya 'iya'. Zahra terkejut mengetahui bahwa sekolahnya ternyata tidak libur seperti yang dia pikirkan. Sementara dia telah memberitahu ibunya bahwa hari ini adalah hari libur, dan sekarang dia merasa seperti berada di ujung tanduk.

"Sial, bisa habis kalau ibu tahu," gumamnya sambil menatap layar ponselnya yang masih menyala.

Dia merasa kesal, "Kenapa sih baru dikasih tau pagi-pagi begini? Kenapa nggak dari semalam aja," keluhnya sambil menunjuk-nunjuk ponselnya dengan wajah masam. Dia merasa beruntung karena neneknya sudah tidak ada, jika tidak, dia pasti akan mendapatkan omelan khas neneknya, "jam segini anak perawan baru bangun". Tentu saja dia masih perawan.

Waktu berlalu begitu cepat hingga jam dinding di atas nakas menunjukkan pukul 12:17. Zahra mulai merasa bosan karena tidak ada yang bisa ia lakukan. Dia hanya bisa membuka WhatsApp, melihat-lihat chat, lalu menutupnya kembali. Tidak ada chat yang perlu dibalas. Meski ada grup chat lokal, dia tidak terlalu mengenal orang-orang di sana.

Namun, Zahra memutuskan untuk mencoba bergabung dengan grup chat lokal tersebut. Grup ini beranggotakan sekitar 250 orang dari berbagai daerah. Ketika dia mulai berinteraksi, beberapa nomor tak dikenal mulai mengirimkan pesan kepadanya. Pesannya singkat, hanya memintanya untuk menyimpan nomor mereka dan saling mengenal. Zahra merasa ini bisa menjadi awal dari pertemanan baru.

Tak hanya laki-laki, ada juga perempuan yang mengirimkan pesan, memintanya untuk menyimpan nomornya juga. Zahra menyetujui permintaan mereka, berpikir bahwa tidak ada salahnya menambah teman. Lagipula, jarang-jarang punya teman dari luar kota ya kan?

❧ ☙

Nur adalah seorang anggota aktif dalam grup chat lokal. Suatu hari, dia secara kebetulan bertemu dengan Zahra, anggota baru yang bergabung dengan grup tersebut. Nur jugalah yang mengirim pesan pribadi kepada Zahra untuk menyimpan nomornya, agar dapat saling mengenal. Meskipun baru mengenal satu sama lain, Nur dan Zahra dengan cepat menjadi akrab. Mereka saling bertanya tentang alamat, umur, dan nama, serta berbagi minat dan hobi mereka.

Kedekatan mereka semakin akrab ketika mereka mulai saling membalas story WhatsApp satu sama lain. Mereka menikmati momen-momen kecil layaknya seorang teman akrab sejak lama meskipun mereka baru saling mengenal beberapa hari.

Namun, seiring berjalannya waktu, komunikasi antara Nur dan Zahra mulai berkurang. Mereka jarang berbicara atau bertukar pesan di grup chat.

Sementara disisi lain, Zahra menghadapi masalah dengan sekolahnya. Lagi dan lagi e ia mulaing bolos dan merasa malas untuk belajar. Pandemi telah mengubahnya menjadi sosok yang pemalas. Zahra yang dulunya rajin dan berprestasi, kini tertinggal dalam tugas dan materi pelajaran.

Tugas-tugas sekolah yang menumpuk membuat Zahra merasa kewalahan. Dia mencari solusi dengan browsing di internet untuk mencari bantuan. Di sinilah Mbah Google menjadi sahabatnya.

❧ ☙

Zahra Anindira adalah seorang gadis yang tumbuh dalam keluarga sederhana. Dia memiliki penampilan yang tidak mencolok dan kecerdasan yang biasa-biasa saja. Meskipun begitu, Zahra memiliki kemampuan untuk meraih peringkat pertama di sekolah dasar, namun prestasinya ini justru membuatnya tidak disukai oleh teman-temannya. Mereka merasa iri dan menjaga jarak darinya.

Zahra sering kali merasa kesepian dan terisolasi karena sikap teman-temannya. Ia ingin mengungkapkan kekesalannya, namun sebagai seorang gadis kecil, dia merasa tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Ia terpaksa harus terbiasa untuk melakukan segala hal sendirian selama empat tahun.

Namun, alasan mengapa teman-temannya menjauh dari Zahra tidak hanya karena prestasinya. Ayah Zahra juga membatasi interaksinya dengan teman-temannya. Zahra hanya diizinkan untuk belajar dan belajar, dan ini membuatnya merasa seperti terkurung dalam sangkar.

Selama masa libur sekolah akibat pandemi COVID-19, tingkat stres Zahra semakin meningkat. Tugas sekolah menumpuk, hubungan dengan teman-teman semakin memburuk, dan tekanan dari keluarga semakin terasa. Zahra merasa tertinggal dalam pelajaran dan ini membuatnya semakin frustrasi.

Pada masa libur sekolah ini, Zahra mengalami perubahan drastis dalam perilakunya. Ia mulai merasa malas dan kehilangan semangat. Bahkan, ia merasa sulit untuk bangkit dan melanjutkan kegiatan sehari-harinya. Perubahan ini tidak hanya terjadi pada dirinya, tetapi juga pada hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya.

KhuzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang