10. Bayi Gede

99 84 82
                                    

Jam yang menempel pada dinding terus memutarkan jarum-jarumnya. Detik berganti menit, menit berganti jam, dan jam berganti hari. Tiga hari telah berlalu, selama itu tak ada sesuatu yang menyenangkan bagi Zahra. Ia terus bersedih, entah itu masalah kecil sekalipun jika menyakiti perasaan Zahra, dirinya pasti akan menangis.

Matanya tertutup. Tapi sangat jelas terlihat jika dirinya menangis. Pinggiran mata yang berwarna merah, mata yang sedikit membengkak, dan air mata yang turun menuju ke arah telinga. Namun tak ada suara tangis sedikitpun yang terdengar. Ia menangis, benar-benar menangis, ia menangis dalam tidurnya.

Diam, tenang, tetapi sakit. Itulah yang dirasakan oleh hati Zahra.

Dirinya tertidur hingga benar-benar seluruh air mata yang jatuh telah kering. Hingga sang arunika kembali menampakkan sinarnya, gadis itu masih menutup matanya. Jam terus berputar, tetapi masih saja gadis itu tak kunjung bangun.

"Ra.., bangun. Sekolah nggak?" ucap sang ibunda tercinta sembari membangunkan gadis yang masih tertidur lelap.

"Libuuurrrr...," jawab Zahra dengan tetap memejamkan matanya. Ibu yang mendengarnya hanya memandangi Zahra yang tengah tertidur dan kemudian pergi meninggalkan kamar.

Setelah merasa sang ibu sudah pergi, Zahra membuka matanya perlahan. Ia mendapati pandangan yang sedikit kabur akibat matanya yang sedikit sembab dan bengkak.

Sudah berada pada hari ke-empat tetapi hubungan Andrian dan Zahra belum juga membaik. Andrian selalu mengirim pesan pada Zahra di pagi dan malam hari untuk mengucapkan selamat pagi dan selamat tidur. Meskipun pesan itu tak ada satupun yang terbalas. Terkadang, jika Andrian memiliki urusan diluar, dia mengabari Zahra dengan mengirimkan pesan padanya. Meskipun tak sekalipun dibaca oleh Zahra.

Zahra tahu, dia melihat jika pesan dari Andrian sudah terkumpul banyak. Namun dihatinya masih terdapat rasa sakit. Luka dihatinya dulu kembali basah dengan hadirnya luka baru. Ia takut Andrian meninggalkannya sama seperti Barra. Ia takut jika wanita lain kembali merusak hubungannya.

Zahra yang dulunya selalu sabar, dan tidak pernah mengekang ataupun menuntut apapun dari pasangannya, kini berbeda. Ia tak ingin jika kebebasan yang diberikan oleh nya kepada pasangannya menjadikan pasangannya berperilaku terlalu bebas hingga lupa akan batasan yang dimilikinya.

Semua rasa sedih, takut, dan gelisahnya ia ceritakan pada Ishana. Mengapa tidak ? Sementara Ishana sendiri adalah sahabat terdekat Zahra. Dialah yang selalu mendengar keluh kesah Zahra.

Ishana yang mendengar cerita yang dialami oleh Zahra, merasa sedikit kesal tetapi puas. Dia kesal karena Andrian yang mengira Zahra mengirim pesan pada lelaki lain, tetapi justru Andrianlah yang mengirim pesan pada wanita lain. Namun, Ishana puas karena Zahra memberi pelajaran pada Andrian. Ishana mendukung sepenuhnya apa yang dilakukan Zahra. Dengan Zahra tidak memperdulikan Andrian untuk sementara, itu membuat Andrian sadar betapa pentingnya Zahra baginya.

❧ ☙

Memang benar apa kata orang-orang. 'Sebesar apapun kesalahan pasanganmu, jika kau sudah mencintai nya, kau pasti akan memaafkannya'

Dan benar saja, hati Zahra bergetar ketika melihat pesan dari Andrian yang tampak menyedihkan. Zahra merasa jika saat ini Andrian tengah bersedih. Jarinya sedikit ragu untuk menekan tombol call tetapi jarinya tetap kekeh menekannya.

Mendengar dering dari ponselnya, Andrian buru-buru mengeceknya. Dan betapa bahagianya dia saat melihat panggilan itu dari Zahra.

Dengan samar-samar, Andrian mengucapkan 'Halo' untuk memulai obrolan.

Saat Zahra mendengar suara Andrian, Ia merasa suara Andrian begitu berat dan sempat terdengar suara ingus yang ikut tersedot dengan pengambilan nafas.

"Kamu nangis ?" tanya Zahra dengan sedikit rasa khawatir.

"Enggak..."

"Jangan bohong !" ujarnya.

Setelah mendengar suara Zahra barusan, Andrian langsung menangis dengan suara yang terisak-isak. Sempat Andrian ingin mengucapkan beberapa kata, tetapi Zahra mencegahnya agar dia hentikan tangisnya dulu baru setelah itu berbicara.

Andrian rindu dengan Zahra. Ia rindu suaranya, sikap manjanya, ketawanya, dan stiker-stiker random dari Zahra.

Zahra berfikir sejenak, "Baru juga nggak chatan tiga hari udah kayak gini, gimana entar kalau putus."

Tak disangka, Saat Andrian masih sibuk dengan tangisnya. Terdengar suara teriakan seorang wanita, "Andriannnnn... !!!" Andrian yang mendengarnya sontak terkejut dan langsung membosukan panggilan dengan Zahra. Sebelum Andrian membosukan panggilan, ia sempat mengatakan satu kata 'bentar'.

Zahra yang mendengarnya hanya bisa diam menunggu Andrian kembali membuka pembicaraan. Beberapa menit berlalu tetapi Andrian tak kunjung membuka tombol bisu yang ia klik sebelumnya. Zahra sempat memanggil Andrian beberapa kali, tetapi tak ada balasan apapun dari lawan. Karena bosan menunggu terlalu lama, Zahra memutuskan untuk mengakhiri panggilan dengan Andrian.

Setelah merasa Andrian tak akan meneleponnya kembali, Zahra Kemabli pada kegiatan cerita-bercerita dengan sahabatnya. Meskipun akhirnya pasti menceritakan kelakuan orang lain. Tengah asyik mengobrol, tanpa aba-aba muncul balon notifikasi panggilan dari Andrian.

Zahra sedikit kesal karena Andrian tak ada jawaban tadi, tetapi Zahra juga penasaran dengan apa yang terjadi, jadi ia memutuskan untuk mengangkat teleponnya.

"Sayang, maaf." Suara Andrian masih terdengar berat seperti habis tertelan biji falak.

"Gapapa."
"Tadi siapa ?" tanya Zahra ingin tahu siapa yang bertuah tadi.

"Yang mana?"

"Yang teriak tadi...," sahutnya.

"Oh, itu tadi mama. Aku disuruh jemur baju tadi, hehe," jawab Andrian santai sambil terkekeh.

"Oh, tadi kamu nangis kan ?" Zahra kembali menanyakan pertanyaan yang belum terjawab dengan jujur.

"Iya," ucap Andrian dengan nada yang sedih. Baru juga tadi terkekeh, sekarang udah balik sedih aja.
"Aku kangen sama kamu. Kamu juga sama sekali nggak bales chat dari aku," terusnya menjelaskan keadaannya sekarang.

Mendengar Zahra yang kembali tak ada respon, Andrian mulai merengek seperti bayi, "aaaaa yangg...., jangan marah terhadap ihh.."
"Maafff..." terusnya.

Zahra yang mendengar Andrian merengek seperti itu, seketika hatinya luluh. Bagi Zahra, Andrian menggemaskan saat mengatakannya. "Dasar bayi gede," batinnya.

Baru kali ini Andrian menjadi manja pada Zahra, biasanya juga tidak seperti ini. Sikap Andrian mulai sama manjanya dengan Zahra. Bagi Zahra ini benar-benar menggemaskan. Tapi mungkin bagi orang lain yang mendengarnya, ini menjijikan.

Dengan lembut Andrian meminta maaf pada Zahra dan berjanji tidak akan mengirim pesan pada gina jika hal itu tidak penting. Zahra yang mendengar Andrian meminta maaf dan berjanji hanya bisa mengiyakannya. Untuk sesaat dia melupakan yang terjadi tiga hari yang lalu.

KhuzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang