"Kenapa tugas mulu sih, baru juga mau nyantai," keluh Zahra, melemparkan handphonenya ke kasur dengan frustrasi.
Namun, tak lama kemudian, ia meraih handphonenya lagi, memastikan apakah ada kerusakan. Saat menyalakan ponselnya untuk mengecek, ia justru menemukan pesan dari Andrian. Meski sedang tidak dalam mood yang baik, Zahra merasa harus membalas pesan dari pacarnya itu.
Andrian merindukan percakapan hangat dengan Zahra, sehingga ia memutuskan untuk meneleponnya. Jarak yang memisahkan mereka membuat pertemuan fisik tidak mungkin. Andrian berada di ujung timur Indonesia, di Provinsi Papua, sementara Zahra berada pada Provinsi Jawa. Mereka terpisah oleh lautan. Apakah Andrian perlu menyeberangi lautan? Setidaknya tak perlu keluar biaya, hanya perlu keluar nyawa saja.
Andrian memanggil Zahra dengan suara lembut, namun Zahra yang sedang tidak dalam mood yang baik, menjawab dengan nada malas. Andrian segera merasakan perubahan itu.
"Kenapa, by?" tanya Andrian.
"Gapapa," jawab Zahra singkat.
"Gapapa apanya, orang suaranya jutek gitu. Coba sini cerita," ujar Andrian, mencoba menenangkan Zahra.
"Ini loh tugasnya banyak banget, aku capek. Belum juga yang kemarin selesai, sudah ada tugas baru. Mana tiga mata pelajaran lainnya," keluh Zahra.
Andrian merasa iba mendengar keluhan Zahra, " Ututu kacihan. Gapapa by, nanti aku bantuin," ujarnya.
Mendengar Andrian ingin membantu, Zahra langsung merasa lega. Andrian memang dikenal sebagai sosok yang pintar di kelasnya, jadi tidak heran jika dia menawarkan bantuan. Mood Zahra yang tadinya berantakan, sekarang mulai membaik.
"By...," panggil Andrian pada Zahra.
Dari dulu, Zahra sedikit tidak suka dengan panggilan itu. Dia merasa panggilan itu terlalu alay. Jadi, ia mencoba mengejek Andrian dengan panggilan yang sama, berharap Andrian akan menggantinya.
"Iya, bi.., babi..," ucap Zahra, dengan pelafalan yang sedikit sama namun huruf dan maknanya sangat berbeda.
Andrian yang mendengar panggilan itu, langsung tertawa. "Kenapa babi sih...," ucapnya sambil tertawa.
"Ya kan bener babi, B A B Y, bacanya babi," celetus Zahra.
"Bacanya beibi, sayang..., bukan babi." Andrian masih tetap tertawa. Dia tidak bisa percaya, pacarnya sendiri memanggilnya babi.
"Ihhh babi itu...., kamu sih manggil aku bi terus."
Andrian tahu, dia pasti akan kalah jika berdebat dengan Zahra. Seperti yang diharapkan Zahra, Andrian akhirnya mengganti panggilan untuk Zahra. Kepuasan tampak jelas di wajah Zahra. Wajahnya bersinar, seolah-olah disinari oleh lampu mobil.
❧ ☙
Tengah malam, Zahra terbangun dari tidurnya, terganggu oleh suara dengungan nyamuk yang berterbangan di sekitar telinganya. Tidak hanya itu, gatal yang ditimbulkan oleh gigitan nyamuk membuatnya semakin tidak bisa tidur. Dengan gerakan cepat, ia meraih selimut yang terlipat rapi di bawah kakinya dan menutupi seluruh tubuhnya, berharap bisa kembali tidur. Namun, pikirannya malah melayang ke ponselnya, berharap ada pesan dari seseorang.
Zahra membuka chat roomnya dengan Andrian, pacarnya, dan mengirim pesan padanya. Menunggu beberapa menit, namun tak ada balasan. Melihat jam di handphone menunjukkan pukul 23:28, ia sadar sudah terlalu larut untuk berharap balasan. Zahra pun memutuskan untuk meletakkan handphonenya dan mencoba kembali tidur.
Keesokan harinya, Zahra menjalani hari-harinya seperti biasa. Mandi, bersiap, dan berangkat sekolah. Namun, hari ini ada yang berbeda. Guru menginformasikan untuk memakai pakaian muslim, bukan seragam sekolah. Zahra menduga ini berkaitan dengan berita tentang penyebaran covid di beberapa sekolah.
Zahra membongkar isi lemari mencari baju yang cocok untuk dipakai ke sekolah. Setelah beberapa pencarian, ia menemukan satu. Namun, masalah baru muncul, ia bingung memilih jilbab yang cocok. Akhirnya, ia memilih jilbab yang pertama kali ia lihat dan segera bersiap.
Setelah mandi dan berpakaian, Zahra bergegas berangkat sekolah. Beberapa menit kemudian, ia sudah sampai di sekolah. Kali ini Zahra membayar parkir, tidak seperti waktu lalu. Setelah membayar parkir, Zahra bergegas masuk ke area sekolah. Saat ia masuk ke kelas, beberapa temannya terkejut melihat penampilannya.
"MasyaAllah ukhti," ucap salah seorang teman.
"Wih.., tumben zah," ucap beberapa teman lain.
Mereka terkejut melihat Zahra yang biasanya memakai hijab persegi, kali ini memakai jilbab bergo yang lebarnya menutupi dada hingga pinggang bagian atas. Zahra sedikit terkejut dan bingung dengan reaksi teman-temannya, pasalnya Zahra merasa tak ada yang aneh dengan penampilannya. Zahra yang melihat reaksi teman-temannya itu hanya tersenyum kecil menanggapi semua ucapan temannya dan berjalan ke bangku kosong bagian belakang. Setelah jam pelajaran berakhir, Zahra bergegas pulang.
Begitu sampai di rumah, Zahra merasa ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya. Ia teringat kejadian di sekolah pagi tadi, saat teman-temannya terkejut melihat penampilannya, ada juga sepasang mata lain yang juga menatapnya, sepasang mata yang berbeda dari yang lain. Zahra menyadarinya tetapi tak begitu menggubrisnya.
Bayangan sepasang mata tersebut terus muncul di benak Zahra, membuatnya bingung. Ia terus memikirkan sepasang mata tersebut. Mengapa dia melihatku seperti itu? Apa benar dia melihat ke arahku? Siapa pemilik mata tersebut? Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus berputar di pikirannya, namun ia tidak dapat menemukan jawabannya.
Saat Zahra tengah larut dalam renungannya, tiba-tiba ponselnya bergetar. Notifikasi dari Andrian, pacarnya, muncul di layar. Melihat nama Andrian, Zahra langsung melupakan semua hal yang mengganggu pikirannya. Ia memilih untuk menghabiskan waktu bersama Andrian, berharap bisa melupakan kejadian di sekolah tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Khuza
Teen FictionTak ada yang pernah tau jalan takdir. Bahkan gadis yang tengah duduk di bangku paling sudut itu tak akan menyangka jika dia harus berurusan dengan ikatan yang terbentuk tanpa sebuah nama. Ia tak menyangka jika takdirnya membawanya kepada lelaki yang...