• 2023 •

8 0 0
                                    

HAPPY READING













Langkah kaki lebar yang begitu cepat, menuntun seorang Wanita berusia 22 tahun dengan Ruri shirt polosnya berwarna sage green, yang sudah lusuh dan berantakan—keluar dari selipan Cargo pants jeans miliknya. Rambut kuncir kudanya yang awalnya rapih pun, sudah sedikit mengendor terhempas kesana-kemari. Peluh keringat yang sudah menetes sempurna diwajah paniknya ini, menandai permasalahan yang sedang terjadi.

Semenjak turun dari BRT, ia sudah rusuh sendiri. Entah itu yang memakaikan ID Card miliknya, atau tak sengaja menabrak beberapa orang disekitar.

Sembari terus berlari, Wanita setinggi 163 cm ini tak henti-hentinya melirik jam di layar ponselnya yang terus saja bertambah semenit. Dia paling tidak bisa memperkirakan waktu. Alhasil, yang hanya bisa ia lakukan adalah melirik jam terus-menerus, jika memang tidak ingin mati muda ditangan Kepala Divisi kantornya.

Sudah hampir memasuki tahun ketiga, Wanita penyiar radio ini bekerja di Stasiun Radio Gajah Mada FM. Semua berawal dari keisengannya mengirim surat lamaran ke pihak HRD Stasiun Radio. Dan entah hokinya setahun sekali saatnya tiba, ia terpanggil untuk interview dan lolos dari pertanyaan-pertanyaan yang bahkan tidak ia pelajari sebelumnya. Karena memang jurusan semasa SMA adalah IPA, dan menjadi penyiar radio bukanlah salah satu dari daftar kerja yang ia inginkan.

Hanya saja, memang pada saat itu—pada masa putih-abu-abu. Ia pernah memasuki Ekstrakulikuler Broadcasting yang terbentuk ketika dirinya baru saja resmi menjadi murid dari SMA Negeri 1 Semarang.

Dan memasuki Ekstrakulikuler tersebut juga bukanlah keinginannya. Melainkan—sekali lagi—iseng saja. Alasannya pun juga cukup sepele, yaitu 'bosan'. Iya, tidak salah baca lagi. Hanya kata 'bosan' yang tersemat dilubuk hatinya. Karena menurutnya, Ekstrakulikuler lain sudah sangat membosankan dan memiliki bayangan yang biasa-biasa saja dari pengalamannya ketika dibangku SMP. Meski, pada akhirnya Ekstrakulikuler yang katanya membosankan itu, tetap saja ia ikuti.

Mungkin, memang sudah takdirnya berada didunia penyiaran radio. Dan mungkin juga, sudah menjadi takdirnya harus terlambat hampir di setiap harinya.

Langkah yang terus saja berlari menghantarkan pada kantor Stasiun Radio ini, membuat beberapa orang yang berada didalam menatap heran Wanita yang kerap dipanggil 'Sina' oleh teman kantornya ini.

Setibanya di ruang penyiaran, lirikan beserta omelan kesal menyambut Wanita yang sudah berpenampilan lusuh.

"Bagus! Telat aja ter—"

"Mana skripnya?! Haaah ...." Timpalnya cepat tak ingin mendengar rekan kerjanya mengomel dulu.

Pria berkaca mata dengan topi hitam yang terpasang dikepalanya, kini sudah memberi naskah siaran radio pada Wanita terlambat ini.

"Udah diundur lima menit. Lo baca naskah aja sebentar, sambil ngatur napas," ujarnya lagi, ketika mendapati rekan kerjanya terlihat ngos-ngosan membaca isi naskah tersebut seraya membuka pintu ruangan yang lebih kecil dengan lapisan peredam suara berwarna hitam dan abu-abu.

Gadis yang sekarang sudah membenahi tampilannya ini, hanya memberi tanda 'OK' dengan tangan kirinya.

Ia perlahan duduk dikursi putar yang terletak didepan meja dengan alat-alat siaran seperti microphone-headphone, audio mixer, komputer, dan lain-lain. Sembari menghapal sedikit beberapa intonasi untuk kata yang akan ia ucapkan, Wanita itu juga seperti sedang menuliskan sesuatu di kertas naskah.

Our HeydayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang