HAPPY READING
Semua manusia diseluruh penjuru dunia pasti pernah merasakan sesuatu kenangan yang teramat dalam sehingga untuk melupakannya saja, bahkan mengingat-ingat kembali kenangan itu, rasanya begitu menyedihkan. Padahal, kala itu, kenangan yang tak sengaja terbentuk, adalah momen bahagia penuh dengan canda-tawa tanpa mengenal kehidupan dewasa seperti sekarang.
Dan Sena, salah satu orang yang suka sekali menangisi momen kebersamaan bersama sahabat atau keluarganya. Momen yang tidak bisa diulang kembali. Momen yang membentuk jati dirinya tanpa sengaja. Dan momen, yang mungkin tak kekang oleh waktu.
Setiap rasa rindunya menghampiri, hal pertama yang Sena lakukan bukan menemuinya. Mana mungkin. Mereka saja sudah berpencar ke seluruh penjuru dalam negeri, maupun luar negeri.
Yang ia lakukan adalah membuka dompet. Disana terselip selembar foto cetakan bergambar dirinya memakai seragam putih - abu-abu beserta empat sahabatnya berdiri di atas aspal berlatar bangunan sekolah.
Setelah itu, mengabari sahabatnya lewat grup chat dari aplikasi WhatsApp. Entah itu yang basa-basi, atau langsung to the point kalau ia sangat merindukan sahabatnya.
Dahulu, ketika masih sering bertemu, chat-nya akan segera terbalas dengan cepat. Tetapi, melihat kesibukan sahabatnya yang kerja maupun kuliah, Sena cukup bisa memaklumi chat miliknya tak dibalas dan terbiarkan menganggur selama berbulan-bulan.
Sedih memang. Tetapi mau bagaimana lagi, hidup bukan sekedar tentang dirinya yang terus bersama-sama selamanya. Ada saatnya kebersamaan itu akan termakan oleh kesibukan persiapan untuk masa depan.
Ketika ia mulai sibuk-sibuknya beberapa tahun belakangan ini, dan tak sempat menanyai kabar sahabatnya. Kini, salah satu dari mereka muncul.
Satu nama, yang mulai mengulas kembali memori-memori masa SMA-nya yang begitu berharga, sampai tidak mungkin terlupakan begitu saja. Bahkan ingatannya mulai menangkap sosok lelaki bermata sipit yang sering beradu mulut dengannya hingga berujung pertengkaran saling tarik-menarik rambut.
Anonim pengirim surat ini, sudah pasti salah satu dari sahabatnya.
Perlahan, ketika bola matanya melirik semua tulisan dari surat ini. Ingatannya kembali pada lima tahun yang lalu. Saat aksi memanjat pembatas sekolah yang terhubung dengan gang sempit.
Atau sekelompok murid yang terhukum dibawah panasnya terik matahari. Lalu dilanjut hukuman lari, hingga membersihkan gudang sekolah yang berujung tempat nongkrong hidden bagi mereka berlima.
Bernyanyi bersama diruang Ekskul Band pun tak kalah serunya. Rumah ternyaman untuk disinggahi, biasanya ada pada rumah mewah milik Si sipit tukang marah nan keras kepala, yaitu 'Pitbull'.
Hingga, ingatan pada, duka yang teramat dalam bagi lelaki yang sudah ia kagumi selama bertahun-tahun. Atau mungkin, lebih tepatnya sampai sekarang?
Sementara Sena berdiam diri selama lima menit lamanya. Ruangan sebelah sudah panik dengan sikap Wanita itu yang tiba-tiba menjeda ucapannya dan berdiam diri begitu saja menatap secarik kertas berwarna kuning disana.
Pria dengan ID Card bertuliskan 'Vernandos Oliver Shailendra' ini sedari tadi melambai-lambaikan kedua tangannya kearah temannya didalam sana. Namun tidak ada respon sedikit pun. Rasanya lelaki bermata sipit dengan nama panggilan resmi dikantornya, yaitu 'Vernan' itu, ingin sekali membuka lebar-lebar pintu transparan dihadapannya. Namun apa daya, keadaan yang masih On Air ini sangat tak memungkinkan sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Heyday
JugendliteraturSeorang penyiar yang bekerja di Stasiun Radio tak sengaja membaca salah satu surat anonim dari pendengar sejatinya yang ternyata adalah seseorang dimasa putih abu-abunya. Berkali-kali mencoba mencari tahu sendiri tentang sang pengirim anonim. Ia jad...