5. Garis Interaksi

131 21 28
                                    

"Lagi masak apa, Mbak? Kok nggak bangunin aku?" ujar Zee yang baru saja keluar dari kamar dan mendapati Maudy yang tengah sibuk berkutat di dapur.

"Mbak nggak tega bangunin kamu, abis shalat subuh tadi tidurnya pules banget soalnya, kelihatan banget kecapekan abis perjalanan jauh," sahut Maudy.

"Padahal bangunin aja, sayang kan waktu liburan di Jogjanya kalau aku pake cuma buat tidur."

"Nggak apa-apa. Masih ada beberapa hari lagi kan di sini. Hari pertama wajar kalau masih capek." Maudy memaklumi sementara Zee meringis malu.

"Kalau gitu aku bantuin ya, Mbak? Apa yang belum dikerjain? Cuci sayur atau motong-motong? Siapin bumbu?"

"Memangnya kamu bisa masak?"

"Duh, Mbak Maudy ku tersayang, calon adik iparmu ini sangat ahli dalam urusan masak memasak. Kalau nggak percaya, biar aku aja yang olah semua bahan makanan yang ada di sini. Gimana?"

"Mbak percaya kok. Tapi sayangnya kamu nggak perlu bantu apa-apa. Masakannya semua udah selesai. Sekarang tinggal kita tata di meja makan terus sarapan deh."

"Yaah, aku telat dong, ya? Ha...ha..."

"Makanya jadi perempuan itu jangan kebluk! Habis shalat subuh itu langsung aktivitas, bukannya lanjut tidur." Bian yang muncul entah dari mana langsung menimpali sambil mengacak gemas rambut Zee hingga mengundang protes darinya.

"Biasanya juga langsung siap-siap ke sekolah, kok. Ini kan karena lagi liburan aja makanya tidur lagi abis shalat. Niatnya tadi cuma mau tidur lima menit doang, eh malah kebablasan sampe jam tujuh pagi," timpal Zee seraya merapikan rambutnya yang berantakan akibat ulah Bian. "Eh iya, Mas, jadinya nanti kita berangkat jam berapa? Kemarin Mas Bian bilang mau keliling ke tempat lain dulu, kan?"

"Siangan aja, Zee. Bentar lagi pasti turun hujan. Tadi pas kita belanja ke pasar udah mulai gerimis soalnya. Mudah-mudahan siang nanti udah nggak hujan lagi," jawab Bian.

"Kalau memang hujan, sore juga nggak apa-apa, sih. Toh, aku kan cuma mau liat sunset Ratu Boko doang."

"Ngobrolnya udahan dulu ya, mendingan sekarang kita semua sarapan. Keburu dingin nanti nggak enak lagi masakannya," ajak Maudy. "Eh tapi Abi mana, Mas? Kok nggak kelihatan."

"Di luar mungkin. Coba panggil Abi suruh sarapan bareng, Zee," titah Bian.

"Hah?! Aku?"

"Iya, kamu. Udah sana cepetan panggilin Abinya."

Zee mengerling Bian, "Kemarin aja bilangnya bakalan ngawasin, eh sekarang malah disuruh deketin, maunya Mas Bian itu apa sih sebenernya?"

"Mas nggak nyuruh kamu deketin Abi, Mas cuma nyuruh kamu panggilin Abi buat sarapan. Jangan geer."

"Ya udahlah ya, terserah."

Zee segera melangkah pergi dari ruang makan, bermaksud mencari keberadaan Abi. Ia berjalan ke arah ruang keluarga, melongok keluar jendela dan mendapati Abi yang tengah duduk termenung menikmati rintik hujan yang baru saja turun dengan ditemani sebatang rokok di tangan.
"Mas Abi ... dipanggil Mas Bian sama Mbak Maudy buat sarapan," katanya memecah kesunyian yang Abi ciptakan untuk dirinya sendiri.

Abi segera menoleh dan langsung mematikan rokok di tangannya. "Oh, iya, Zee. Nanti saya nyusul. Makasih, ya?"

"Emh... Oke." Tidak tahu harus mengatakan apa lagi, Zee akhirnya segera kembali ke dalam.

"Loh? Abinya mana Zee?"

"Nanti nyusul katanya, eh, tuh Mas Abi," Zee langsung meralat ucapannya saat menoleh ke belakang dan melihat Abi yang ternyata segera datang menyusul.

SERENDIPIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang