6. Senja Yogyakarta

95 19 4
                                        



Pagi ini perasaan Zee teramat sangat bahagia sebab sepulangnya dari Alun-alun Kidul semalam, Bian mengatakan kalau ia akan mengajaknya pergi ke pantai sebagai permintaan maaf karena semua rencana liburan yang sudah dibuat kemarin terpaksa gagal. Zee jelas begitu bersemangat saat mendengar ajakan Bian, ia bahkan tidak bisa tidur sejak semalam karena ingin waktu segera berlalu menjadi pagi. 

Selepas sarapan pagi tadi tanpa menunggu banyak waktu keempatnya langsung meluncur. Tidak jauh, hanya perlu waktu sekitar satu jam saja dari kediaman Maudy untuk bisa sampai di pantai tujuan. Di sepanjang perjalanan Zee tak hentinya menebar senyum sumringah di wajahnya, membayangkan betapa asyiknya bermain pasir putih dan berkejaran dengan ombak di tepi pantai. Zee merasa kalau liburan singkatnya selama di Jogja kali ini tidak akan sia-sia.

Perjalanan sejauh tiga puluh dua kilometer dari rumah ke pantai pun berakhir. Begitu mobil yang mereka tumpangi memasuki area parkir yang berjarak beberapa ratus meter dari pantai, Zee segera menurunkan kaca jendela mobilnya, mencoba merasakan udara pantai yang hangat dan mendengar dengan lebih jelas gemuruh suara ombak yang saling berkejaran dari kejauhan. Di sejauh mata memandang, Zee melihat hamparan lautan lepas, lautnya begitu biru dengan kilatan-kilatan dari bias sinar matahari yang mulai meninggi. Zee tak mampu lagi mengendalikan rasa bahagianya, segera ia keluar dari dalam mobil begitu mobil yang ia tumpangi berhenti dengan sempurna di area parkir. Kedua netra beriris kecoklatan gadis SMA itu menyapu pandangannya pada ombak yang saling bergulung, berlomba untuk sampai ke bibir pantai.

"Yeay pantai! Ini baru namanya liburan!" jeritnya penuh antusias. Zee melangkah mendekati persisir, melepas alas kaki dan menentengnya berjalan mendekati bibir pantai. Ia sudah tak sabar untuk merasakan kaki telanjangnya berjalan di antara ribuan pasir pantai yang lembut, membiarkan ombak kecil menyapu kakinya. "Thank's ya Mas Bianku sayaaaang!" serunya sambil mengacungkan kedua ibu jarinya ke arah Bian yang ditanggapi santai oleh kakak laki-lakinya itu.

Membiarkan Zee bahagia dengan dunianya sendiri, Bian bersama dengan Maudy berjalan ke arah tenda payung tak berpenghuni, sekedar beristirahat sejenak sebelum memutuskan untuk berkeliling, sementara Abi mulai sibuk dengan kameranya, membidik apa saja yang dilihatnya.

"Lagi mikirin apa, Mas? Kok gitu banget ngeliatin Zeenya?" tanya Maudy saat menyadari apa yang tengah Bian lakukan saat ini.

Ditolehkan pandangannya ke arah Maudy lalu menggeleng sambil tersenyum simpul, "Menurut kamu kalau Zee sama Abi saling suka, gimana, Dy?"

Maudy tampak berpikir, agak terkejut dengan pertanyaan Bian. "Ya nggak gimana-gimana. Kalau aku lihat sih mereka cocok-cocok aja. Memangnya kenapa, Mas? Kok tiba-tiba banget nanya kayak gitu?"

"Nggak, bukan apa-apa kok. Aku cuma asal ngomong aja, kepikiran waktu semalam pas mereka berdua pergi ke Alkid," jelasnya.

"Ya kalau mereka saling suka nggak ada yang salah kan, Mas? Mereka punya hak buat itu."

"Memang nggak salah juga, sih. Justru yang ada aku bakalan tenang banget kalau memang mereka berdua bisa sampai berjodoh. Abi orang baik dan kita udah kenal dia lama banget. Tapi ... ah udah lah kenapa kita jadi bahas mereka, ya?"

"Mas Bian kayaknya terlalu mengkhawatirkan hal yang belum tentu terjadi. Tapi kalau memang akhirnya terjadi, kita sebagai kakaknya harusnya mendukung, kan? Selama semuanya wajar-wajar aja."

Bian menganggukkan kepalanya tanda setuju, "Terus sekarang kita mau keliling nggak, Dy? Masa udah di pantai cuma diem aja," ucapnya mengalihkan pembicaraan.

"Emh, aku di sini aja dulu, Mas. Masih mager buat jalan-jalan."

"Ya udah, aku keliling dulu sebentar ya, kalau ada tempat yang bagus nanti aku balik lagi jemput kamu, terus kita minta Abi buat fotoin. Anggap aja foto prewed gratisan," ujarnya sambil terkikik geli sendiri.

SERENDIPIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang