“Kakak itu tampan sekali,” puji seorang gadis remaja ketika melihat Jungkook sedang minum sekaleng bir di kursi teras minimarket yang bernaungkan tenda payung hijau tua. Siang hari begini di hari libur, melihat pria tampan dan keren merupakan keberuntungan bagi mereka. Ibarat melihat barang bagus yang berkilauan dan enak sekali dipandang mata.Remaja itu sampai turut menarik kedua temannya agar berhenti hingga ketiganya kini melihat Jungkook yang mengenakan jaket kulit beserta topi cokelatnya. Pria itu dapat mendengar pekikan mereka, hanya saja ia acuh dan tetap meminum bir kalengannya. Sudah biasa mendengar pujian begitu, rasanya Jungkook sudah mulai muak.
Dua belah bibirnya saling mencecap sisa manisnya bir. Lantas ia kembali menenggaknya hingga tetesan terakhir. Segera saja kaleng yang sudah kosong itu dirematnya hingga penyok.Didengarnya salah seorang dari remaja itu berseru dengan begitu berani, “Kakak yang tampan, kenapa sendirian?” Teman-temannya turut terkikik oleh celotehan itu.
Jungkook akhirnya menoleh pada mereka. Ketiganya pun seperti sama-sama menahan napas serta saling cubit-cubitan sewaktu Jungkook beranjak---berjalan mendekat. Seketika mereka heboh sendiri,
“Dia datang. Bagaimana ini?”
“Minta nomernya saja.”
“Kau gila! aku mana berani.”
“Kau saja dasar genit.”
“Sial, kan kalian yang suruh aku bilang begitu.”
“Yasudah kau saja yang ngomong sekalian.”
Si pelaku yang berseru tadi, adalah remaja berambut pendek dengan wajah bulat. Hidungnya bangir; ada jerawat kecil-kecil di dahinya, serta yang paling besar di dagu dan pipinya. Menyesal rasanya karena dengan berani bilang begitu padahal dia tidak percaya diri pada penampilannya apalagi posisinya ada di tengah-tengah kedua temannya. Jungkook yang memiliki postur yang bagus---melangkah selayaknya model dan kini tiba di hadapan mereka. Jungkook tersenyum manis hingga rasanya hati para remaja labil itu meleleh hingga ke prankeas. Namun, sayang sekali, ucapannya bukanlah sesuatu yang manis untuk didengar.
“Aku baru saja keluar dari penjara hari ini, makanya tidak ada yang menemaniku. Apa kalian mau?” katanya pada ketiga remaja yang menatapnya berbinar.
Mendengar ucapan itu mereka saling melempar tanya. Bingung mengapa Jungkook memberitahu mereka hal yang tak terduga. Ucapannya bukan pula sesuatu yang seru untuk didengar.
“Penjara?” tanya mereka berbarengan.
Jungkook mengangguk. Masih mempertahankan raut sebagaimana oppa-oppa manis bersayap malaikat. Ia pun menambahi, “Ya, aku seorang mantan narapidana.”
“Masa?” lagi-lagi suara mereka terdengar senada.
“Serius. Aku adalah seorang pembunuh. Dan sekarang sedang bosan. Kebetulan sekali melihat kalian.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Desire [sequel Burning Desire]
FanfictionDua orang yang sama-sama hancur, akhirnya kembali terjatuh di kegelapan yang sama lagi. Dan perjalanan keduanya masih tetap dipenuhi luka dan air mata, serta perjuangan laki-laki itu untuk membuktikan bahwa cintanya pada Kiara adalah cinta yang memb...