Sudah jam sebelas malam. Kiara tidak bermaksud menunggui Jungkook hingga jam segini.
Tetapi perasaannya gelisah sekali dan bertanya-tanya, “kemana perginya laki-laki itu?” karena sebelumnya Jungkook mengiriminya pesan tadi pagi, bahwa dia akan pulang malam ini.
Rasanya aneh. Kiara mencoba fokus pada layar televisi yang ditontonnya. Namun hatinya berdebar-debar memikirkan apa yang terjadi pada Jungkook. Diraihnya ponselnya dari sisi sofa lalu membuka kembali ruang obrolan dengan Jungkook. Masih tetap belum ada pesan terbaru.
Lima belas menit kemudian, sewaktu suara pintu diketuk terdengar, Kiara dengan ajaib segera melompat dari sofa lalu bergegas menuju pintu. Saat dia buka pintunya, Kiara hampir memekik terkejut. Sebab penampilan Jungkook yang babak belur. Sudut bibirnya terluka. Tulang pipinya memar dan Kiara bahkan tidak bisa menjabarkan bagaimana parahnya itu yang membuatnya meringis sampai menutup mulut.
Jungkook melangkah masuk, tepat ketika pintu berdebam menutup, Jungkook sudah ada di pelukan Kiara. Pria itu menyandarkan dagunya di pundak sang wanita dengan kedua lengan merangkum pinggang rampingnya erat. Seolah ia sedang mencari-cari perlindungan atas hari yang kian melelahkan.
Kiara masih bingung dan dia tidak tahu harus apa. “A-apa yang terjadi?” tanyanya terbata.
Jungkook menggumam. “Hari ini sial sekali,” katanya di pundak Kiara. “Aku kalah berkelahi. Mereka curang. Aku tidak tahu bakal kalah begitu.”
“Kau dikeroyok?” tanya Kiara dan Jungkook mengangguk. Lalu Kiara menjauhkan Jungkook untuk meneliti luka-luka di wajahnya. “Ya Tuhan, kau harus ke rumah sakit.”
“Tidak usah,” kata Jungkook. Tak peduli apa, dia tetap kembali memeluk Kiara.
“Jungkook?”
“Aku mau memeluk wanitaku begini dulu, sudah cukup, tidak butuh rumah sakit.”
“Kalau begitu setidaknya biarkan aku mengobatinya.”
Jungkook akhirnya beringsut menjauh dengan senyum di bibir. Kedua tangannya menjalar di pundak hingga lengan Kiara. “Terima kasih.” Tetapi senyumannya hilang saat Kiara menjauhkan diri lalu pergi dari hadapannya.
Sembari wanita itu berkata, “Duduklah, aku cari obat dulu.”
Jungkook menurut. Dia duduk di sofa dengan hati-hati karena seluruh tubuhnya seperti akan remuk. Ekspresi kesakitannya tidak bisa ditutupi dan hal itu diperhatikan oleh Kiara yang dapat melihatnya dari balik counter.
Kiara kembali dengan membawa sekotak obat. Dia pun bergabung bersama Jungkook di sofa itu sambil mengeluarkan obat dan kapas guna membersihkan luka-luka Jungkook. Pria itu menurut saat Kiara menyuruhnya mendekat---memosisikan mereka berhadap-hadapan.
“Apa kemampuan berkelahimu hanya omong kosong?” sarkas Kiara.
“Mereka berlima. Kau pikir aku superhero bisa melawan mereka semua? Ini bukan filim jagoan.”
“Kalau begitu kenapa kau tidak lari?”
“Mereka mengepungku.”
Kiara menekan kassa ke sudut bibir Jungkook dan pria itu meringis. Kiara diam saja tetapi Jungkook tahu Kiara hanya fokus melihat luka-lukanya dan merasa ekspresi wanita ini begitu khawatir.
“Apa kau melakukannya demi memenuhi permintaan Madam Goo? Dia meminta lebih darimu, ‘kan?”
“Dia meminta dua kali lipat dari jumlah yang kau tawarkan padanya.”
“Sudah kubilang menyerah saja,” ujar Kiara dengan suara bergetar. “Jika kau hanya membahayakan dirimu buat apa? Aku tidak butuh apapun daripada kau harus terus membahayakan dirimu. Aku tahu Madam hanya menginginkanmu mati.”
“Kiara...” Jungkook jadi ikut cemas sebab Kiara menangis.
Cemas bercampur bahagia sebab Kiara ternyata mengkhawatirkannya.
Dia menangkap tangan Kiara yang masih sibuk menekan lukanya. Diraihnya tangan itu kemudian membalikkan telapak tangannya. Ekspresi Jungkook berubah kelam. Kiara dapat mendengar Jungkook sampai sempat menahan nafasnya kala melihat bekas luka bakar di sana. Bukan maksud Jungkook awalnya, tetapi saat dia melihat jejak perbuatannya di masa lalu terhadap Kiara, mendadak Jungkook merasa marah. Perasaannya berkecamuk.
Kiara tidak pernah melihat bagaimana Jungkook seperti ini. Jungkook memaku dengan bibir setengah terbuka. Bola matanya bergerak-gerak gelisah. Kiara hendak menarik tangannya tetapi Jungkook menahannya. Pria itu menatap Kiara dengan tatapan kesakitan dan rasa penyesalan yang tiada tara.
“Kiara ...” suaranya tercekat. Menunduk, lalu Kiara melihat bagaimana Jungkook mencium bekas luka bakar itu, mengecupnya penuh perasaan. Hingga Kiara sadar Jungkook meneteskan air mata. Lama dibiarkannya dia di sana, sampai Jungkook mengangkat kepalanya dan dia bahkan tidak sanggup menatap Kiara. Jadi, dia hanya menundukkan pandangan.
“Maafkan aku,” bisiknya terbata. “Maafkan aku, sungguh maafkan aku...”
Kiara merasa hatinya terenyuh.
“Aku tahu aku tidak pantas diterima olehmu lagi, aku tahu Kiara. Tapi, aku kesakitan karena rasa penyesalan ini.” Jungkook tersedu. Berulangkali dia mengucap maaf sampai Kiara tidak tahan. Kiara meraih wajah Jungkook supaya menatapnya. Mencoba memaksakan senyuman sambil ia menyeka jejak basah di pipi Jungkook.
“Bagaimana aku bisa menebusnya?” Jungkook memelas. Dia hendak menunduk lagi tapi Kiara menahannya.
“Tidak apa-apa. Sudahlah,” ujar Kiara.
Jungkook menggeleng. "Aku rela melakukan apa saja untukmu. Apapun itu. Bahkan jika aku harus menukarnya dengan nyawaku sendiri."
Kiara ikut menggelengkan kepalanya. "Kau tidak harus melakukan itu."
"Aku harus. Karenaku kau begini. Kalau saja aku tidak datang dalam hidupmu, kau mungkin akan menjalani hidup normal seperti wanita pada umumnya. Kau akan kuliah lalu menjadi pengacara, kau akan mendapat hidupmu yang sehat, masa depan yang ceria. Tapi ... aku menghancurkannya..."
Saat Jungkook mulai emosional lagi, Kiara beringsut untuk memeluk Jungkook. Dan keduanya mengalami momen-momen yang emosional selama beberapa menit.
Saat keduanya mengurai jarak, Jungkook mengelus pipi Kiara. Kemudian menarik wajahnya, mengecup dahinya, mengecup pipinya, kedua mata yang otomatis terpejam itu, dan bibirnya.
“Aku mencintaimu,” bisik pria itu. Begitu dalam dan penuh damba.
"Aku tahu," balas Kiara.
Dia menempelkan telapak tangannya di pipi Jungkook.
Selama beberapa lama mereka begitu.
Lalu, Kiara beranjak dari duduknya. Jungkook memperhatikan itu dan dia bingung mengapa berikutnya Kiara mengubah posisi berlutut di hadapannya. Tetapi, hanya beberapa saat, dia akhirnya paham maka dengan segera dia melepaskan celananya dengan gerakan agak tergesa-gesa. Nafasnya tak beraturan, Jungkook mengerang, dan dia tahu saat Kiara memuaskannya dengan cara yang demikian, cintanya pada wanita itu naik, naik, dan naik hingga tak terbendung di dalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Desire [sequel Burning Desire]
FanficDua orang yang sama-sama hancur, akhirnya kembali terjatuh di kegelapan yang sama lagi. Dan perjalanan keduanya masih tetap dipenuhi luka dan air mata, serta perjuangan laki-laki itu untuk membuktikan bahwa cintanya pada Kiara adalah cinta yang memb...