Sebelas : Cinta Butuh Waktu

27 5 0
                                    

Aku mencintaimu, Ra.
Mencintai segala yang ada padamu karena Allah. Rasa cintaku semakin dalam saat kamu menjadi kekasih halalku, Zahira.
Tapi, sesuatu yang ternyata kucintai itu menyakitiku, aku terluka sendiri oleh rasaku padamu.

***

Aku terbangun, jam dinding di kamarku menunjukan pukul tiga dini hari. Mas Haidar tidak ada, aku fikir dia akan menyusulku tidur di sini malam ini setelah pertengkaran tadi malam.

Aku tidak tahu kemana laki-laki itu pergi saat aku masuk ke kamar mandi. Setelah aku keluar, dia sudah tidak ada di kamar. Aku langsung membaringkan tubuhku yang lelah, serta hatiku. Aku menyiapkan selimut dan bantal jika nanti Mas Haidar ingin tidur. Namun, sampai sekarang posisi aku meletakkan selimut dan bantal itu masih sama. Mas Haidar tidak kemari. Aku tidak tahu di mana dia berada.

Aku bangkit menuju kamar mandi, mencuci muka dan melaksanakan sholat tahajud, aku ingin mengadu pada Allah, aku harus bagaimana. Malam yang seharusnya indah, malam yang seharusnya aku melayani suamiku dengan baik dan cinta, aku malah bertengkar dengannya, dosaku sangatlah besar, bahkan aku baru sehari jadi istrinya. Ya Allah ampuni aku.

***

Zahira selesai dengan segala doanya pada Sang Maha Pencipta, hatinya lebih tenang sekarang. Bagaimana pun, ia sekarang adalah seorang istri.

Suara pintu diketuk saat Zahira hendak membaca Al Qur'an, ia bergegas membuka kalau kalau yang datang adalah Haidar.

"Assalamualaikum," ucapnya setelah pintu terbuka.

"Wa'alaikumsalam, Mas. Kamu dari mana?" tanya Zahira setelah Haidar ikut masuk.

"Dari luar, Ra. Maaf menganggumu." Haidar melihat Mushaf Al Qur'an yang sudah tertata di meja tempat Zahira biasanya melaksanakan sholat.

"Tidak, Mas. Aku minta maaf ya soal semalam, maaf aku sudah jadi istri yang buruk."

"Aku juga minta maaf, Ra. Sebab aku, kamu jadi bersedih seperti ini."

"Semua terjadi atas kehendak Allah, Mas. Pasti ada hikmahnya semua ini. Aku akan berusaha jadi istri yang baik, Mas. Kamu sudah menolongku, menolong keluarga ku. Tapi, maaf Mas, aku belum bisa membuka hatiku untukmu." Zahira menunduk saat mengatakan kalimat itu. Ada raut wajah kecewa di wajah Haidar, tapi ia tidak boleh lebih egois lagi. Pernikahan ini sudah menyakiti hati Zahira, dengan Zahira menerimanya dengan baik sebagai suaminya, itu harusnya sudah lebih dari cukup.

Laki-laki itu menghela nafas pelan sebelum menjawab juga memasang senyuman manis untuk istrinya.
"Terimakasih, Zahira. Kamu memang perempuan yang baik, Allah memberikan cobaan ke kamu sebab kamu mampu."

Zahira membalas senyuman Haidar dengan kaku, Zahira bersyukur Haidar bisa memahami dirinya saat ini.

Haidar pamit untuk mandi, sementara Zahira melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda, ia sempatakan membaca beberapa lembar ayat Al-Qur'an sambil menunggu waktu subuh.

Di kamar mandi, hati Haidar berdebar, suara mengaji Zahira masih terdengar, ia seolah kembali jatuh cinta lebih dalam lagi kepada istrinya, meski ia tahu hati istrinya masih milik orang lain. Tapi, rasa cinta ini tidak bisa dibendung, ia mengalir begitu saja.

Adzan subuh berkumandang, Haidar sudah selesai dengan kegiatan mandinya, ia sudah rapi memakai koko putih dan peci hitam untuk melaksanakan sholat subuh. Sementara, Zahira masih terlihat cantik dengan mukenahnya menyudahi bacaan ayat-ayat Al Qur'an.

"Mau sholat subuh berjamaah, Ra?" tawar Haidar kepada istrinya yang sudah selesai merapikan meja dan Al Qur'an.

"Boleh, Mas. Aku ambil sajadah satu lagi, sebentar."
Zahira berlalu menuju lemarinya dan mengambil sajadah berwarna biru muda bergambarkan Kakbah.

Seikhlas CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang