Dua Puluh : Cinta

26 3 0
                                    

Aku tidak tahu, apakah aku yang tidak paham soal cinta, atau aku yang memang mendefinisikan cinta dengan salah.
Saat ini aku hanya merasa hatiku sakit sekali. Luka tak terlihat tapi rasa sakitnya sangat luar biasa.
Benar tulisan yang pernah kubaca, 'jatuh cinta adalah patah hati paling sengaja'. Tapi, kenapa? Kenapa saat aku benar-benar yakin bahwa kamu adalah jodohku, takdir berkata lain? Kamu bersama orang lain, orang lain yang ternyata begitu dekat denganku.
Ya Allah, aku sungguh mencintainya, mencintai kebaikannya, kataatannya, kesederhananannya. Aku mencintai hamba Mu satu itu Ya Allah. Cinta yang aku rasakan hadir setelah kedua orangtuaku.

- Nurul -

***

Nurul meminta tukang ojek untuk menepikan motornya di sebuah masjid yang dekat dengan taman.

"Terimakasih ya, Pak. Kembaliannya buat Bapak aja," ucapnya saat tukang ojek hendak mengambilkan kembalian.

"Terimakasih ya, Mbak," jawabnya riang.

"Sama-sama, Pak."

Nurul berlalu memasuki tempat wudlu, kemudian ia masuk ke dalam masjid dan melaksanakan sholat dhuha. Masih pukul 09.45. Nurul menangis mengadu pada Rabb nya. Ia begitu lemah dengan apa yang sudah terjadi.
Selesai melaksanakan 4 rakaat sholat dhuha, Nurul masih duduk di tempatnya. Mata sembabnya begitu kentara mengucapkan segala kegundahan hatinya perihal cinta diam-diamnya yang berakhir pilu.

Nurul tidak bisa menahan saat bertemu dengan sahabat-sahabatnya tadi, terutama Zahira. Cintanya pada Haidar yang begitu besar membuatnya masih belum bisa menerima bahwa Haidar sudah menikah.

Nurul membuka gawainya, foto candid Haidar yang sedang tersenyum bersama seorang anak.

"Mas." Air mata Nurul turun, "apa kamu tahu, senyuman kamu masih jadi objek terindah yang aku semogakan setiap malam agar aku bisa menikmati dengan halal senyum itu nanti." Nurul terisak.

Itu adalah foto yang ia ambil saat ia tak sengaja melihat Haidar yang tengah menghibur anak kecil yang sedang bersedih karena teringat ibunya yang sudah meninggal. Haidar membawa aura positif kepada siapapun. Ia begitu ramah.

"Mas, apa cintaku ini salah? Aku sungguh tidak paham. Tapi, kalaupun memang salah, bukankah aku mencintaimu lebih dulu sebelum kamu menikahi ... Sahabatku." Isakannya makin dalam.  Ia tersiksa dengan cintanya sendiri yang tidak sampai pada yang dicintai.

Nurul benar-benar patah hati saat ini, ia berusaha membuang jauh rasa itu agar tidak menderita, tapi semakin ia berusaha menghilangkan, bayangan Haidar seolah datang. Ia tidak bisa memaksa rasa cintanya pergi begitu saja.

**

"El, aku minta maaf ya, aku ... Aku akhirnya menerima pernikahan itu," ungkap Zahira.

Cheesy dan Elisa saling pandang.

"Aku akan mencoba membuka hati untuk Mas Haidar, El," imbuh Zahira.

"Memang harusnya begitu kan, Ra?" Elisa masih mencoba menangkap maksud dari Zahira.

"Awalnya, aku sangat keberatan dengan pernikahan itu, aku tidak siap, El. Aku tidak tahu bagaimana aku harus bersikap pada Mas Haidar, pada kamu. Hatiku masih ada Bang Fadil di sana." Zahira mencoba menetralkan perasaannya. Ia ingin mendapat saran yang lebih baik.

"Ra, kamu tahu kan itu salah? Segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah, kamu nggak boleh terus-terusan kayak gini. Statusmu sudah berubah, kewajiban kamu juga sudah berubah. Mas Haidar lah yang wajib ada di hati kamu, yang wajib kamu cintai dengan sepenuh hati." Elisa memberikan saran, Chessy menyimak, ini sudah masuk obrolan serius.

"Aku tahu, El. Tapi, apa aku sanggup? Apa aku tidak menyakiti kamu?"

"Menyakiti?
Ra, denger yaa, kalau dari awal aku bakal sakit hati, aku nggak mungkin lakuin itu, menyuruh Mas Haidar menggantikan Mas Fadil mengucapkan ijab qobul, aku sangat tahu apa yang aku lakukan, Ra. Mungkin akan membutuhkan waktu, tapi percayalah Ra, tidak akan lama.
Aku berusaha semaksimal mungkin untuk biasa saja dengan apa yang terjadi karena semua takdir dari Allah. Jadi, kamu juga harus biasa saja kalau bersamaku.
Mas Haidar itu sangat mencintai kamu, nama kamu selalu ada di hatinya, aku yakin, kamu akan menjadi perempuan yang sangat beruntung karena mendapatkan cinta dari laki-laki seperti Mas Haidar. Jadi, mari kita terima takdir ini dengan lapang dada." Elisa mengusap pelan punggung tangan Zahira sebagai bentuk penguatan untuk sahabatnya itu.

"Tetap jadi Zahira yang kita kenal, Zahira yang tahu mana yang harus dilakukan dan yang seharusnya tidak dilakukan, Zahira yang bijak, dan Zahira yang tidak goyah iman hanya karena cinta manusia yang bisa berubah sewaktu-waktu," imbuh Chessy ikut menguatkan Zahira.

Zahira menangis haru, ia tahu, Allah Maha Baik, mengirimkan sahabat-sahabat yang mengingatkannya dikala keterpurukan melanda.

Pesanan makanan datang, ketiganya menyudahi moment sedihnya.

"Ada rencana bulan madu nggak, Ra?" tanya Elisa memulai topik baru.

"Bukannya cuti kamu udah habis, Ra? Kamu kan udah mulai kerja kemarin-kemarin." Chessy ikut bertanya.

"Aku nggak kepikiran El, aku emang udah masuk kerja sih, Chee. Emang harus ya bulan madu itu?"

"Enggak juga sih, Ra. Eh nggak tahu lah, aku belum paham," jawab Cheesy bingung sendiri.

"Sok sok an nggak paham, kamu aja udah rencana mau bulan madu kemana, udah baca aku planning di buku kemarin."

Chessy terkejut hingga bola matanya membesar mendengar ucapan Elisa.

"Tau darimana kamu, El?"

Elisa sudah mengambil ancang-ancang untuk menghindari serangan dari Chessy, "Dari buku sampul pink halaman paling belakang kemarin," tawa Elisa yang langsung melarikan diri.

"ELISAAA!!!" Suara Chessy menarik perhatian pengunjung resto di sana.

***

"Kamu dari mana saja, Nduk? Ini sudah lewat jam malam kamu," tanya Bu Tumirah pada putrinya setelah menjawab salam.
Nurul langsung memeluk ibunya, ia kembali terisak. Hampir seharian menangis air matanya tidak juga kering.

"Ibuuu ... Ibuu ..." Rasa sesak dihati Nurul belum juga hilang, hanya isakan yang bisa menyampaikan rasa sesak itu.

Bu Tumirah paham betul apa yang menjadi alasan putrinya menangis seperti ini. Tapi, ia tak menyangka Nurul mencintai Haidar sedalam itu.

"Nduk, kalau kamu lelah, kamu istirahat dulu, kamu bersih bersih badan dulu setelah itu tidur, biar ibu buatkan susu dulu." Dengan lembut tangan sang Ibu mengusap lembut kedua lengan Nurul yang masih bergetar karena menangis.
Ia segera berlalu untuk membasuh wajahnya dan berganti pakaian, sungguh Nurul sangat beruntung memiliki ibu seperti Ibunya.

"Ibu tidak tahu apa yang benar benar terjadi, Nduk. Tapi, Ibu yakin kamu bisa melalui semuanya, doa Ibu dan bapak terus bersamamu. Jangan seperti ini." Usapan lembut sang ibu pada Nurul yang sedang tidur dipangkuan sangat menenangkan saat ini.

"Ibu, Nurul tidak tahu bagaimana harus melanjutkan hidup tanpa cinta, Bu. Semua cita cita dan semangat Nurul ada Mas Alif dibaliknya, Bu. Tapi, sekarang ... Hiks ... Sekarang ... Mas Alif sudah bersama Zahira, Bu."


***

Happy reading,
Sehat selalu dimanapun berada.
Semoga hari-hari baik selalu menemani kita semua.
Aamiin.

Seikhlas CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang