Prolog

58 12 0
                                    

Siang hari di kota bandar Lampung, begitu sangat panas tetapi tak membuat semangatnya pupus untuk mengajak anaknya berjalan mengelilingi kota yang indah ini. Hanya kendaraan beroda dua yang ia pakai.

"Papa kepanasan ya?" Ujarnya sang anak dengan mimik wajah yang begitu polos. Ia hanya tersenyum kemudian menggeleng kecil.

"Kamu kepanasan ya?" Tanya balik sang papa.

Anaknya menggeleng kuat dan mengatakan "Gak kok". Ucapan yang dilontarkannya membuat ia tersenyum, ada rasa sakit yang ia sembunyikan ketika melihat orang-orang bepergian dengan mobil sementara dirinya hanya mempunyai motor butut saja.

Sepanjang perjalanan mereka tak berhenti untuk becanda gurau . Anaknya begitu bahagia ketika berkendara dengannya. Maklum saja, ia jarang pulang karena pekerjaan yang begitu berat. Jika orang lain bekerja di kantoran, dia hanya seorang supir Tanki yang mengantarkan minyak solar saja.

Gajinya memang bisa dibilang cukup lumayan tetapi, sayang seribu sayang istrinya terus-menerus berfoya-foya tak memikirkan bagiamana nasib sang anak atau sekedar memikirkan untuk makan.

"Papa mau berangkat kerja lagi kapan?" Tanyanya.

"Besok, ri" ujar papanya yang langsung disambut dengan wajah yang begitu muram. Lantas sang papa yang mengerti langsung bertepi dahulu sembari membeli minuman untuknya dan juga anaknya.

Ia berjalan ke arah sang penjual kelapa muda sembari menggandeng tangan sang anak. Lantas langsung saja ia memesan dan duduk di kursi yang sudah disediakan.

"Sini ri" ujar sang papa sembari menepuk-nepuk kursi disebelahnya. Anaknya hanya menurut saja dan langsung duduk di sampingnya. Matanya terus memandang jalanan yang begitu ramai. Meskipun terik begini tak membuat kota ini begitu sepi.

Apalagi banyak anak-anak jalanan yang sedang mengamen, menjual koran, dan masih banyak lagi. Ada juga para penjual keliling di dekat lampu merah.

"Ini pak" ujar penjual es kelapa sembari memberikannya kepada mereka.

Papa dan sang anak itu tersenyum dan tak lupa mengucapkan terimakasih. Keduanya begitu kompak hingga membuat penjual tersebut terkekeh.

"Papa kalau besok berangkat kerja, terus aku sama siapa?" Ujarnya begitu saja. Papanya bingung, tak mengerti ucapan sang anak.

"Maksudmu?"

"Hmm, kalau papa berangkat kerja aku sendirian terus gak ada yang ngajak aku keluar kek gini, gak ada yang bisa ku ajak main. Terus, gak ada yang ngasih aku uang jajan" ujarnya sembari menundukkan kepala. Kakinya ia goyangkan kesana kemari.

Papanya terdiam bingung apa yang dimaksud oleh anaknya, tak mungkin jika ibunya menelantarkan anaknya sendiri. Ia tak percaya dengan yang diucapkan anak semata wayangnya hanya saja tak mungkin jika ia berbuat bohong dengan dirinya.

"Maksudmu nak?"

Anaknya melirik sang papa dengan sendu "papa gak tau ya? Ibu gak pernah ada dirumah terus kalau dirumah ibu gak pernah ngasih aku makan pa, kadang gak dikasih uang jajan juga".

Deg.. jantung sang papa berpacu dengan cepat lantas ia langsung menyudahi acara minum es Dugan dan langsung mengajak sang anak untuk pulang bertemu dengan ibunya. Tak lupa juga ia membayarnya.

****

Tak butuh waktu lama, kendaran mereka sampai dirumahnya yang berada di atas laut. Hanya sebuah rumah berukuran kecil saja yang bisa mereka tempati.

"Ana.. Ana.." teriak papanya mencari keberadaan istrinya. Melihat sang papa yang seperti sedang menahan emosi membuatnya ketakutan, pasalnya dahulu dia pernah di banting olehnya akibat tak mendengarkan ucapan sang papa.

Papanya peka dan jongkok menyamakan tinggi sang anak "Nak, kamu keluar dulu ya main. Papa mau ngobrol sama ibu".

Lantas ia langsung mengangguk dan berjalan sembari tersenyum. melihat sang anak yang sudah menjauh membuat dirinya langsung mencari keberadaan istrinya.

Istrinya sedang tertidur pulas di atas kasur kecil milik anaknya yang sengaja dibelikan agar anak nya merasa nyaman.

"Ana! Bangun kamu!" Ujarnya dan istrinya langsung terkejut menatapnya dengan malas.

"Ada apa?" Tanyanya tanpa rasa bersalah.

Suaminya yang naik pitam, murka ingin sekali melakukan kekerasan fisik tetapi, ia masih bisa mencegahnya.

"Selama ini, kamu tidak mengurus Arizki dan tidak memberikannya makan benar?" Tanya nya.

"Iya" jawabnya dengan enteng.

"Sialan kamu! Aku sudah berusaha mati-matian kerja dan memberikan semua uangku untukmu dan juga anakku, ternyata selama ini dia tak pernah dikasih uang dengan kamu! Benar-benar istri Tak tahu diri, suami banting tulang untuk menghidupi kebutuhanmu yang serba mewah dan sekarang kamu malah menelantarkan anak semata wayang kita!".

ArizkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang