4. Photocard
"Kak Lola, Kak Lola!"
Sore hari ketika aku sedang fokus menggambar, Mitha tiba-tiba muncul di luar jendela kamarku. Dia masih memakai seragam SMA, lengkap dengan tas di punggung.
"Apa?"
"Lihat, apa yang aku bawa!"
Mengalihkan pandangan dari layar tab, aku menatap Mitha yang tersenyum lebar dengan kedua tangan di belakang punggung. Keningku berkerut.
"Bawa makanan buat aku?"
Mitha terbahak. "Geer!"
Aku terkikik. "Terus apa?"
"Tebak lagi."
Aku melipat lengan di atas meja. "Merch baru NCT?"
Mitha tertawa dan mengangguk-angguk. "Salah."
Aku menggembungkan pipi. "Terus?"
Tersenyum makin lebar, Mitha menarik tangannya ke depan dengan gerakan lambat sekali. Aku menyipitkan mata, berusaha melihat apa yang dia pegang. Namun benda itu dia tangkup dengan kedua telapak tangan.
"Taraa!" Dan setelahnya, Mitha membuka telapak tangannya.
Melihat apa yang dia pegang, mataku membulat. "Renjun!"
Mitha mengangguk-angguk sembari menempelkan photocard itu di pipinya yang berisi. "Bias aku!"
"Official?"
"Jelas, dong!"
"Wah." Kudekatkan telapak tangan ke mulut. "Kamu diem-diem beli album lagi? Kan dua minggu lalu udah beli. Diomelin Bang Kefan, loh."
"Enggak." Mitha menggeleng. "Aku nggak beli album."
"Beli photocard-nya doang?"
"Album, sih." Lalu Mitha buru-buru melanjutkan dengan berbisik, "Gebetan aku yang beli."
Aku melongo. "Gebetan kamu yang di ekskul karate itu?"
Dengan mata berbinar, Mitha mengangguk semangat. "Yang itu."
"Dia beli album NCT?" Aku mengingat-ingat. "Oh, gara-gara pas kamu beli album, dapetnya bukan photocard Renjun?"
"Iyaa!" Mitha terkikik. "Terus dia beli album, berharap dapat biasku. Dan kejadian dong!"
"Dia suka kamu kayaknya."
Wajah Mitha memerah saat aku berceletuk seperti itu. Aku tertawa kecil. Namun saat mengamati photocard itu, tiba-tiba ingatanku terlempar ke masa lalu. Di mana aku untuk pertama kalinya berkonflik dengan Bang Kefan, setelah beberapa minggu OSPEK berlalu.
Hari itu aku baru keluar dari kelas terakhir. Seperti biasa di hari Rabu, aku akan menunggu Mas Theo di pujasera untuk pulang bersama. Dari gedung jurusan sastra ke pujasera, aku harus melewati taman kampus dan parkiran. Kondisinya saat itu hujan. Karena tak membawa payung, aku memutuskan untuk berlari. Ketika memasuki parkiran, tiba-tiba saja seseorang menabrakku dari depan. Tas yang kubawa jatuh ke tanah.
"Hati-hati, dong!" Tentu saja aku langsung berseru sebal.
Cowok bersweater hitam itu berhenti, kemudian menunduk dan meraih tasku yang jatuh tepat di bawahnya. Ketika dia menoleh, jujur saja aku agak kaget karena ternyata itu Bang Kefan.
"Sorry." Dia mengatakan itu sembari mengulurkan tasku.
Aku merebut tas selempang itu dan memeriksa bagian belakangnya yang ternyata sudah basah dan kotor karena tanah. Tanpa menutupi perasaan, aku menatapnya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Goodbye (TAMAT)
General FictionNever Goodbye Di umur 24 tahun ini, kehidupan Lola Lolita sudah cukup sibuk. Mulai dari jadi komikus, drakoran, hingga fangirling. Itu sudah sempurna untuk jomlo sepertinya. Namun sejak tinggal di rumah Eyang, kesibukan Lola bertambah satu lagi. Mau...