9. Too Good at Goodbyes
Faktanya, akulah yang mengajak Bang Kefan untuk putus pada tepat setahun hubungan kami berlangsung. Dan meski sudah empat tahun berlalu, aku masih mengingat dengan jelas kejadiannya.
Hari itu, Bang Kefan mengajakku jalan di satu lantai sebuah pusat perbelanjaan yang menyediakan arena bermain. Pertama, kami bermain di trampoline park. Selama satu jam penuh menghabiskan waktu dengan meloncat-loncat. Setelahnya, Bang Kefan mengajakku ke sebuah kafe yang juga menyediakan life music.
Aku masih ingat apa yang kupesan hari itu. Milkshake dan pancake, sementara dia hanya memesan ice coffee. Ada satu lagu yang dimainkan band cafe dan sampai sekarang tak bisa kulupakan karena sangat related dengan perasaanku. Lagu barat berjudul Too Good at Goodbyes.
I'm never gonna let you close to me
Even though you mean the most to me
'Cause every time I open up, it hurts
So, I'm never gonna get too close to you
Even when I mean the most to you
In case you go and leave me in the dirtKarena lirik lagu itu, aku kesulitan untuk menelan pancake. Hujan yang turun di luar cafe makin menambah rasa tertekanku yang harus tetap tersenyum di depan Bang Kefan.
But every time you hurt me, the less that I cry
And every time you leave me, the quicker these tears dry
And every time you walk out, the less I love you
Baby, we don't stand a chance, it's sad, but it's trueYa, lirik itu mampu mengiris perasaanku. Saat itu aku sempat berpikiran buruk kepada band cafe, bahwa mungkin mereka bisa membaca isi pikiranku hingga menggunakan lagu sebagai alat menyindir.
"Kenapa?" Aku juga masih tidak lupa, Bang Kefan bertanya karena aku hanya diam menunduk.
Saat itu aku menggeleng, lalu tersenyum tipis. "Nggak suka lagunya."
Bang Kefan menatapku dengan kedua alis terangkat. "Maunya Kpop?"
Aku berdecak, tapi kemudian terkekeh. "Bukan gitu."
"Terus?"
"Isinya sedih." Dan ya, dengan bodohnya, aku membiarkan setetes air lolos dari sudut mata. Aku tidak bisa tersenyum lagi. "Nggak suka lagunya."
Aku terdiam ketika Bang Kefan mengulurkan tangan dan ibu jarinya mengusap sudut mataku. Setelahnya dia bangkit, yang membuatku langsung menahan pergelangan tangannya.
"Mau ke mana?" tanyaku.
"Minta ganti lagu Kpop."
Aku tersedak dalam kekehan. Namun percayalah, rasa ingin menangis itu makin kuat dan ingin memberontak hanya karena sikap pengertian Bang Kefan. Sekuat mungkin aku berusaha untuk menyamarkan rasa sedih dengan tertawa.
"Jangan." Telapak tanganku turun, kemudian menggenggam jemarinya. Aku tersenyum saat Bang Kefan memperhatikan itu. "Nggak semua orang suka Kpop."
Bang Kefan mendecih sambil tersenyum, lalu dia kembali duduk. Namun bukan di kursi bekasnya tadi—yang berada di hadapanku dan dibatasi oleh meja—tapi di sebelahku. Dia menepuk-nepuk pundakku sembari berbisik,
"Kita pergi setelah makanannya habis."
Dan benar, kami pergi dari sana setelah minuman dan makanan habis. Selanjutnya Bang Kefan mengajakku menonton film di bioskop. Jika di kencan biasanya kami akan mendiskusikan film apa yang dipilih dan harus mendapat persetujuan dua arah, hari itu berbeda.
Bang Kefan bilang, aku bebas memilih film apa saja. Entah Indonesia, Korea, Barat, dan genre apa pun, dia akan ikut. Bahkan saat aku menolak dan meminta dia saja yang memilih, Bang Kefan tetap tak mau. Katanya, itu adalah hari spesial. Jadi dia akan memanjakanku khusus di hari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Goodbye (TAMAT)
General FictionNever Goodbye Di umur 24 tahun ini, kehidupan Lola Lolita sudah cukup sibuk. Mulai dari jadi komikus, drakoran, hingga fangirling. Itu sudah sempurna untuk jomlo sepertinya. Namun sejak tinggal di rumah Eyang, kesibukan Lola bertambah satu lagi. Mau...