12. Senam Jantung

1.8K 83 2
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

°°°

"Bila Allah menginginkan dua hati untuk bersatu, Dia akan menggerakkan keduanya, bukan hanya satu"

°°°

°

°

°

"Assalamua'alaikum" salam Haura ketika memasuki ndalem

"Wa'alaikumsalam Warahmatullah Wabarakatuh" jawab seluruh anggota keluarga yang berada di ruang tamu. Di ruang tamu ada kedua orang tua Haura, Kiai Hafiz, bu Nyai Nia, dan Gus Hanif

Haura langsung menghampiri Papa Mamanya dan mencium tangannya

"Salim sama pak Kiai, bu Nyai, sama Gus Hanif juga" ucap Nila lirih saat Haura mencium tangannya

"Iya" balas Haura

Haura berjalan ke tempat duduk Kiai Hafiz dan istrinya lalu bersalaman dengan keduanya, kemudian berjalan ke arah Hanif

Hanif mengamati pergerakan Haura yang berjalan ke arahnya. Ia melihat kedua telapak tangan Haura yang memerah

'Ada apa dengan tangannya?' batin Hanif sambil menyodorkan tangannya

Haura memegang tangan Hanif lalu menciumnya. Terdapat perasaan yang begitu aneh dalam dadanya. Jantungnya berdetak abnormal ketika dirinya saling bertatap muka dengan Hanif di jarak yang lumayan dekat

Haura duduk di samping Hanif. Di ruang tamu terdapat tiga sofa dan satu sofa hanya muat untuk dua orang. Jadi sofa yang kosong hanya di sebelah Hanif. Haura duduk sambil terus menggaruk-garuk telapak tangannya akibat alergi dengan detergen. Kegiatan Haura ini tak luput dari pandangan Hanif. Ingin rasanya ia bertanya langsung, namun ia merasa malu karena ada kedua orang tua mereka di sini. Andai hanya ada mereka berdua, pasti Hanif sudah mengobati dan mengusap lembut tangan Haura

"Haura, tangan kamu kenapa? Kok merah-merah gitu? Gatal?" tanya Nila

'Alhamdulillah, terimakasih Ma sudah mewakilkan pertanyaan Hanif' batin Hanif

"Udah biasa Ma. Kalau habis nyuci pasti gini. Nanti juga sembuh sendiri kok"

"Ya Allah Haura, itu kamu alergi detergen. Coba Ummi lihat"

Nia menghampiri Haura. Hanif berdiri dari duduknya dan memberikan ruang untuk Umminya duduk di samping Haura. Nia memegang telapak tangan Haura, "Ya Allah sampai merah-merah begini. Ummi punya adik, dia juga alergi detergen, tangannya merah-merah kaya kamu gini. Hanif minta tolong ambilkan kotak p3k di kamar Ummi ya"

"Iya Ummi" Hanif berjalan menuju kamar orang tuanya untuk mengambil kotak p3k

"Maafin Mama ya sayang, Mama ngga bisa jagain kamu, mama lupa kalau kamu ngga pernah nyentuh deterjen" ucap Nila yang menyentuh tangan Haura. Bulir bening mengalir dari sudut netranya

"Mah, ngga usah sedih, Haura ngga papa kok. Bentar lagi juga hilang"

"Haura, jangan dibiarin gitu aja sayang. Takutnya nanti alerginya jadi semakin parah" ucap Nia lembut

"Kalau Haura mau nyuci di ndalem aja. Ada mesin cuci kok di sini" tambah Kiai Hafiz

"Ini Ummi" ucap Hanif sambil menyodorkan kotak p3k kepada Umminya

Nia berdiri dari duduknya, sebelumnya ia duduk di sofa tempat Hanif. "Kamu saja Nif. Biar makin akrab" bisik Nia ke Hanif

Hanif sedikit terkejut dengan ucapan Umminya. Ia memandang Umminya dengan wajah tegang, sedangkan Umminya memandang Hanif dengan senyum menggoda. Bukannya Hanif tidak mau mengobati Haura, namun ia sungkan dengan kedua mertuanya

"Ayo sana" ucap Nia lirih

Akhirnya Hanif kembali duduk di tempatnya semula. Ia membuka kotak p3k dan menyerongkan badannya menghadap Haura. Pandangan mereka tak sengaja bertemu. Jantung Haura berdegup begitu kencang ketika Hanif memegang tangannya. Perasaan ini jauh berbeda ketika tangannya di pegang oleh Arga dulu

'Ya Allah, ada apa dengan jantungku? Sebenarnya mantra apa yang telah kamu gunakan Gus? Jantungku selalu berdetak abnormal ketika berada di dekatmu' batin Haura. Ia masih memandang Hanif yang telaten mengoleskan salep di tangannya

Hanif mengoleskan salep ke kedua telapak dan punggung tangan Haura. Ia memperlakukan Haura dengan lembut dan halus. Ia meniup-niup kecil telapak dan punggung tangan Haura sambil terus mengoleskan salep

"Apa sudah agak mendingan?" tanya Hanif setelah selesai mengoleskan salep di tangan Haura

Karena tak kunjung di jawab oleh Haura, Hanif mencoba memandang Haura. Ia mengernyitkan dahinya ketika melihat Haura yang sedang melamun

"Haura?" panggil Hanif sambil melambaikan tangannya di depan Haura

"Ehh iya, gimana Gus?" ucap Haura ketika tersadar dari lamunannya

"Saya tanya, tangan kamu apa sudah mendingan?"

"Ee iya sudah. Makasih Gus" Haura menarik tangannya dari tangan Hanif. Ia tidak mau membuat jantungnya terus-terusan berdetak dengan cepat. Bisa-bisa nanti ia terkena serangan jantung mendadak lagi

Semua orang tua yang ada di sana hanya tersenyum dan memandang gemas tingkah Haura dan Hanif

"Mereka lucu ya Pah. Kayak orang yang lagi PDKT" bisik Nila ke suaminya

"Iya Mah" jawab Hermawan dengan tersenyum dan pandangan yang masih menatap Haura dan Hanif

'Semoga pilihan Papah tidak salah Haura' batin Hermawan memandang putrinya dengan cinta

"Haura, gimana sekolahnya?" tanya kiai Hafiz

"Alhamdulillah lancar pak Kiai, lima hari lagi ada olimpiade, lusanya ada ujian madrasah"

"Panggil Abah aja, Haura" ucap Kiai Hafiz tersenyum memandang Haura

Baru kali ini Haura berbicara dengan Kiai Hafiz, ada rasa sedikit gugup dalam hatinya

"Baik Abah" ucap Haura

"Berarti udah hampir lulus ya?" tanya Nia

"Iya Ummi"

"Apa Haura akan melanjutkan kuliah?"

"Ummi" tegur Kiai Hafiz lirih sambil memandang istrinya

"Boleh kan Pah?" kini Haura yang memandang Papahnya, meminta izin dengan sorot mata puppy eyes nya

Hermawan melirik Hanif, bagaimanapun juga keputusan atas Haura telah berpindah kepada Hanif, jadi dia yang berhak memutuskan tentang perkara ini

Hanif hanya mengangguk, dia mengizinkan Haura untuk melanjutkan pendidikannya. Bagaimanapun Haura juga masih muda, ia tak ingin memutus keinginan Haura untuk melanjutkan pendidikannya

Haura mengernyit memandang Papahnya dan mengikuti arah pandang Papahnya. Ia membalikkan badannya dan memandang Hanif, sedangkan Hanif kembali menundukkan kepalanya

'Kenapa Papah menatap Gus Hanif seakan meminta izin padanya?' batin Haura

"Pah?" panggil Haura

"Iya boleh sayang" jawab Hermawan sambil tersenyum memandang putrinya

"Haura ingin masuk jurusan apa?" tanya Nila

"Haura ingin jadi promotor kesehatan Mah, jadi Haura milih jurusan Kesehatan Masyarakat buat wujudin impian Haura"

"Wahh keren banget Haura, Ummi dukung kamu" ucap Nia

"Abah juga dukung kamu"

"Saya juga akan selalu dukung kamu" ucap Hanif yang tersenyum memandang Haura

°

°

°

Assalamu'alaikum teman-teman maaf ya up nya lama, soalnya lagi fokus UTS dan deadline organisasi yang begitu bejibun😿
Kayaknya ini part ter-awkward deh wkwk😭
Maaf juga kalau misal cast nya ngga sesuai sama khayalan kalian xixixi🙈
Ngga tau kenapa tiba-tiba kepikiran mas repal buat jadi cast nya Gus Hanif, kayak pas banget gitu sama bayangan aku, brewok dan berkarismatik wkwk😭

Udah deh itu aja, terimakasih teman-teman yang udah support ceritaku🤗
Spesial buat kalian aku up 2 part sekaligus xixixi❤️

GUS HANIFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang