- - -
- - - - -Kalau seandainya keajaiban itu ada, Hyera berharap ia dapat memutar waktu. Ia sangat ingin kembali pada masa-masa bahagianya, ketika kedua orang tuanya masih saling menunjukkan kasih sayang, ketika kedua orang tuanya belum sibuk dengan segala urusan kerjaan yang entah Hyera sendiri tidak paham dengan itu.
Ia ingin menjadi penengah ketika kedua orang tuanya tengah berselisih, bukan memilih diam seolah tidak peduli. Ia sangat ingin menjadi tempat berkeluh ketika sang ibu merasa lelah. Bukan pergi dari rumah hingga kembali ketika larut.
Hyera ingin berada di sisi sang ibu ketika sakitnya kambuh. Setidaknya Hyera tetap di samping sang ibu meski rasa sakit itu tak bisa di bagi.
Hyera ingin kembali pada saat puncak pertengkaran kedua orang tuanya. Ia ingin melerai keduanya, mengajak mereka berbicara dengan kepala dingin, menyelesaikan masalah bukan dengan emosi yang meluap.
Ia ingin mencegah perceraian kedua orang tuanya ketika ia mengetahui bahwa sang ibu selama ini menahan rasa sakit sendirian.
Tapi nyatanya hanya penyesalan yang ada. Hyera tidak akan pernah sanggup memutar waktu. Sekalipun bisa, ia tak yakin bahwa ia benar-benar bisa melakukan itu semua. Sang ibu lebih pandai menyembunyikan rasa sakitnya.
Bersama dengan sang ayah yang sama kacaunya dengan dirinya, Hyera melakukan perjalanan ke Ulsan tanpa persiapan yang matang. Terlebih ketika dokter mengatakan sesuatu yang membuat tubuhnya lemas seketika.
"Nyonya Ryu Haeyoung dinyatakan meninggal di kediamannya, pada pukul 4 pagi ini, di Ulsan."
Kalimat yang berhasil menyayat hatinya terus-menerus terngiang dalam benaknya. Air matanya tak berhenti mengalir selama perjalanan. Sang ayah hanya mampu membawa putrinya ke dalam dekapan, ia tak mampu melontarkan kata-kata penyemangat sebab ia sama rapuhnya.
Perasaan bersalah terus menghantuinya, menyalahkan diri sendiri sebab tak pernah mengerti keadaan sang mantan istri. Tapi ia tidak boleh terlihat menyedihkan, sang putri jauh lebih terpukul. Setidaknya ia harus bisa berdiri tegak untuk melindungi putri satu-satunya.
Hyera hampir jatuh ketika melihat foto sang ibu dengan peti mati yang dipenuhi bunga aster putih. Tenaganya seolah diserap habis. Air matanya masih terus mengalir, tetapi ia tak sanggup melontarkan sepatah kata pun.
Ia membawa tubuhnya terduduk tepat di hadapan peti sang ibu. Ia mentap lekat-lekat foto yang menampilkan wajah senyum ceria sang ibu. Dadanya sesak kemudian ingatannya beralih pada beberapa waktu lalu, ketika sang ibu datang untuk berpamitan.
Wanita paruh baya yang diyakini adalah ibu kandung Hyera, melebarkan senyumnya ketika menatap wajah sang Putri. Wanita itu maju satu langkah sembari menarik kopernya. Kemudian ia berucap,"Ibu kesini untukㅡ"
brakk
Hyera segera menutup pintu rumahnya. Membuat Haeyoung refleks membawa tubuhnya mundur lantaran terkejut. Ia bingung dengan tingkah putri semata wayangnya.
"Hyera, apa kau sedang dalam masalah? Tolong buka pintunya," Haeyoung mengetuk pintu beberapa kali.
"Pergi dari sini!" teriak Hyera dari dalam.
"Hyera, setidaknya biarkan ibu berpamitan denganmu."
"Tidak perlu!"
Haeyoung menghela nafas berat, "Kalau begitu ibu akan berbicara di sini saja,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Couple Kim [KTH] ✓
FanfictionHidupnya berubah sejak kedatangan pria pindahan di kelasnya, sekaligus yang menjadi tetangga barunya. Kim Taehyung itu punya alter ego atau bagaimana? Di rumah cerewetnya setengah mati, tapi di sekolah seperti orang yang irit bicara. - Bagi Taehyung...