04

716 197 17
                                    

Veenan menatap etalase kaca yang ada didepannya. Dia memaku atensi penuh pada kalung dengan liontin mutiara itu. Sesaat kemudian, pihak penjual mendatangi Veenan, berikan pertanyaan apakah Veenan tertarik dengan kalung tersebut.

"Tuan, anda ingin membeli kalung ini?" Tanya pelayan toko.

Diam sejenak, Veenan mengangguk kepala. "Istriku berulang tahun hari ini. Aku ingin memberinya sesuatu, tapi tidak tahu apa yang dia sukai."

Pelayan toko mengeluarkan kalung tersebut dan diperlihatkan kepada Veenan. "Kalung ini hanya ada satu tuan. Dibuat dengan ukiran pada mutiaranya. Semua wanita pasti suka kalung ini. Berapa usia istri anda."

"Tepat 30 tahun hari ini." Jawabnya Veenan. "Baiklah, tolong bungkus yang satu ini." Titahnya.

Veenan membalikkan badannya. Dia berjalan ke sofa menunggu kadonya dibungkus. Lelaki itu menggosokan tangannya. Dia sebenarnya tak ada niat masuk ke toko perhiasan ini— dia tadi hanya mau membeli jas baru tetapi melihat pernak pernik dalam toko ini membuatnya tertarik.

Hari ini Roseyta ulang tahun. Rosey mengalami hal-hal berat beberapa minggu ini dan Veenan berkeinginan memberikan bentuk support kepada istrinya itu. Kendati Veenan tak ada rasa sedikitpun, tapi dia tetap ingin menghormati Rosey.

"Ini tuan, semoga istri anda suka ya dengan kadonya." Pelayan toko yang membungkuskan kado menghampiri Veenan. Memberikan paper bag itu kemudian Veenan menerimanya dan mengucapkan terima kasih.

Pria itu bergegas pergi dari sana lalu kembali ke parkiran mobil. Saat dia hendak masuk, dering telfon secara mendadak terdengar. Veenan lantas menghimpit  ponselnya di antara telinga dan lengan kiri ; tangan kanannya membuka pintu mobil.

"Hallo Sya, ada apa?" Tanya Veenan lantaran panggilan itu dari Leysa, sang adik.

"Kakak sudah dengar? Kami telah mengeluarkan keputusan untuk menangguhkan lisensi praktek  istrimu." Jelas Lisa dari sambungan telefon.

Veenan mengerutkan dahi, "Apa? Kenapa begitu." Masuk ke mobilnya seraya mengenakan seatbelt.

" Apa kalian mengadakan rapat tanpa aku? Ini tidak adil. Dokter bukanlah Tuhan. Bahkan jika anak itu tidak dioperasi, dia pun akan tetap mati dikemudian hari karena penyakit itu."

"Ayah mendesak segera mengambil keputusan untuk Rosey.  Selain itu, pasien yang mati adalah putri dari anggota dewan." Kata Leysa.

Menutup kelopak matanya, Veenan meremat setir kemudi. Dia sontak menginjak pedal gas— Membawa mobilnya dengan kecepatan penuh menuju Leuke Hospital.

Ruang Komisaris Leuke Hospital

Dap...Dap... Dap Brak

"Kak Narendra!" Veenan mendobrak pintunya. Dia memandang Narendra penuh kekecewaan. "Kenapa kalian mengadakan rapat internal tanpa diriku? Aku masih direktur utama rumah sakit ini. Kenapa kalian tak mempertimbangkan suaraku!"

"Kesalahan diagnosa terjadi karena hasil scan yang salah. Ada yang — menanipulasi hasil CT scan, Kak. Apa kamu tak mempertimbangkan itu?"

Naren menimpali, "Jika memang ada maka kredibilitas Leuke Hospital ini akan dipertanyakan. Kalaupun ada kecurangan di sini, kita harus ambil tindakan yang lebih aman."

Veenan memundurkan langkahnya, mulutnya terbuka dan dia tertawa sumbang. "Termasuk mengkambing hitamkan istriku? Aku ingin adakan rapat internal ulang untuk masalah ini. Istriku tidak bersalah. "

"Kamu mengakuinya istrimu lepas kamu memperlakukan dia seperti orang asing?" Tanya Naren.

Kepala Veenan menggeleng ke kanan. "Apa maksudmu?" Tanya Veenan.

365 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang