Tiga Jam Sebelumnya
Veenan sebelum rapat bersama para Internal Leuke dan Roseyta yang masih di rumah."Menantuku, astaga kenapa kamu tidak memberitahu bunda sih kalau kamu mau datang?" Bunda Alana menyambut Veenan yang baru saja turun dari mobilnya.
"Dimana Rosey, apa dia tidak ikut?"
Laki-laki itu membawakan beberapa bingkisan pada mertuanya. "Rosey dirumah bunda, masih tidur. Veenan sengaja mampir sebelum berangkat bekerja." Veenan sodorkan bingkisan pada bunda.
"Masuk dulu nak, sarapan bersama bunda. Bunda habis masak makanan enak." Wanita paruh baya itu lantas meminta anak mantunya masuk ke rumah.
Veenan mengangguk, melangkah pelan ke dalam. Matanya menelisik interior rumah itu yang condong ke gaya eropa.
"Apakah Rosey merepotkan kamu nak?" Tanya bunda.
Kepala Veenan menggeleng ke kiri dan kanan. "Tidak bunda. Roseyta wanita yang mandiri. Dia tidak sama sekali merepotkan."
"Syukurlah." Bunda meletakkan piring di depan Veenan yang sudah duduk di meja makan dan kemudian mengambilkan nasi ke piring anak mantunya itu.
"Apa Rosey masih bersedih perihal lisensinya? Dia makan dengan baik kan? Asam lambung dan maghnya tidak kambuh?" Tanya mama buat Veenan menatap sayu.
"Maafkan Veenan bunda. Karena Veenan tidak bisa melakukan apa apa." Timpal Veenan. Merasa amat bersalah pada Rosey dan bundanya.
Bunda mengangguk, "Tidak papa Ve, mungkin ini ujian untuk kariernya. Roseyta sejak kecil selalu ingin jadi dokter. Bunda masih ingat, Roseyta memiliki segudang mainan dokter dokteran saat kecil." Kekeh Bunda.
Berdehem, Veenan menyuapkan sesendok nasi kemulutnya. Dirinya menguyah perlahan.
"Ekhem, apa Jenari juga bercita-cita jadi dokter saat dia masih kecil?"
Mendengar nama Jena, air mata bunda menetes. Teringat akan anak keduanya itu yang telah memeluk bentala. Veenan yang menyadari itu; membuat bunda sedih, buru buru dia meminta maaf.
"Maaf bunda." Kata Veenan.
"Tidak papa Veenan. Bunda hanya merindukan Jena. Ini salah bunda, membuat Jena dan Rosey berpisah. Bunda tidak menemani Jena tumbuh karena hak asuhnya yang jatuh pada papanya. " Bunda menjeda kalimat.
"Pernikahan memang serumit itu hingga kami tak sanggup lagi guna mempertahankannya. Tapi Veenan, bolehkan bunda meminta padamu? Kamu adalah lelaki yang memiliki dua anak bunda sekaligus. Bunda sayang Jena dan Rosey sama rata. Tapi Bunda tidak bisa mengubah takdir kematian Jena. Anaknya bunda yang pertama memilih angkat kaki, lalu anak kedua bunda yaitu Jenari meninggal."
Bunda menyeka air matanya. Beliau mengimbuhkan.
"Saat ini, hanya tersisa Roseyta yang bunda miliki. Bunda telah membuat Rosey kehilangan figur ayah. Meski sekarang Rosey menjadi kesayangan papanya semenjak Jena meninggal, tetapi dia tetap tidak bisa sedekat itu dengan papanya. Presensi kamu mungkin menambal inner childnya putriku yang terluka. Tolong jaga Rosey. Sayangi dia karena dirinya sendiri. Bunda tahu, Jenari masih menempati tahta hatimu."
"Veenan, bunda di ambang bimbang, mereka berdua sama-sama anak bunda. Tapi, yang menunggumu itu adalah hari esok nak. Bukan masa lalu."
Perkataan bunda yang panjang lebar itu menggertarkan hati Veenan. Dia menunduk, "Maafkan Veenan bunda. Maafkan Veenan."
Bunda beranjak, mengusap-usapkan tangan di pundak Veenan. "Bukan salahmu nak. Ini hanya soal waktu dan keikhlasanmu menerima segala takdirmu." Dia menambahkan, "Dan soal cita-cita Jena, dia tak pernah ingin jadi dokter. Sejak kecil, Jena sangat kemayu dan model adalah mimpinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Days
Teen FictionAnne Roseyta Pramudya, terpaksa menikah dengan Veenan Leuke Salim-seorang lelaki yang cintanya telah dimiliki oleh wanita lain yang adalah kakak Anne sendiri.