7

4.1K 182 3
                                    

"Papa enggak kerja?"

Sudah seminggu Naleah tinggal di istana milik Hans dan keluarganya yang megah. Semuanya baik-baik saja. Makanan melimpah, kamar yang nyaman juga fasilitas lengkap. Dan tiga hari terakhir, Naleah memerhatikan kalau Hans selalu di rumah.

Entah lagi sarapan di dapur. Lagi membaca buku di taman belakang. Atau lagi asik di ruang kerjanya.

Rasanya seperti melihat orang yang dia kenal namun disaat yang sama dia tidak kenal.

Dan saat ini, Naleah lagi-lagi melihat Hans sedang duduk di taman belakang, di gazebo, tampak nyaman dengan setumpuk buku di meja. Lengkap dengan kacamata baca di hidungnya.

Kemana Hans yang gila kerja tiap jam tujuh pagi sudah berangkat ke rumah sakit?!

Kemana Hans yang tiap hari pulang subuh dari rumah sakit?!

Kemana Hans yang tergila-gila kerja?!

Kemana Hans yang tidak pernah makan malam di rumah?!

Kemana Hans yang selalu sibuk dengan telepon dan juga pekerjaannya meskipun sedang ada di rumah?!

Kemana manusia itu pergi?!

Apa alien menculiknya lalu mengirimkan orang baru yang tidak dia kenali?!

Secinta itu Hans pada Jenaka sampai mengubah kebiasaannya yang lama sibuk tak punya waktu menjadi santai seperti ini?!

Setelah menahan gengsinya bulat-bulat, Naleah memberanikan diri untuk bertanya lebih dahulu.

Sayangnya Hans tidak menjawab.

"Dulu Papa enggak pernah punya waktu di rumah. Sekarang kenapa tiba-tiba kerjaannya di rumah terus? Papa di pecat?"

Bukan Naleah namanya kalau tidak keras kepala. Membombardir Hans dengan pertanyaan.

Hans masih membaca buku seakan tidak mendengar pertanyaan Naleah yang bernada tiga oktaf. Demi mendapatkan jawaban,  Naleah menutup buku itu hingga mendapatkan atensi Hans.

Tatapan mereka bertemu sejenak sebelum Hans kembali menunduk dan membuka mulut.

"Papa libur"

"Libur? Manusia paling sibuk sedunia bisa libur? Dunia mau runtuh ya? Atau Papa lagi sekarat dan mau mati?"

"Dari pada kamu bicara enggak jelas mendingan kamu pergi."

Naleah mengambil duduk di depan Hans yang dipisahkan sebuah meja.

"Papa sakit apa?"

"Enggak ada yang sakit"

"Jangan bohong. Papa enggak lagi sekarat kan?"

"Lagian untuk apa kamu tanya? Iseng?"

"Iseng? Aku tanya karena peduli."

Hans tertawa pelan.

"Bukannya kamu hanya peduli sama dirimu sendiri?" Hans masih sibuk mencoret sesuatu di kertas  dengan tulisan cakar ayam. Kusut seperti isi pikiran Naleah.

"Kalau papa lagi ngomong liat aku" Ujar Naleah menangkup wajah Hans dengan kedua tangan lalu menariknya untuk mendongak. Hans menatapnya dengan tatapan kesal.

"Aku tanya, Papa baik-baik aja kan? Enggak lagi sekarat dan mau mati kan?"

"Lepasin, Naleah" Hans berusaha menepis tangan Naleah dari wajahnya. Namun Naleah semakin mengeratkan pegangannya di kedua pipi Hans yang putih bagaikan salju.

"Aku enggak akan lepasin sampai Papa jawab." Ujar Naleah pelan namun menusuk.

"Jawab apa?" Tanya Hans kesal.

BELUM SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang