Tidak tau mau pulang kemana, Naleah memutuskan untuk mengisi perut sejenak. Dia lapar sekali.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam di cafe tempatnya minum dan makan malam ini. Entah apa nama cafe ini namun makanan dan minuman yang disuguhkan terasa nikmat hingga bisa mengobati rasa kangen pada masakan Indonesia yang banyak bumbunya dan kaya akan rempah.
Karena ada live band makanya dia senang duduk berlama-lama disana sendirian, hampir menghabiskan waktu tiga jam lamanya setelah dia keluar dari rumah sakit itu.
Sebenarnya dia sudah kenyang dan ingin sekali tidur. Namun dia tidak tau mau pergi kemana. Uangnya sudah menipis dan dia harus pergi ke ATM terdekat untuk mengambil beberapa uang tunai untuk dia pakai selama beberapa hari ini.
Sepanjang hari setelah keluar dari rumah sakit, dia mengutuk dirinya sendiri yang sudah sungguh amat sangat bodoh memercayai manusia sialan itu. Dan terpancing oleh ucapannya yang menohok.
Namun apa yang dia dapatkan?
Tidak ada apapun kecuali rasa sakit, amarah dan cemburu.
Yang mengoyak dadanya hingga luka lama kembali berdarah. Kalau bisa di lihat dengan mata telanjang, darahnya mungkin akan membanjiri pakaian dan hoodie kebesaran ini.
Seharian setelah lepas landas, Naleah tidak mengaktifkan ponselnya. Untuk apa? Toh nomornya tidak bisa dipakai di tempat ini. Dia harus membeli nomor ponsel yang baru.
Malas sekali.
Namun dia tidak bisa seperti ini terus. Jadi dia memutuskan untuk menghadapi mereka semua. Supaya masalah ini tidak berlarut-larut. Dan dia juga bukan anak-anak lagi.
Dengan meminta tolong pada pelayan untuk memesankan ojek online untuknya ke alamat rumah Hans, akhirnya dia bisa sampai ke rumah ini. Jarak dari rumah sakit ke rumah Hans memang dekat, hanya memakan waktu dua puluh menit.
Hans memiliki rumah besar di sebuah perumahan mewah yang penjagaan full 24 jam. Jadi cukup drama dia bisa masuk kesana dan di kawal oleh satpam komplek.
Bahkan satpam itulah yang membawa Naleah ke rumah mewah milik Hans yang sudah berubah banyak. Jauh lebih besar dari pada dulu dia tinggalkan.
Tengah malam begini, rumah Hans yang tadinya sudah hening menjadi berisik karena kedatangan dirinya. Selain karena mengganggu di jam tidur, mereka juga terganggu karena sampai di datangi oleh satpam komplek.
Ini bukan bertamu namanya tapi mau menyeruduk.
Hans sendiri yang membukakan pintu jati itu.
"Ada apa Pak tengah malam ke sini?"
Lelaki tampan yang tadi dia lihat di rumah sakit kini dia lihat di rumah sendiri, dengan jarak yang sangat dekat.
Kangen sakali. Ingin dia peluk lelaki itu, dia karungi lalu bawa kabur dari sini.
"Selamat malam, Pak. Saya hanya mau memastikan apakah Mbak ini keluarga Bapak?"
"Keluarga saya?"
Naleah yang bersembunyi di balik tubuh tinggi besar satpam komplek penjaga gerbang perumahan elit rumah Hans bergeser.
Tatapan mereka bertemu. Hans tampak membelalak dan maju menangkup pundaknya.
"Lili, ini kamu?"
"Hai, Pa. Apa kabar?"
"Ya Tuhan... "
Hans menariknya dan dengan cepat Naleah masuk ke dalam pelukan dada bidang itu yang terasa hangat.