5

4.7K 194 1
                                    


"Hi...."

Meskipun Jenaka tersenyum namun Naleah tau kalau perempuan itu terkejut.

Di pagi hari yang cerah, Naleah berdiri di depan pintu kayu rumah Hans dengan dua koper besar di samping nya.

Setelah tiga hari yang lalu dia mengatakan pada Hans kalau dia tidak sudi tinggal di sana. Bagaikan orang yang tidak tau malu malah kembali nongol di saat yang tenang.

"Papa di dalam?"

Bukan Naleah namanya kalau dia punya sopan santun. 

"Hans sudah ke rumah sakit."

"Bisa aku masuk? Aku enggak punya tempat untuk tinggal."

"Silahkan masuk"

Jenaka membuka pintu lebih lebar hingga Naleah bisa masuk membawa kopernya.

"Kamu sudah sarapan? Sembari menunggu bibi membersihkan kamar lebih baik kita sarapan dulu"

"Aku udah sarapan."

Jenaka memanggil pembantu dan sedetik kemudian seorang perempuan muda, yang mungkin di usia tiga puluhan datang ke ruang tamu menghadap Jenaka.

"Dina, ini anaknya Mas Hans, baru pulang dari luar negeri."

"Halo Mbak, nama saya Naleah" Naleah mengulurkan tangannya dan  tersenyum pada perempuan itu.

Perempuan itu nampak kaget namun langsung tersenyum. "Saya Dina, Non. Kalau Non butuh apa apa tanya saya saja."

"Terimakasih banyak, Mbak Dina"

"Panggil bibi saja, Non"

Naleah hanya tersenyum.

Mana mungkin dia bisa memanggilnya dengan sebutan itu. Kalau bukan karena kebaikan  Hans mungkin saat ini Naleah hanyalah seorang pembantu juga. Sama seperti dirinya. 

Sembari melihat Jenaka memberikan instruksi kepada pembantu itu, Naleah mengedarkan pandangan ke ruangan.

Banyak sekali hal yang berubah disini. Dan ini membuatnya sedikit sedih. Karena perubahan tempat ini membuat masa lalu yang menyenangkan akan tempat ini menjadi pudar. Naleah tidak mengenali tempat ini lagi. Semuanya  benar-benar baru. Seakan pemiliknya ingin menghapus ingatan soal pemilik yang lama. 

"Yuk ke dalam dulu, Naleah" ajak Jenaka sambil menghampiri dirinya yang menatap dinding rumah dengan sedih.

"Aku mau lihat-lihat dulu."

"Boleh. Yuk"

"Sendirian. Bisa kan?" Dia benar-benar ingin sendirian, melihat tempat ini sudah sejauh apa berubah. 

Jenaka tersenyum lalu mengangguk pelan. "Silahkan"

Naleah melangkahkan kakinya ke dalam rumah yang megah itu. Ia menjulurkan tangan ke lemari yang penuh dengan piring-piring keramik cantik serta aneka hiasan yang terbuat dari kaca.

Dia mengetuk kaca lemari itu lalu beralih ke poto-poto yang tarjejer rapih di atas lemari yang di beri bingkai indah.

Semua poto disana rata-rata Hans dengan keluarga barunya.

Dulu, saat pertama kali Hans membawa Jenaka pulang, Naleah merasa luar biasa cemburu. Dia sudah berusia tujuh belas tahun waktu itu dan istri pertama Hans  baru saja setahun meninggal karena sakit.

Naleah merasa Hans akan di rebut darinya dan dia akan di buang kembali ke panti asuhan.

Namanya anak muda, Naleah yang berdarah muda dengan gejolak hormon yang meledak ledak membuat dia melakukan hal yang kurang ajar.

BELUM SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang