05

432 57 8
                                    

Phi Jaidee menyodorkan gelas berisi air teh pada James. James memberikan senyumnya sebagai tanda terima kasih.

Di ruangan itu hanya ada Pie dan Jaidee dan James sendiri. Bibi sedang tidak ada. Mereka duduk dengan bisu, tapi pikiran mereka melayang ke mana-mana. Pie sibuk membesit hidungnya, matanya memerah dan bengkak tapi bibirnya yang kering tertutup rapat-rapat.

Besi pintu gerbang terdengar berderit didorong ke dalam. James dan dua lainnya menunggu, dan saat sang Bibi yang ditunggu tiba di ambang pintu kantor, ketiganya berdiri secara serempak. Bibi tidak sendiri, ada satu laki-laki lain bersamanya, dan laki-laki itu langsung menatap ke arah James.

“Aha! Kebetulan kau juga ada di sini, James.” Katanya, sambil menyeringai senang melihat keponakannya yang tertua itu.

Bibi mengerutkan wajahnya tak suka mendengar laki-laki itu bicara tadi. “Jaidee, bawa Pie dan James pergi dari sini.” Suruhnya dan langsung diangguki oleh Jaidee.

“Jangan ke mana-mana dulu, James! Aku ada urusan denganmu.” Kata laki-laki itu lagi.

Bibi menelengkan kepalanya pada laki-laki yang dulu suaminya itu, menatapnya dengan sengit.

“Urusanmu denganku!” Bentak bibi. Tapi laki-laki itu terlihat acuh. Seakan tidak menganggap keberadaan bibi di sana.

“Aku tidak punya apa-apa lagi yang harus dibicarakan denganmu,” katanya dengan nada malas, “aku ingin bicara pada keponakanku, James.”

James menatapnya dengan enggan dan muak. Orang itu adalah mantan suami bibi, dia kesini karena ingin menjemput Nong, adik sepupu James. James yakin dia punya tujuan tertentu saat dia dengan sengaja meminta pengadilan untuk mendapatkan hak asuh anak mereka. Sebab sebelumnya tidak sedikit pun dia menaruh minat untuk merawat anak kecil itu. Kalau dia memiliki tujuan tertentu dan itu ada hubungannya dengan James, maka James akan bicara dengannya secara empat mata seperti keinginannya. James ingin tahu apa alasan dia menjadi begitu ingin melawan bibi setelah bertahun-tahun dia tidak pernah terdengar lagi kabarnya.

“Pie, pergi bersama kak Jaidee dan temui Nong. Biar kakak bicara pada paman.”

“James! Kamu tidak ke mana-mana, kamu pergi ke belakang sekarang!” Teriak bibi, tapi James menatap ke arah pamannya. Bibi langsung menyambar ke arah James, mendorong James agar pergi mengikuti Pie yang mulai menangis melihat bibinya yang meminta James agar tidak bicara apa-apa pada lelaki itu. “James, bibi mohon padamu, jangan bicara dengan iblis itu.”

“Aku tidak apa-apa, Bi. Mari dengar apa mau orang ini.” Ujar James. Berusaha meyakinkan bibinya.

“Tidak!”

Suara jeritan itu melengking ke seluruh penjuru kantor panti. Lengan Pie dipegang erat oleh Jaidee yang berusaha menariknya keluar lewat pintu belakang. “Bibi...! Kak James, jangan dengarkan paman! Dia orang jahat!”

James tidak bergeming bahkan setelah mendengar larangan bibi dan adiknya. Dia melangkah mengikuti sang paman dan mereka menghilang keluar kantor.

Saat Net pergi ke luar kota, James secara pribadi dan tanpa ijin dari Net atau siapa pun pergi sendiri ke panti asuhan. Net tidak akan suka dengan ini. Bahwa James pergi tanpa cerita padanya, bahwa dia sekarang harus berdiri berhadapan dengan pamannya yang jahat, yang mungkin saja sudah merencanakan hal buruk pada orang lain untuk keuntungan pribadinya. Bibinya memang sangat ceroboh dimasa lalu, tapi James tidak pernah membenci kenakalan dan kecerobohan bibinya dimasa lalu selain keputusannya yang dulu pernah menerima lelaki ini dalam hidupnya sendiri.

James selalu berkomitmen dengan keputusan dan janji yang dia buat untuk dirinya sendiri. Termasuk dia yang tidak akan pernah menyeleweng dari Net, atau bahkan kembali seperti dulu.

it's going to be alrightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang