12

117 25 2
                                    

Seluruh kota pada jam 2 pagi sudah mulai sepi, mereka menghabiskan waktu lebih dari 16 jam perjalanan untuk sampai ke Provinsi Saravan. Natalia mabuk darat dan mereka harus melakukan permberhentian beberapa kali selama di perjalanan. Net sebenarnya kasihan, tapi Natalia tidak mungkin ditinggal saat ibunya berada jauh di negara lain. Ketika hari sudah malam mereka baru sampai ke tempat tujuan.

Mobil Van itu memasuki jalan yang aspalnya masih hitam baru. Masuk ke dalam semacam pintu gerbang suatu daerah pedesaan, cuma beberapa meter dari situ mereka sudah disambut oleh hamparan hijau yang luas, kebun teh yang sudah sepi ditinggal pekerja yang kini mulai berjalan keluar dari dalam perkebunan untuk pulang ke rumah mereka. Max sengaja melambatkan mobil, Natalia melongokkan kepalanya keluar jendela mobil dan melambaikan tangan pada seseorang yang bertopi caping, mereka para buruh pemetik teh yang ikut melambai kearah mereka, wajah ceria yang hampir tidak terlihat lagi sebab hari sudah gelap.

"Menurutmu siapa yang melakukan ini pada kita, Net?"

Net seperti linglung, dia mengangkat alisnya pada Max yang bertanya, Max mengulangi pertanyaannya dan cuma dibalas dengan endikkan bahu. Mana sempat dia memikirkan siapa yang berani menantang keluarga kondang ini. Masyarakat tentu saja menjadi terbagi jadi dua kubu, yang masih percaya dan menerima apa pun yang diberitakan, menurut mereka apa pun yang terjadi pada keluarga itu tidak mengubah kenyataan bahwa mereka adalah keluarga yang peduli dan ramah pada masyarakat, dan juga jasa mereka yang mampu membantu perekonomian Thailand menjadi lebih baik lagi. Kubu kedua adalah mereka yang suka membicarakan keburukan orang untuk membuat diri mereka lebih baik.

"Nat, aku minta maaf soal malam itu." Kata Net, dia melihat Natalia yang duduk di samping ibunya mulai menguap.

Nat tersenyum pengertian, "aku mengerti."

Net membalas senyumnya. Jalan mulai bergelombang ketika mereka mulai memasuki area perkebunan yang jalannya tidak beraspal. Net hanya sekali pernah kemari, waktu itu kalau tidak salah dia masih SMA dan Latte masih SMP. Latte dibawa ke rumah oleh ibunya ketika orang tuanya memutuskan untuk kembali rujuk. Umurnya hanya selisih lima tahun dengan Net. Mereka datang kemari saat peringatan kematian ibu Nat. Dan itu sudah sangat lama.

Rumah itu di urus oleh orang yang tinggal di sana, seorang sahabat ayahnya yang juga memiliki pertanian di belakang rumah itu.

koper-koper sudah Max turunkan dibantu oleh Net, seorang wanita setengah umur datang menyambut mereka.

"Selamat datang kembali, Nat!"

Nat dan Max berbincang akrab dengan perempuan itu, dia memeluk Nat. Sementara Net memegang kopernya di belakang mereka. Nat melihat bibi itu melirik ke arah pemuda itu, menarik Net agar berdiri di sampingnya. "Ini Siraphop, Net Siraphop, bibi ingat?"

Bibi itu menatap Net selama beberapa detik sebelum tersenyum, "Aku tahu, tentu saja aku ingat, dia pernah datang ke sini waktu itu."

Net merasa tidak enak sebab dia tidak ingat kenangan apa pun yang terjadi waktu dia ke sini pertama kali.

"Masuklah, bibi sudah memasak makan malam."

"Terima kasih, bi."

Bibi itu mengangguk pada Nat, mengelusi lengan Nat. "Baiklah, bibi harus kembali ke kebun, mau melihat pekerja yang masih menunggu."

Net, Max dan Nat membalas salamnya dan masuk ke dalam rumah.

"Dia punya perkebunan teh?" Tanya Net penasaran.

"Yah beliau itu sahabat ayah, pemilik Perkebunan berhektar-hektar yang kita lewati tadi."

Net memajukan bibir bawahnya sambil terangguk-angguk. Mungkin saat ayahnya ke sini dan bertemu sahabatnya itu, beliau bertemu gadis Laos itu di sini dan mereka menikah pula di sini. Net melirik Nat lagi, "jadi kau setengah Laos dan setengah Thai?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

it's going to be alrightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang