Bab 8 | Dituduh

579 94 34
                                    


"Kak Aksa, Rea haus. Tolong beliin minum dong."

"Males, tempatnya jauh. Kalau mau beli sendiri sana."

Aksa merengut, bibirnya bergetar dengan manik yang mulai berkaca-kaca. Aksa tahu ini gestur apa. Ia pun menoleh sekeliling, memastikan tidak ada banyak orang di sana. Kan, gawat kalau tiba-tiba Rea meraung lalu dirinya disangka penculik anak atau pedofil yang suka mengganggu anak kecil. Bisa babak belur Aksa nanti. Sebelum itu terjadi, Aksa mendecak dan bangkit dengan kasar.

"Iya, iya gue beliin. Gak usah pakai drama nangis segala deh."

Kedua ujung bibir Rea terangkat ringan dengan hidung berkerut, lucu, sungguh. Aksa sudah pernah bilang kalau Rea itu menggemaskan, itu tidak bohong. Tetapi saat mengingat sifat tengilnya, Aksa langsung menepis semua perasaan itu.

"Yey!" Rea berseru. "Ini ditinggal aja, Kak. Daripada dibawa-bawa, ribet." Mengambil payung yang sejak tadi dipegang Aksa. Tanpa berpikir lagi Aksa pun menyerahkan benda itu, lagipula tidak keren juga berjalan sambil menenteng-nenteng payung.

"Lo gak mau ikut?" tanya Aksa. "Gue mungkin bakal agak lama."

"Rea masih mau main," tolaknya. "Gak papa, Kak Aksa pergi aja biar Rea tunggu di sini. Janji gak akan ke mana-mana."

Aksa mengangguk singkat lalu beranjak pergi meninggalkan tempat itu. Sementara Rea meletakkan payung di atas kursi kemudian berlari kecil menuju ayunan.

——

"Kurang baik apa lagi gue coba? Gue rela jalan jauh buat beliin dia minum gini. Awas aja kalau dia masih ngeselin, gue lempar ke tong sampah juga, tuh, bocah."

Aksa menggerutu sepanjang jalan. Ditangannya sudah ada satu kantung plastik berisi minuman dan snack. Rea hanya minta minum, tapi Aksa mau antisipasi kalau-kalau bocah itu tiba-tiba mengeluh lapar.

"Astaga, hujan." Aksa terkejut saat tetes air mulai turun ke wajahnya. Awalnya hanya satu-satu, lama kelamaan semakin banyak. Mengangkat telapak tangan ke atas kepala, meskipun itu tampak tak berguna, Aksa memacu langkahnya agar cepat sampai ke taman bermain.

Yang ada dipikiran Aksa, Rea sedang duduk di bawah payung, atau bersembunyi di bawah perosotan untuk menghindari hujan. Tetapi saat sampai di taman bermain, yang Aksa dapati hanya sarana bermain tanpa ada kehadiran satu manusia pun di sana. Bahkan ibu-ibu dengan anaknya tadi juga sudah pergi dari sana.

"Rea!"

"Rea lo di mana?"

"Hujan nih, ayo pulang!"

Aksa mengelilingi taman itu dengan keadaan tubuh basah. Ia bahkan tidak peduli dengan guyuran air hujan yang terus mengenai tubuhnya. Yang ada dipikirannya sekarang hanyalah menemukan Rea. Tetapi meskipun tubuhnya sudah basah sepenuhnya gadis kecil itu tetap tidak Aksa temukan. Pikiran Aksa mulai kacau.

Karena hujan malah semakin deras, Aksa memutuskan untuk berteduh di terowongan bawah perosotan. Nafas Aksa memburu, selain karena lelah berlari, Aksa juga mulai kedinginan. Meletakkan kantung plastik di sisinya, Aksa mengangkat tangannya dan melihat jari-jarinya gemetaran.

"In-ni bocah ke mana, sih ..."

Aksa memeluk tubuh saat hawa dingin semakin menusuk kulitnya. Dengan tatapan sayu, Aksa memandangi tetes demi tetes air yang turun dari langit, genangan yang menenggelamkan sebagian rerumputan, juga pantulan air di sarana bermain.

Terjebak hujan di taman bermain. Pikiran Aksa jadi ditarik ke belakang. Dulu Aksa juga pernah berada pada situasi ini. Bedanya saat itu ia tidak sendirian, ada Artha di sana.

Saat itu mereka masihlah anak kecil yang senang bermain. Melihat hujan turun, alih-alih segera berteduh mereka justru menjadikan hujan sebagai tempat bermain. Mandi hujan, kalau kata mereka dulu. Melompat-lompat ke genangan air hingga satu dari mereka terkena cipratannya, saling membalas lalu berakhir dengan kejar-kejaran.

Aksara SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang