Tangis yang semula ditahan mati-matian akhirnya tumpang juga sekarang. Usai mendapat tantangan pulang sendirian dari Arfan, Aksa sungguhan meninggalkan gedung sekolah sorang diri dengan mood yang berantakan. Sepanjang perjalanan, ia terus mengusap kasar wajahnya saat air mata kian mengalir tanpa diminta.Selain keluarga, tidak ada yang tahu, jika Aksa sebenarnya adalah anak yang mudah menangis. Dibalik ketegarannya, Aksa adalah sosok berhati lembut. Ia akan menangis saat sedang kesal atau tertekan. Seperti sekarang, rasa kesal dan sesuatu yang menekan harga dirinya membuat tangisnya pecah. Aksa kesal saat Arfan membiarkannya pergi seorang diri, Aksa kesal saat kakaknya tidak mengikuti. Aksa tidak berharap kakaknya datang dan mengatakan jika yang tadi hanyalah gurauan, tapi bukankah normalnya seorang kakak akan bersikap demikian?
"Kurang jelas apalagi sih keadaan gue? Padahal dia-lihat sendiri tangan gue ditusuk jarum. Kenapa dia biarin gue jalan sendirian gini?" Aksa menggerutu sepanjang jalan dengan isak tangis yang sesekali terdengar.
Dan lagi-lagi Aksa membayangkan jika Artha ada diposisinya sekarang, pasti Arfan tidak akan membiarkan anak itu pergi sendirian. 'Kan?
Jarak gedung sekolah dengan halte bus hanya 500 m, tapi berhubung kondisi badan Aksa tidak sewaras biasanya, jadi jarak itu terasa sangat jauh untuk ditempuh. Aksa beberapa kali berhenti, membungkukkan badan untuk menghalau pening yang terus menghantam kepalanya.
"Bunda ..."
Aksa tiba-tiba sangat ingin bertemu Bunda. Aksa rindu. Sejak sore itu ia belum melihat bundanya lagi. Aksa ingin mengadukan perasaannya saat ini.
Halte bus pagi-menjelang siang-ini sepi, tidak ada orang yang menempati. Syukurlah. Aksa tidak perlu menjawab pertanyaan mengapa bocah berseragam sudah berkeliaran di luar saat jam pelajaran. Aksa berjalan lesu menuju halte sambil berdoa bus segera datang supaya ia tidak perlu menetap di halte terlalu lama. Sumpah Aksa ingin meninggalkan kepalanya saja kalau bisa.
Tidak kuat, Aksa berjongkok saat tubuhnya hanya berjarak dua langkah dari bangku. Aksa memegang kepalanya yang terus berdenyut menyakitkan.
"Bunda, Aksa pingin rebahan." Aksa bergumam lalu menundukkan kepalanya sambil memejam.
Aksa tetap pada posisi begitu beberapa menit ke depan, sampai akhirnya sebuah mobil hitam berhenti tepat di sampingnya. Aksa tahu ada mobil yang berhenti, tapi posisinya sekarang masih sangat nyaman. Aksa enggan mengangkat kepala, lebih tepatnya ingin mengulur waktu sebentar untuk melakukannya.
Seseorang keluar dari mobil, berjalan mendekati Aksa dengan decakan pelan yang disusul helaan nafas pendek.
"Bangun. Tidurnya lanjut di rumah."
Aksa agak terkejut saat mendengar suara Arfan. Itu betulan Arfan atau hanya halusinasinya saja?
"Sa."
Bukan halusinasi, Aksa merasakan sentuhan pada bahunya. Kenapa Arfan mau menyusulnya? Bukankah tadi orang itu menyuruhnya pergi dengan penuh keyakinan? Sekarang nada bicaranya malah berubah lembut, seolah yang berbicara di UKS dan seseorang yang bersamanya sekarang adalah dua orang berbeda.
Sebenarnya ada rasa senang sekaligus lega saat tahu Arfan tidak benar-benar membiarkannya sendirian, tapi Aksa masih kesal dengan nada bicara Arfan beberapa waktu lalu. Jadi, tidak salah 'kan kalau ia sedikit jual mahal.
Sementara Arfan yang merasa ucapannya diabaikan berdecak pelan. Arfan akui ia cukup merasa bersalah saat membiarkan Aksa pergi sendirian tadi. Namun, Arfan bukan orang yang pandai membujuk seperti Artha. Arfan tipe orang yang gengsi untuk mengucap kata maaf duluan, apalagi pada Aksa yang menurutnya mudah besar kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Semesta
Teen FictionTentang dia yang tidak bisa memilih takdir. ✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏ brothership-family story, bukan bl atau sejenisnya. meskipun cerita ini masih amburadul dan gaje, segala bentuk penjiplakan tetap dilarang! main cast : hwang hyunjin ft. kim seungmin & le...