14.

301 44 8
                                    

Selasa, 26 Agustus

Hujan deras dan bunyi petir yang menggelegar di malam ini membangunkan Adel dari tidurnya. Badannya nampak bergetar, bukan karena kedinginan tapi karena ketakutan.

Adel berbalik dan berniat membangunkan kakaknya yang terlihat masih tertidur pulas.

"Kak Oniel...."

Merasakan tubuhnya diguncangkan oleh Adel membuat Oniel terbangun. Karena dibangunkan secara tiba-tiba membuat Oniel belum sepenuhnya sadar.

"Kak Oniel...." ucap Adel sekali lagi, suaranya bergetar.

Mendengar suara Adel yang terdengar panik tersebut membuat Oniel langsung tersadar dari tidurnya. Benar saja saat kesadarannya kumpul sepenuhnya dan mata terbuka sempurna, ia melihat adiknya itu gemetar dan raut mukanya terlihat panik.

Saat Oniel hendak bertanya perihal itu, terdengar suara petir yang begitu menggelegar. Ia pun paham dan langsung menarik Adel dalam pelukannya.

"Kakak panggilin Ibu sama Bunda ya?" ucap Oniel yang mengelus rambut Adel yang ada di pelukannya itu.

Adel menggelengkan kepala. "Gak usah, kak Oniel aja."

Oniel pun paham dan membiarkan adiknya itu tenggelam dalam pelukannya.

"Udah, kamu coba tidur lagi ya. Besok katanya kan mau coba belajar main Basket sepulang sekolah?"

Adel pun patuh dan mencoba untuk kembali tidur.

Tak sampai beberapa lama, Adel kembali tertidur. Untungnya petir tidak lagi menggelegar meski hujan masih terus turun.

Oniel tersenyum melihat adiknya itu yang tertidur dalam pelukannya. Maklum saja pasalnya meski umur Adel beda setahun, tapi tinggi badannya justru sedikit lebih tinggi dibanding Oniel kakaknya. Jadi lucu saja Oniel seperti mengasuh bayi bongsor.

Oniel sudah terbiasa dengan hal ini. Semenjak mereka dipertemukan di Panti Asuhan, Adel selalu dekat dan manja dengannya.

Terlebih jika kondisi hujan disertai petir seperti ini, Oniel paham jika Adel merasa ketakutan dan perlu dilindungi.

Ia mengenal betul jika Adel memiliki trauma ataupun phobia soal petir, mengingat Adel dan orang tua kandungnya terlibat kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tua kandungnya itu saat kondisi hujan badai disertai petir.

Ya meskipun Adel sama sekali tidak mampu mengingat kejadian tersebut, tapi rasa ketakutan akan hujan dan petir terus menghantuinya sampai saat ini.

Rabu, 27 Agustus

Sore sepulang sekolah, di lapangan sekolah terdapat 3 murid yang masih bermain Basket meski latihan ekskul Basket sore itu telah berakhir.

Nampak gadis yang lebih pendek dihadang 2 orang yang lebih tinggi darinya. Meski demikian si gadis nampak dengan lincah menggeliat dan melewati 2 orang dihadapannya dan memasukkan bola ke keranjang dengan mudah.

Tidak hanya sekali, gadis itu berhasil melakukannya berkali-kali dengan 2 orang yang menjaganya itu hampir tidak bergerak.

"Ahahahaha cupu banget kalian berdua." ledek Flora.

"Del, lo yang bener dong! Kan lo atlet Badminton, gerak dong!" kesal Olla.

"Ya aku gak ngerti harus gimana!" keluh Adel. "Mau ngapain juga gak ngerti."

"Tauk nih, kita berdua minta diajarin ya Flo bukan malah dikerjain gini!" ucap Olla mengiyakan ucapan Adel.

"Ya kalo minta ajarin gue ya lo harus ikut cara gue." ucap Flora.

Ti Voglio BeneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang