W 5 | Tumben bola ubi Bun?

26 16 11
                                    

Ini sedikit lebih panjang dari bab sebelumnya.

Happy reading

•••••

Suasana kelas masih sepi berbanding terbalik dengan ke adaan didepan lorong. Jam baru menunjukkan pukul enam lewat lima menit, tapi Aruna sudah duduk di kursinya. Gadis itu mengangkat tasnya ke atas meja, mengeluarkan semua buku dan melihat satu persatu bukunya. Aruna memeriksa buku yang ia bawa, kebiasaan sejak dulu memeriksa kembali semua yang di perlu.

Aruna telah memeriksa semua, dan semuanya lengkap. Tidak ada tugas yang belum di kerjakan atau buku yang tertinggal. Lima menit berlalu, seorang siswi mengenakan bando berwarna hijau masuk kedalam kelas.

"Ru, anjir. Lo udah belom tugas bahasa Indonesia?"

Sisi berjalan dengan berlari-lari kecil menuju meja Aruna. Mendekat dan lebih mendekat lagi ke arah gadis berambut panjang yang sedang duduk di kursinya.

Aruna menutup telinganya, Sisi berteriak heboh ketika melihat kertas jawaban milik Aruna. Full tulisan, teman. Gak ada space lagi sepertinya.

"Panjang bangettt!" Cewek itu terkejut bukan main. Tangannya memegang kepala seakan-akan mendapat serangan pusing mendadak.

"Gak boleh liat sepenuhnya, jadiin contoh aja, awas kalo coppy paste," ancam Aruna. Gadis itu menoleh ke arah pintu, Kata masuk dengan tampang datarnya.

Kata berjalan ke arah kursinya, belum sempat sampai, dirinya menoleh ketika mendengar gebrakan yang memuakkan dari pintu. Suaranya mengagetkan di tengah keheningan seperti ini.

Brukkkk

Seorang laki-laki berada di sana, membawa sebungkus nasi kuning di tangan kanannya. Laki-laki bernama tag Zefgan Dandelion berjalan masuk ke dalam kelas.

"Eh woi! Santai santai!" pekik Sisi. Gadis itu memfoto lembar esai milik Aruna. Berdecak kala melihat orang yang berdiri di ambang pintu.

"Kata nyontek fisika, bro."

Kata menatap laki-laki itu, "Kita gak kenal," jawabnya datar.

"Gak malu. Udah datang ngegas, main minta jawaban," gerutu Sisi dengan suara lantang, ia berjalan dengan langkah lebar menuju kursinya. Cepat-cepat mengeluarkan buku dan menyobek tengah-tengah nya agar bisa ia tulis.

Laki-laki itu menatap Sisi, dirinya bersidekap dada dengan kaki yang terus melangkah ke arah Kata.

"Kayak lo enggak aja."

"Gue enggak lah, ini namanya melihat referensi. Gue cuma liat dikit, sisanya mikir sendiri kok." Itu alibi cewek ber bando hijau yang bernama Sisi.

Aruna tidak memberikan komentar atas kegaduhan keduanya. Dirinya menyumpal telinga dengan earphone yang sedari tadi sudah di atas meja.

Kepala Aruna menoleh saat menyadari seorang cowok duduk di sampingnya. Gerakannya lambat, mengamati Kata dari samping yang sedang menatap kedepan. Cowok itu tidak memakai kacamatanya hari ini, wajahnya tampak polos dan berbeda di mata Aruna.

"Kemana kacamata, lo?"

Kata membalas tatapan Aruna, "Di rumah, patah."

Aruna menarik sebelah alisnya, gadis itu menarik earphone yang menyumbat telinga, "Kenapa bisa? Ke injek? Otak pinter lo—,"

"Stttttt!" Kata menatap Aruna.

Tatapan cowok itu tidak berubah dari biasnya, tatapan tulus dan selalu menusuk relung Aruna. Tapi, kali ini tatapan itu berisi sebuah kesedihan. Mata itu berisi kaca-kaca yang kemungkinan akan segera pecah.

waktu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang