W 2 | Sama Kata, dia sama saya

48 22 12
                                    

Mall

•••••

Di ruang UKS, Kata duduk di pinggir kasur. Sisi kanannya terdapat satu buah kasur lagi dengan gorden sebagai pembatasnya.

Kata mengamati pergerakan cewek di depannya yang mengambil kotak P3K dan sedang mencari alkohol dengan obat merah. Gadis itu juga mencari-cari keberadaan plester untuk menutup luka itu.

"Anak PMR kemana, sih, gak ada satupun yang stay," gerutu Aruna. Ia tidak mendapati satupun anak PMR yang menjaga UKS.

Tidak masalah jika bisa menemukan semua benda yang di butuhkan. Masalahnya, ia tidak bisa menemukan alkohol dan perban.

"Ck, gak ada alkohol sama plesternya," Keluh Aruna. Tangannya mengotak-atik isi kotak P3K dan berakhir menghentakkan benda itu ke meja.

Kata menarik sudut bibir, "Langsung kasih obat merah aja," ucapnya. Laki-laki itu mencoba mengambil obat merah dari tangan Aruna.

"Ntar infeksi!" Sergah Aruna, menjauhkan botol obat merah.

"Yaudah, cuci dulu aja, sini," Aruna menarik Kata keluar UKS menuju wastafel untuk mencuci luka Kata.

"Itu anak PMR," tunjuk Kata ke arah kiri.

Kepala Aruna tertoleh, benar di sana ada anak PMR. Dirinya meninggalkan Kata, berjalan cepat mendekati Widya-anak PMR yang di maksud Kata tadi.

"Widya. Plester sama Alkohol dimana? Gue butuh."

"Bentar, gue cari." Widya melewati Aruna kemudian Kata dengan berlari-lari kecil masuk ke dalam UKS. Tangannya mengarah ke satu laci di bagian belakang kasur, mengambil alkohol dan plester yang di inginkan Aruna.

"Nih."

Aruna mengambil alkohol dan plester dari uluran Widya, dia membuka tutup botol alkohol dan menuangkannya ke kapas.

"Ehh—," pergerakan Aruna terhenti saat akan mengoleskannya pada Kata. Kepalanya mendongak dan menatap lurus ke arah Widya.

Widya menyengir, "Gue aja, Ru. Pliss."

Aruna tanpa penolakan menyerahkan bend di tangannya ke Widya. "Oke, lo aja." Kata yang melihat itu terkejut dan membulatkan mata.

"Lo aja," ucap Kata menunjuk Aruna. Kedua gadis itu menatap Kata bersamaan.

"Dia aja, Ka, dia anak PMR," jawab Aruna tak acuh. Gadis itu memberikan alkohol ke tangan Widya.

"Gue bisa sendiri," tolak Kata.

"Kayak bisa aja. Pas kena seragam ngomel-ngomel. Udah, sini Wi, gue aja."

Widya masih memandangi wajah Kata yang tampak cemberut. Tak di pungkiri, Widya sedang terpesona sekarang. Hidung mancung, bulu mata yang panjang, kaca mata, kulitnya yang putih, rahangnya tegas.

Sungguh sempurna wajahmu Kata.

"Wi," panggil Aruna.

Widya tersadar, ia langsung menyodorkan kapas di tangannya kepada Aruna. "Ya–yaudah, nih. Bye bye Kata."

"Perawatan dari gue mahal, bayar lo," ketus Aruna sambil mengoleskan kapas yang sudah diberi alkohol, meneteskan obat merah, meniup luka agar tidak terasa perih dan menempelkan plester.

Jemari kanan Kata menyeka helai rambut Aruna yang sedikit menutupi mata gadis itu. Ia memegangi rambutnya, cewek di depannya fokus dengan luka, dan kata terus fokus dengan wajah Aruna.


•••••


Aruna duduk di dalam kamar, memandangi dinding dan di temani latihan soal yang tergeletak di atas meja. Ia melamun dengan memutar memori hari itu. Aruna tidak bisa tidak mengingat kejadian sehari yang lalu, hari di mana seharusnya dia perform balet di depan juri. Yang nyatanya dia berjalan di dalam mall dan bertualang menyelami store yang ingin Jo datangi. Laki-laki berkacamata dengan sebuah paperbag di tangannya itu datang menghampiri Aruna yang sedang stuck berjalan di depan Zara store.

waktu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang