Thavi tengah fokus mendengarkan penjelasan guru didepan sana tentang sistem tubuh manusia, semua murid duduk tenang dan mendengarkan dengan seksama, kecuali Hilmi.
Lelaki itu bukannya mendengarkan penjelasan guru malah memainkan mobil-mobilan mini yang didapat dari chiki berhadiah yang dia beli. Kelakuannya yang masih seperti anak kecil terkadang membuat Thavi menggelengkan kepalanya.
Heran saja dia, lelaki modelan seperti Hilmi bisa masuk kelas ini yang notabenya satu tingkat dibawah kelas unggulan. Dimana artinya murid dikelas ini termasuk murid berprestasi.
Hilmi juga berprestasi, hanya saja masih menjadi misteri kenapa anak seperti Hilmi yang tidak pernah belajar, jarang mendengarkan penjelasan guru, hobinya tidur dikelas bisa menjadi salah satu murid yang masuk lima besar.
"Baik, cukup pelajaran untuk hari ini. Jangan lupa PR yang saya berikan dikumpulkan di pertemuan selanjutnya."
"Selamat siang." Setelahnya guru itu pun pergi meninggalkan kelas.
Tak lama bel istirahat berbunyi, semua murid berhamburan keluar kelas menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang sejak tadi sudah meronta-ronta.
"Kantin?" Tanya Hilmi.
Thavi menoleh kemudian menggelengkan kepala, "Aku ingin ke perpustakaan." Ujarnya.
"Ingin mengerjakan tugas barusan?"
Thavi menggeleng sebagai jawaban, kemudian lelaki itu bangkit dari duduknya. Hilmi yang duduk disampingnya ikut berdiri dan membuka jalan untuk Thavi.
"Aku ingin melepaskan penat disana." Jawabnya kemudian melangkah pergi.
Hilmi menggelengkan kepalanya, memang aneh lelaki satu itu. Dimana-mana menghilangkan penat itu dengan cara berlibur bukan pergi ke perpustakaan dan membaca buku.
Masa bodoh dengan yang namanya perpustakaan, Hilmi memilih pergi ke kantin. Perutnya sudah meronta-ronta meminta makan sejak tadi. Lelaki gembul itu keluar dari kelas yang baru dia sadari sudah tidak ada siapapun selain dirinya.
***
Thavi berjalan kesalah satu rak buku sejarah, buku favorit pilihannya saat berada di perpustakaan. Ketika semua orang menghindari yang namanya sejarah, dia justru jatuh cinta dengan itu.
Tidak ada yang salah dengan belajar sejarah bukan? Mempelajari masalalu tidak seburuk itu, justru dengan kita belajar dari masalalu bukankah kita bisa menata masa depan yang lebih baik?
Manik cokelat itu akhirnya terjatuh pada buku tebal berjudul 'Sejarah Dunia yang Disembunyikan' tangannya terulur mengambil buku di rak nomor dua.
Menarik, mempelajari sejarah dunia yang penuh misteri dia rasa cukup untuk menghilangkan rasa lelahnya terhadap kehidupan yang jahat ini. Katakan lah dia aneh, tetapi begitu lah cara Thavi menghilangkan semua beban hidupnya.
Setelah mendapatkan apa yang dia cari, Thavi melangkah menuju salah satu meja yang kosong. Duduk disana dan meletakkan bukunya diatas meja. Dia mulai membuka lembar per lembar buku tersebut dan membacanya.
"Gue males kesini, kenapa sih Pak Bambang kalau ngasih tugas harus pinjem buku di perpustakaan."
"Sstt... Jangan berisik, ini perpus bego."
Thavi yang merasa terganggu dengan suara keras tersebut pun mendongakkan kepalanya guna melihat siapa murid yang berisik itu.
Tanpa sengaja kedua manik mereka saling beradu tatap, lelaki yang berdiri tak jauh didepannya menatapnya dengan datar, sementara temannya menatap bingung sebelum akhirnya mengangguk paham setelah mengikuti arah pandang temannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THARAVI [HIATUS]
Teen FictionTharavi hanya mau meniup lilin ulang tahun bersama keluarganya dan juga merasakan pelukan. Permintaan sederhana namun sukar untuk terwujud